Karena Berani, Mantan Ketua KPK Antasari Jadi Korban Konspirasi… Beda dengan KPK Sekarang!!!
By: Abul Ezz
Kamis, 06 Juni 2013
0
pkssiak.org - Sehari sebelum terbunuh, Nasrudin Zulkarnaen bertemu dengan Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat. Atas fakta ini, kubu Antasari Azhar bakal menghadirkannya dalam sidang praperadilan atas penghentian penyidikan pengirim SMS ‘gelap’ kepada Nasrudin, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (10/06).
Kuasa hukum Antasari, Boyamin Saiman menyampaikan, Anas sudah menyatakan kesediaannya bersaksi. “Ini ada SMS-nya, Pak Anas siap jadi saksi, Senin depan,” kata Boyamin di Gedung PN Jaksel, Rabu (05/06).
Manurut Boyamin, Nasrudin dan Anas bertemu di Bandung. Dalam pertemuan itu, sambungnya, tidak ada pembicaraan soal SMS ancaman dari Antasari.
“Sehari sebelum ditembak, Anas ngobrol dengan Nasrudin di Bandung. Kalau ngobrol-ngobrol seharusnya kan kalau ada SMS ancaman pembunuhan dan dia ketakutan pasti cerita dengan orang dekatnya. Tapi ini enggak, malah Nasrudin minta ketemuan lagi minggu depannya di Jakarta,” tutur Boyamin.
Pada akhir bulan April, tim kuasa hukum Antasari Azhar mendaftarkan permohonan pemeriksaan praperadilan atas penghentian penyidikan pengirim SMS ‘gelap’ kepada Nasrudin Zulkarnaen ke PN Jaksel. Mereka meminta agar majelis hakim memutus supaya polisi melanjutkan pengusutan kasusnya.
Menurut Boyamin, permohonan pemeriksaan praperadilan ini ditujukan ke Polri. Boyamin mengatakan termohon tidak melakukan rangkaian penyelidikan dan atau penyidikan terhadap laporan pemohon padahal telah ada tanda bukti laporan no TBL/345/VIII/2011/BARESKRIM tanggal 25 Agustus 2011 terhadap laporan Kepolisian No Pol : LP/555/VIII/2011/BARESKRIM. Laporan dengan tuduhan Pasal 35 UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Penyidikan atas laporan tersebut tidak mendapat respon dari kepolisian. Padahal menurut Boyamin jika polisi berhasil mengungkap siapa sebenarnya yang mengirim SMS tersebut, maka hal itu bisa dijadikan bukti baru bagi Antasari untuk mengajukan PK atas perkaranya.
Boyamin mengatakan, pihak Antasari menyebut SMS tersebut ‘gelap’ karena tidak diketahui siapa pengirimnya. Menurutnya tuduhan bahwa Antasari mengirim SMS tersebut ke PT Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nazrudin Zurkarnain yang tewas ditembak itu adalah tidak benar.
Adapun SMS yang dipersoalkan Antasari itu berbunyi ‘Maaf mas masalah ini yang tahu kita berdua, kalau sampai
terblow up tahu konsekuensinya’. SMS tersebut dikirim ke Nasrudin pada awal Februari 2009 lalu sebelum Nasrudin terbunuh. SMS
tersebut yang kemudian dijadikan sebagai dakwaan Jaksa Penuntut Umum
(JPU) dalam sidang dakwaan Antasari Azhar yang kemudian dijadikan dasar
dan menyatakan Antasari sebagai penganjur atau otak terbunuhnya
Nasrudin.
Kuasa hukum Antasari lainnya, Juniver Girsang mengatakan hasil analisis ahli Informasi dan Teknologi (IT) Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, SMS tersebut bukan berasal dari HP milik Antasari.
“Pak Agung Harsoyo di depan persidangan di bawah sumpah menerangkan bahwa pada CDR (Call Data Record) nomor telepon atas nama Almarhun Nasrudin Zulkarnaen tidak terbukti ada nomor HP Antasari Azhar, sehingga dapat disimpulkan bahwa SMS ancaman tersebut bukan berasal dari HP milik Antasari Azhar,” papar Jeniver.
Antasari kini narapidana penjara 18 tahun Lapas Pria Klas 1 Tangerang akibat vonis yang sudah berkekuatan hukum tetap, dalam perkara pembunuhan Nasrudin. Salah satu poin pembuktian bahwa Antasari sebagai otak adalah SMS ancaman tersebut.
