KPK; Lembaga Bintang Lima, Kasus Kaki Lima?
By: Abul Ezz
Jumat, 07 Juni 2013
0
pkssiak.org - Oleh Rio Setiady
Mengapa negara ini membutuhkan KPK? Jelas sebagai solusi atas
maraknya kasus korupsi yang telah menerjang sendi kehidupan masyarakat
indonesia dan birokrasi layaknya tsunami. Ratusan milyar bahkan
triliunan uang rakyat hilang oleh oknum yang kemudian digunakan untuk
memperkaya diri ataupun orang lain. Sehingga wajar jika masyarakat
begitu memiliki ekspektasi yang besar terhadap KPK, ketika kepolisisan
dan kejaksaan dianggap tak mampu lagi membendung korupsi kolusi dan
nepostisme.
KPK Untuk Kasus Besar
Tapi jangan lupa bahwa KPK dibentuk untuk menyelesaikan kasus - kasus
besar, menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, mengatur,
dalam melaksanakan tugas KPK berwenang melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang menyangkut
kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar. Dan dengan statusnya sebagai
lembaga superbody maka KPK di disain bukan untuk menangani kasus-kasus
biasa atau kaki lima, tetapi kasus yang luar biasa alias kasus bintang
lima.
Dengan kewenangan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, penyadapan, yang
cukup besar, masyarakat tentu berharap akselerasi pemberantasan korupsi
dengan cepat dapat terealisasi. Tapi setelah sebelas tahun, justru
korupsi dan koruptor menjadi semakin banyak dan variatif dan ironinya
kasus kasus besar justru tak terselesaikan. Apa yang salah?
Disisi lain, berbagai elemen masyarakat mendesak Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) memprioritaskan penindakan hukum terhadap kasus korupsi
besar yang paling menyengsarakan rakyat, seperti Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) pada 1998. KPK harus segera bertindak agar rakyat
tidak semakin terbebani dengan bunga obligasi rekapitalisasi perbankan
eks BLBI setiap tahun.
Selain itu, langkah tegas dan cepat KPK bisa mempersempit ruang
intervensi politik yang berupaya menghambat penindakan hukum megaskandal
perbankan sebesar 650 triliun rupiah itu, jumlah yang sangat fantastis.
Jadi sejatinya fokus kerja KPK harus pada kasus korupsi yang berskala
besar dan berdimensi luas.
Kasus seperti BLBI, mafia pajak, mafia peradilan, mafia tambang, hingga
century harus diprioritaskan. Itu tak bisa ditawar-tawar lagi. Sedangkan
untuk kasus-kasus kecil, KPK sudah saatnya menyerahkan kepada penegak
hukum lain seperti ke polisi dan kejaksaan.
Kasus Korupsi Terbesar dalam Sejarah RI
KPK seharusnya dapat maksimal dan berpacu dengan waktu untuk mempercepat
penyidikan kasus BLBI. Tentu harus diantisipasi adanya intervensi
politik yang bertujuan memperlemah KPK untuk melakukan penindakan hukum
kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar sepanjang sejarah RI itu.
Saat ini dinilai merupakan waktu terbaik bagi KPK untuk segera
mengungkap berbagai kasus korupsi besar yang nyata-nyata menyengsarakan
rakyat, seperti skandal BLBI. Sekarang KPK memunyai kekuatan maksimal,
yakni UU sebagai landasan hukum, dukungan penuh rakyat, dan dokumentasi
BLBI yang memadai, sehingga harus bertindak cepat menegakkan keadilan
atas kejahatan BLBI yang jelas - jelas menindas rakyat secara ekonomi.
Seperti diketahui, skandal BLBI yang dimanipulasi menjadi utang negara
dalam bentuk obligasi rekapitalisasi perbankan sebesar 650 triliun
rupiah pada 1998 merupakan pangkal membengkaknya utang negara hingga
menjadi 2.000 triliun rupiah. Beban utang itulah yang merampas pajak
rakyat dan hak untuk memperoleh kesejahteraan dari negara. Setiap tahun,
pajak rakyat harus digunakan untuk membayar bunga obligasi rekap
sebesar 60 triliun rupiah.
Juga kasus-kasus korupsi besar lainnya dengan nilai Rp1 triliun lebih
hingga kini masih terbengkalai bahkan perlahan mulai (pura - pura)
dilupakan. Sebutlah kasus bailout Bank Century senilai 6,7 Triliun yang
sempat menyita perhatian publik, setelah dilimpahkan kepada KPK, tidak
ada tindak lanjut yang diharapkan. Sudah hampir tiga tahun kasus Century
jalan di tempat, dan tampaknya publik harus siap - siap kecewa. Begitu
pun dengan kasus mafia pajak. Tidak ditemukan perusahaan-perusahaan yang
menyuap Gayus. KPK tampaknya tak berkonsentrasi penuh dalam penanganan
kasus korupsi besar
Menunggu Gebrakan
Itu semua seharusnya menjadi prioritas, jangan justru sibuk dengan
kasus-kasus kecil di daerah yang sebetulnya bisa diserahkan pada lembaga
hukum lain, seperti kasus suap pengadaan barang jasa, calo SIM (surat
ijin mengemudi), kasus suap PON, kasus suap jaksa, DPRD atau kepala -
kepala daerah yang nilainya hanya berkisar ratusan juta rupiah. Apalah
artinya ratusan juta rupiah dibandingkan dengan triliunan? Bukankah misi
KPK adalah menyelamatkan keuangan negara? Tentu lebih banyak yang dapat
diselamatkan berarti kinerja KPK baru dapat dikatakan sukses?
Padahal, lembaga antikorupsi itu telah menjadi andalan publik untuk
mengungkap jaringan korupsi besar. Terlebih yang melibatkan orang-orang
penting di Tanah Air. KPK sejatinya menjadi lembaga yang khusus
menangani kasus korupsi besar terutama di sektor penerimaan negara. Kita
tentu tak ingin KPK malah sibuk mengurusi maling ayam atau kambing,
padahal ada kasus lain yang lebih layak untuk ditangani.
Dan sigap mengungkap mega kasus korupsi yang telah merugikan negara
triliunan. Bukannya malah menjadi lembaga mubazir dengan biaya
operasional yang tinggi namun minim hasil. Bukankah kewenangan KPK yang
super power sudah lebih dari cukup untuk melakukan itu semua, lalu apa
yang ditunggu?
*http://hukum.kompasiana.com/2013/06/07/kpk-lembaga-bintang-lima-kasus-kaki-lima-566355.html
DPD PKS Siak - Download Android App