Mulai dari yang Halal
By: admin
Minggu, 09 Juni 2013
0
pkssiak.org, Indonesia negeri yang subur, Koes Plus, grup band era 70-an dalam
lagunya mendendangkan tongkat kayu jadi tanaman. Koes Plus tidak
berlebihan memang begitulah kenyataannya. Batang singkong Anda taruh
begitu saja di tanah maka esoknya akan tumbuh menjadi tanaman. Tanaman
yang daunnya bisa jadi lalap atau sayur dan akarnya bisa Anda jadikan
penganan. Tak heran bila menu masakan Indonesia begitu beragam.
Indonesia menjadi surga kuliner.
Selain sumber daya alam, sumber daya manusianya pun patut
diperhitungkan, jumlah penduduk Indonesia saat ini tercatat 251.857.940
juta jiwa. Jumlah itu terdiri dari 129.563.463 penduduk laki-laki, dan
sisanya, 122.294.477 juta adalah penduduk perempuan.Demikian data yang
dirilis oleh Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri, yang termuat
dalam Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) yang diterima oleh
KPU.
Populasi mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Bila dari 250
juta ada sekitar 80% nya muslim, maka tak kurang dari 200 juta penduduk
Indonesia adalah muslim. Artinya, Indonesia adalah negara terbesar yang
penduduknya muslim.
Namun kenyataannya jauh panggang dari api. Selain masih terseok-seok
untuk mengejar angka Kemakmuran. Muslim Indonesia masih belum
terlindungi. Bila Anda jalan-jalan ke foodcourt di mall-mall, apakah ada
jaminan halal bagi menu yang Anda pesan? Kalaupun ada label halal,
apakah yakin tidak tercampur dengan menu yang tidak halal.
Coba kalau kita ke Bangkok, jangan bicara Malaysia dan Singapura
dulu. Pembaca akan tahu mana yang halal dan mana yang tidak. Karena ada
jaminannya. Jadi perbandingannya dengan Bangkok (Thailand) dulu kalau
dengan Malaysia, tentu jauh sekali.
Kita tidak usah bicara sanksi dulu. Saya sebagai muslim, datang ke
foodcourt, apakah terlindungi? Bisa saja, di restoran yang sama dengan
meja yang berbeda ada makanan yang tidak halalnya. Saya makan di meja
ini, lalu di pojok sana, makan ada babinya. Padahal memasak dan
peralatan masak yang digunakan berada di dapur yang sama.Apalagi di
Hotel, sama sekali tidak terlindungi.
Disinilah pentingnya Undang-Undang (UU) tentang Jaminan Produk Halal.
Agar konsumen mendapat jaminan keamanan dan kenyamanan dalam
mengkonsumsi produk.negara berkewajiban memberikan rasa aman dan nyaman
bagi semua warganya.
UU tersebut sekaligus untuk memperkuat label halal yang selama ini
dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selama ini MUI hanya
mengandalkan Keputusan Menteri (Kepmen) sebagai payung hukum
melabelisasi produk halal. MUI tidak punya otoritas memberikan sanksi
sementara Kepmen, bisa mudah berubah. Ganti Menteri maka ganti aturan.
Jadi jika payung hukum labelisasi produk halal itu dalam bentuk
undang-undang, maka akan sulit diubah karena harus ada persetujuan wakil
rakyat di DPR.
MUI, itu hanya seperti lembaga stempel yang memberikan keterangan
halal dan tidaknya. Tapi yang membuat peraturan kan pemerintah, MUI
tidak bisa membuat aturan bahwa makanan harus tersertifikasi halal.
Kalau produsennya tersebut tidak mau disertifikasi, mau apa? Terus
masalah rumah makan, foodcourt sampai hotelseperti disinggung di atas
bagaimana? Jadi,sekali lagi memang MUI tidak bisa memberi sanksi.
Namun, MUI sebagai satu-satunya wadah Ormas Islam di Indonesia justru
akan diuntungkan dengan keberadaan oleh UU Jaminan Produk Halal
tersebut. Dengan pengalaman da kewenangannya sebagai lembaga fatwa, MUI
bisa menjadi auditor tentang kehalalan sebuah produk.
Eksistensi MUI sebagai representatif dari ulama yang berperan
mengangkat auditor halal yang aktif di badan atau lembaga terkait
setelah disertifikasi oleh MUI, serta menetapkan fatwa halal dan
menandatangani sertifikat halal bersama badan atau lembaga terkait.
Jadi yang terjadi di Indonesia itu, berbeda dengan Malaysia dan
Singapura. Lihatlah kalau kita masuk mall-mall di Jakarta, Surabaya dan
kota-kota besar lainnya, kalau makan di foodcourt, sebagai orang Islam,
tidak tahu mana yang halal dan tidaknya. Saya pernah menemukan ada satu
counter yang memasaknya pakai babi. Bagaimana kehalalannya? Menurut
saya, semua ikut terkena rembesan babi tadi. Jadi seluruhnya menjadi
tidak halal.Wong, mencuci dan alat masak yang digunakan sama. Yakin
tidak tercampur?
Semoga UU Jaminan Halal cepat bisa diberlakukan. Aturan yang tegas
dalam hal ini di Indonesia memang belum ada. Di foodcourt atau restoran
saja tidak terlindungi apalagi di hotel-hotel. Saya ingin tahu, Hotel
mana yang betul-betul steril kehalalannya. Jadi ini yang sangat
memprihatinkan. Katanya populasi umat Islam 80% dari jumlah penduduk
Indonesia tapi dari sisi kehalalan saja umat Islam tidak terlindungi.
Ada pepatah yang mengatakan, Anda adalah apa yang Anda makan. Jadi
kalau Anda tak peduli dengan makanan Anda, prilaku Anda pun tidak peduli
dengan halal haram, semua sikat saja. Tak heran bila korupsi merajalela
dan Indonesia semakin jauh dari ridho Allah SWT. Jadi dari yang halal
akan membentuk pribadi yang baik. Kita tidak usah bicara yang
berat-berat, tapi bicara yang ringan saja. Untuk memperbaiki negeri ini,
mulai dari yang halal.Tapi di negara yang mayoritas penghuninya muslim,
kenapa mencari makanan yang terlindungi itu saja, susah!
Astagfirullah....
*Ketua Dewan Pembina Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI)
DPD PKS Siak - Download Android App