Saat membacakan materi gugatan di PN Jaksel, Antasari dengan tegas mengatakan bahwa penyidik Mabes Polri selaku termohon tidak pernah menindaklanjuti laporan yang diajukannya untuk membongkar siapa sebenarnya pengirim SMS bernada ancaman kepada mendiang Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB), Nasruddin Zulkranaen. Antasari mengaku tidak pernah mengirimkan SMS tersebut.
Antasari dalam dalil di materi gugatannya, menilai bahwa pihak polri ternyata tidak pernah memeriksa pemohon sebagai saksi pelapor atau korban atau memeriksa saksi-saksi lain berkaitan laporan a quo. Bahkan melakukan penyitaan terhadap surat atau berkas alat bukti lain berkaitan dengan laporan tersebut.
Antasari menambahkan, seharusnya, sesuai aturan, penyidik yang menerima laporan wajib segera menindaklanjuti laporan, sehingga dengan tak memproses laporan tersebut, jelas termohon telah menghentikan penyelidikan secara tidak sah.
Sementara itu, pihak Mabes Polri mengatakan, penyelidikan SMS itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. “Ini kan elektronik, jadi membutuhkan waktu yang lama, bagaimana perkembangan penyelidikannya, mengumpulkan bukti itu membutuhkan waktu. Penyelidikan itu bisa cepat bisa juga lambat,” kata kuasa hukum Mabes Polri AKBP W Marbun kepada wartawan.
Menurut Marbun, hingga saat ini kasus SMS tersebut masih terus diselidiki Polda Metro Jaya. Dia membantah polisi sudah menghentikan pengusutan. “Penyelidikan masih dilakukan, Polda Metro tidak dihentikan,” ungkapnya.[baratamedia.com]
Kuasa hukum Antasari lainnya, Juniver Girsang mengatakan hasil analisis ahli Informasi dan Teknologi (IT) Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, SMS tersebut bukan berasal dari HP milik Antasari.
“Pak Agung Harsoyo di depan persidangan di bawah sumpah menerangkan bahwa pada CDR (Call Data Record) nomor telepon atas nama Almarhun Nasrudin Zulkarnaen tidak terbukti ada nomor HP Antasari Azhar, sehingga dapat disimpulkan bahwa SMS ancaman tersebut bukan berasal dari HP milik Antasari Azhar,” papar Jeniver.
Antasari kini narapidana penjara 18 tahun Lapas Pria Klas 1 Tangerang akibat vonis yang sudah berkekuatan hukum tetap, dalam perkara pembunuhan Nasrudin. Salah satu poin pembuktian bahwa Antasari sebagai otak adalah SMS ancaman tersebut.
Saat membacakan materi gugatan di PN Jaksel, Antasari dengan tegas mengatakan bahwa penyidik Mabes Polri selaku termohon tidak pernah menindaklanjuti laporan yang diajukannya untuk membongkar siapa sebenarnya pengirim SMS bernada ancaman kepada mendiang Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB), Nasruddin Zulkranaen. Antasari mengaku tidak pernah mengirimkan SMS tersebut.
Antasari dalam dalil di materi gugatannya, menilai bahwa pihak polri ternyata tidak pernah memeriksa pemohon sebagai saksi pelapor atau korban atau memeriksa saksi-saksi lain berkaitan laporan a quo. Bahkan melakukan penyitaan terhadap surat atau berkas alat bukti lain berkaitan dengan laporan tersebut.
Antasari menambahkan, seharusnya, sesuai aturan, penyidik yang menerima laporan wajib segera menindaklanjuti laporan, sehingga dengan tak memproses laporan tersebut, jelas termohon telah menghentikan penyelidikan secara tidak sah.
Sementara itu, pihak Mabes Polri mengatakan, penyelidikan SMS itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. “Ini kan elektronik, jadi membutuhkan waktu yang lama, bagaimana perkembangan penyelidikannya, mengumpulkan bukti itu membutuhkan waktu. Penyelidikan itu bisa cepat bisa juga lambat,” kata kuasa hukum Mabes Polri AKBP W Marbun kepada wartawan.
Menurut Marbun, hingga saat ini kasus SMS tersebut masih terus diselidiki Polda Metro Jaya. Dia membantah polisi sudah menghentikan pengusutan. “Penyelidikan masih dilakukan, Polda Metro tidak dihentikan,” ungkapnya.[baratamedia.com]
DPD PKS Siak - Download Android App