pkssiak.org - Suhu politik internal Sekretariat Gabungan Koalisi kembali menghangat. Pemicunya, sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak rencana penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Lagi-lagi, sejarah menguji nyali SBY bersikap terhadap PKS.
Rapat Setgab Koalisi pada Selasa (5/6/2013) malam di rumah dinas Wakil Presiden Boediono tidak dihadiri utusan dari PKS. Padahal, materi rapat membahas urusan cukup penting, soal rencana penaikan harga BBM.
Pimpinan partai yang hadir Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum PAN Hatta Rajasa, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dan Sekjen M Romahurmuziy, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar, serta Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan.
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menyebutkan tidak ada delegasi PKS yang hadir dalam rapat tersebut. Meski demikian, ARB demikian ia kerap disapa, menyebutkan di internal PKS ada dua pendapat dalam merespons rencana penaikan harga BBM. “Ada suara yang menerima ada pula yang tidak,” sebut Aburizal di rumah dinas Wapres Boediono, Selasa (5/6/2013) malam.
Calon Presiden dari Partai Golkar ini menyebutkan tidak ada sama sekali pembahasan dalam rapat tersebut soal rencana pemberian sanksi kepada PKS. Justru mantan Menko Kesra di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I ini menyebutkan sikap PKS merupakan hal wajar dalam iklim demokrasi saat ini.
Sementara Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan saat ditanya apakah Partai Demokrat berani mendepak PKS dari koalisi terkait sikap politiknya yang berbeda dalam penyikapan rencana penaikan harga BBM, Syarief menjawabnya diplomatis.
Menurut dia, perkara ini bukan soal berani atau tidak, namun "Kalau koalisi itu harus satu pendapat. Jadi kita lihat saja nanti," ujar Syarief ditemui di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (5/6/2013) sore.
Sikap berbeda PKS dalam koalisi bukan kali ini saja terjadi. Saat hiruk-pikuk kasus Century,
PKS termasuk partai yang getol dalam
mengungkap skandal keuangan negara ini. PKS dalam voting di sidang
paripurna pada 3 Maret 2010, justru bersebarangan dengan mayoritas
partai koalisi dengan memilih opsi C yang menyebutkan bailout Bank
Century melanggar hukum. Sikap beda PKS juga diikuti partai koalisi
lainnya seperti Partai Golkar dan PPP. Saat pengajuan hak
angket pajak pada 22 Februari 2011, PKS juga bersikap sama. Bersama
Partai Golkar, PKS juga mendorong terbentuknya Panitia Angket kasus
pajak. Padahal, mayoritas partai koalisi tidak setuju dengan rencana
pembentukan hak angket pajak. Meski pada akhirnya, sidang paripurna
menolak usulan pembentukan hak angket pajak.
Pada 30 Maret 2012 tahun lalu, saat voting dalam sidang Paripurna DPR terkait pengesahan APBN Perubahan 2012, lagi-lagi sikap PKS berbeda dengan partai koalisi lainnya. Saat itu, PKS menolak penambahan ayat 6a di Pasal 7 dalam RAPBN Perubahan 2012 dengan penambahan klausul harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 15 persen dalam rata-rata selama enam bulan.
Berbagai reaksi yang muncul dari internal Partai Demokrat agar PKS didepak dalam kenyataannya tidak pernah terlaksana. Begitu pula pernyataan keras SBY dalam forum internal Partai Demokrat pada 1 April 2012 yang mengaku kecewa dengan sikap PKS, namun tak pernah berujung pada eksekusi pendepakan PKS.
Bahkan usai merespons pengajuan hak angket pajak pada 2011, Setgab Koalisi menyusun ulang kontrak koalisi. Jika merujuk dari isi dan substansi kontrak baru koalisi tersebut cukup jelas rambu-rambu termasuk hak dan kewajiban masing-masing partai koalisi. Namun, kontrak baru koalisi yang diteken SBY dan Boediono itu sama sekali tak memiliki wibawa politik.
Kini, nyali SBY sebagai Ketua Setgab Koalisi kembali ditantang. Meski, jika merujuk pengalaman selama empat tahun terakhir, dapat dipastikan SBY tidak bakal berani mendepak PKS dari koalisi.
Sumber di internal Setgab Koalisi memastikan SBY tidak akan berani mendepak PKS dari koalisi. "SBY tidak bakal berani mendepak PKS. Yang paling mungkin dilakukan, nabok nyilih tangan melalui instrumen hukum," sebut sumber yang mewanti untuk tidak ditulis namanya itu.[inilah.com]
Pada 30 Maret 2012 tahun lalu, saat voting dalam sidang Paripurna DPR terkait pengesahan APBN Perubahan 2012, lagi-lagi sikap PKS berbeda dengan partai koalisi lainnya. Saat itu, PKS menolak penambahan ayat 6a di Pasal 7 dalam RAPBN Perubahan 2012 dengan penambahan klausul harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 15 persen dalam rata-rata selama enam bulan.
Berbagai reaksi yang muncul dari internal Partai Demokrat agar PKS didepak dalam kenyataannya tidak pernah terlaksana. Begitu pula pernyataan keras SBY dalam forum internal Partai Demokrat pada 1 April 2012 yang mengaku kecewa dengan sikap PKS, namun tak pernah berujung pada eksekusi pendepakan PKS.
Bahkan usai merespons pengajuan hak angket pajak pada 2011, Setgab Koalisi menyusun ulang kontrak koalisi. Jika merujuk dari isi dan substansi kontrak baru koalisi tersebut cukup jelas rambu-rambu termasuk hak dan kewajiban masing-masing partai koalisi. Namun, kontrak baru koalisi yang diteken SBY dan Boediono itu sama sekali tak memiliki wibawa politik.
Kini, nyali SBY sebagai Ketua Setgab Koalisi kembali ditantang. Meski, jika merujuk pengalaman selama empat tahun terakhir, dapat dipastikan SBY tidak bakal berani mendepak PKS dari koalisi.
Sumber di internal Setgab Koalisi memastikan SBY tidak akan berani mendepak PKS dari koalisi. "SBY tidak bakal berani mendepak PKS. Yang paling mungkin dilakukan, nabok nyilih tangan melalui instrumen hukum," sebut sumber yang mewanti untuk tidak ditulis namanya itu.[inilah.com]