pkssiak.org - Puji syukur kita kepada Allah atas limpahan rahmat dan karunianya kepada kita yang tiada pernah berhenti walau satu detik saja, semoga kita dapat selalu bersyukur dengan memperbaiki dan meningkatkan amal ibadah kita, meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah, serta selalu berupaya menjauhi larangan-larangannya.
Shalawat dan salam
marilah kita sampaikan kepada baginda Rasulullah dengan membasahi lisan
kita dengan membaca shalawat kepadanya:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتُ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتُ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، فِي الْعَالَمِينَ ، إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Tidak terasa bahwa
kita sudah berada di bulan Rajab yang mulia, berarti beberapa bulan ke
depan kita akan bersua kembali dengan bulan yang penuh berkah, Ramadhan
Al Mubarak. Di mulai dari bulan Rajab inilah Rasulullah mempersiapkan
diri dan keluarganya untuk menyambut kedatangan tamu agung ramadhan
dengan berbagai persiapan istimewa demi menggapai kesempurnaan dan
kebaikan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berlimpah ruah. Dengan berdoa:
“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah
kami berjumpa dengan bulan Ramadhan.”
Salah satu
peristiwa besar yang hanya terjadi sekali seumur kehidupan manusia
adalah peristiwa isra dan mi’raj Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Isra’ berarti perjalanan Rasulullah di malam hari dari Masjidil
Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Sedangkan mi’raj
berarti dinaikannya Rasulullah menghadap Allah di Sidratil Muntaha.
Peristiwa yang maha
agung ini menunjukkan keagungan Rasul yang terpilih untuk menjadi
subjek dalam peristiwa ini. Dalam beberapa riwayat, Rasulullah bahkan
menjadi imam sholat bagi seluruh para nabi sebelumnya. Keagungan Rasul
ini tentu menjadi kebanggaan dan kebahagian kita selaku umatnya dengan
tetap mempertahankan dan memelihara kemuliaan tersebut dalam kehidupan
kita. Jika tidak, maka berarti kita telah mengotori kemuliaan tersebut.
Apalagi dengan sengaja menyalahi aturan dan sunnahnya. Na’udzu billah.
Peristiwa Isra’ dan
Mi’raj ini begitu agung, sehingga peristiwa ini diabadikan oleh Allah
di dalam Al-Quran, bahkan menjadi salah satu nama surat Al-Quran yang
menunjukkan keistimewaan peristiwa tersebut, yaitu surat Al-Isra’.
Bahkan peristiwa inilah yang mengawali surah ini. Allah Swt berfirman :
سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلاً۬ مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُ ۥ لِنُرِيَهُ ۥ مِنۡ ءَايَـٰتِنَآۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ. الإسراء: ١
“Maha Suci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya,
agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)
kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS.
Al Israa’: 1)
Peristiwa ini juga disampaikan oleh Allah dalam surat An Najm ayat 10-16, sebagaimana firman-Nya:
فَأَوۡحَىٰٓ إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ مَآ أَوۡحَىٰ. مَا كَذَبَ ٱلۡفُؤَادُ مَا رَأَىٰٓ. أَفَتُمَـٰرُونَهُ ۥ عَلَىٰ مَا يَرَىٰ. وَلَقَدۡ رَءَاهُ نَزۡلَةً أُخۡرَىٰ. عِندَ سِدۡرَةِ ٱلۡمُنتَهَىٰ. عِندَهَا جَنَّةُ ٱلۡمَأۡوَىٰٓ. إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ . النجم: ١٠ – ١٦
“Lalu dia
menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.
Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kaum
(musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang
asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada
syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil
Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.”(QS. An Najm: 10-16)
Dalam riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa rasulullah senantiasa membaca surah ini bersama surah Az Zumar pada malam hari.
Lalu apa pelajaran
yang dapat kita ambil dari keagungan dari peristiwa ini? Minimal ada
empat pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiswa agung dan luar
biasa ini:
Pertama: Dari Sudut Aqidah.
Peristiwa Isra dan
Mi’raj ini mengajarkan tentang kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
tidak terhingga, dengan kekuasaan Allah yang maha berkehendak ia telah
memperjalankan hamba-Nya dalam semalam ke Masjidil Aqsha dan ke Sidratul
Muntaha sampai kembali lagi ke bumi.
Kedua: Dari Sudut Pandang Sains.
Peristiwa Isra dan
mi’raj ini mengajarkan bagaimana dunia keilmuan masih menyisakan teori
ilmiah yang belum terkuak. Bahkan para malaikat Allah Swt mengatakan:
قَالُواْ سُبۡحَـٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ. البقرة: ٣٢
“Mereka
menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa
yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah: 32)
Ketiga: Dari Sudut Pandang Moralitas.
Peristiwa ini
mengajarkan bagaimana adab dan akhlak serta ketaatan seorang hamba
kepada Penciptanya. Seorang hamba yang sangat taat kepada penciptanya
serta mengikuti segala yang diperintahkan oleh penciptanya, bahkan
perintah sholat yang diterima oleh Rasulullah itu menjadi kewajiban bagi
orang-orang yang beriman. Namun sholat yang lima waktu yang telah
diringankan oleh Allah itu menjadi begitu berat bagi sebagian kaum
muslimin.
Sungguh beragamnya
sudut pandang ini menunjukkan keagungan peristiwa yang hanya sekali
terjadi sepanjang kehidupan manusia, dan hanya terjadi kepada seorang
insan pilihan, Rasulullah Saw.
Ustadz Sayyid Quthb
menafsirkan ayat pertama dari surah Al-Isra di atas dengan menyebutkan
bahwa ungkapan tasbih yang mengawali peristiwa ini menunjukkan
keagungannya, karena tasbih diucapkan manakala menyaksikan atau melihat
sesuatu yang luar biasa yang hanya mampu dilakukan oleh Dzat yang Maha
Kuasa. Sedangkan lafadz “bi’abdihi” adalah untuk mengingatkan status
“ke-manusia-an” (Rasulullah) dengan anugerahNya yang bisa mencapai maqam
tertinggi sidratul muntaha, agar ia tetap sadar akan kedudukanya
sebagai manusia meskipun dengan penghargaan dan kedudukan yang tertinggi
sekalipun yang tidak akan pernah dicapai oleh seluruh manusia sampai
hari kiamat.
Keempat: Ikatan Akidah
Allah Subhanahu wa
Ta’ala memilih perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
adalah karena ada ikatan ideologis yang sangat erat; antara akidah Nabi
Ibrahim dengan Nabi Muhammad Subhanahu wa Ta’ala. Di samping ikatan
kemasjidan antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dalam konteks
keutamaannya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ والْمَسْجِدِ الأَقْصَى ».(مُتَّفَقٌ عَلَيْه)ِ
“Tidak dituntut
bersusah payah untuk mengadakan perjalanan kecuali untuk menuju tiga
masjid yaitu Masjidil Haram, Masjidil Aqsa dan Masjidku ini”. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Ini juga untuk
mengingatkan umat Islam semua bahwa hubungan ideologis antara seluruh
umat Islam dengan Palestina tidak boleh padam dan harus terus
diperjuangkan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menambahkan
keimanan kepada kita untuk menjadikan peristiwa isra mi’raj ini sebagai
sarana kita untuk menambah keimanan dan keilmuan kita, serta menambah
kecintaan kita kepada masjidil Aqsa, dalam perjuangan membebaskan
masjid Aqsa dari tangan-tangan Zionis Yahudi.
Amiin amiin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
Ustadz Ibnu Jarir
[hasanalbanna/islamedia]