Select Menu

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

Selasa, 04 Juni 2013

Anggaran Bencana di Daerah Sangat Minim

pkssiak.org, Jakarta - Datangnya bencana seringkali tidak dapat diprediksi, namun mengantisipasi penanggulangan bencana sangat mungkin dilakukan. Sayang sekali, kedua hal ini justru belum nampak maksimal dilakukan di Indonesia.
“Dengan adanya otonomi daerah, setiap propinsi maupun kota kabupaten memiliki kewenangan sendiri dalam mengatur anggaran penanggulangan bencananya, tetapi sayang sekali sebagian besar Pemprov maupun Pemkot/kab hanya menganggarkan kurang dari 1% saja untuk anggaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mereka,” kata Ledia Hanifa Amaliah, anggota komisi VIII DPR RI usai mengikuti rapat kerja dengan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional, Senin (3/6).
Sebagai contoh, DKI Jakarta yang memiliki APBD 26 Triliun Rupiah ternyata menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hanya menganggarkan 8M atau tak lebih dari 0,03 persen untuk anggaran penanggulangan bencana, meskipun banjir sudah hampir dapat dikatakan menjadi bencana rutin bagi DKI Jakarta.
Ledia lantas mengingatkan kembali betapa Indonesia memiliki potensi bencana yang cukup tinggi. Posisi geografis pada pertemuan empat lempeng tektonik dan dilalui garis sabuk vulkanik misalnya meningkatkan potensi bencana letusan gunung merapi, gempa bumi, tanah longsor dan tsunami. Belum lagi bencana-bencana seperti banjir, kebakaran hutan yang seringkali sangat erat terkait perilaku manusia yang serampangan mengelola alam dan lingkungan.
“Maka anggaran yang kecil berakibat begitu terjadi bencana yang membutuhkan dana besar dan segera, setiap daerah lari ke pusat, ke BNPB yang anggarannya juga tidak besar tetapi harus dibagi ke seluruh Indonesia. Belum lagi pencairannya juga tidak bisa seketika, yang mengakibatkan sering terhambatnya bantuan ke daerah bencana. Pada akhirnya yang nampak adalah statusnya otonomi daerah tetapi soal anggaran bencana sangat bergantung pada pusat.”
Selain anggaran yang kurang memadai, kesiapan relawan siaga bencana juga harus ditingkatkan. Tak hanya butuh pelatihan yang rutin, intens dan terencana, koordinasi antar kelembagaan juga harus dikuatkan.
“Relawan siaga bencana di daerah semestinya menjadi ujung tombak pertama dalam setiap kejadian bencana. Sehingga mereka sangat perlu dilatih untuk memiliki ketrampilan penanggulangan bencana yang tinggi. Dan mengingat BNPB memiliki relawan siaga bencana, Kemensos memiliki relawan Tagana dan juga Kementrian PU serta beberapa lembaga lain punya relawan bencananya sendiri-sendiri, semua sumberdaya ini tentu harus disinergiskan agar menjadi kuat dalam bekerja sama dan bukannya saling tunggu atau jalan sendiri-sendiri.”
Aleg FPKS ini lantas mencontohkan bencana alam di Garut dimana tim siaga bencana BNPB justru tiba lebih dahulu dan bergerak memberi bantuan. “Persoalannya ya dua hal itu, masalah dana dan masalah ketidaksiapan relawan daerah. Ironi sekali.”
Karena itu lanjut Ledia setiap daerah semestinyalah memiliki peta bencana, memiliki realawan siaga bencana yang disiapkan khusus dan mengalokasi secara memadai anggaran penanggulangan bencana.
“Tentu saja berbagi tugas dengan pusat adalah keniscayaan misalnya untuk hal-hal yang besar seperti penyiapan relawan bencana secara masiv berbasis peta daerah bencananya.
Tetapi intinya jangan hanya mengandalkan APBN. Sebab, tanggungjawab pertama saat terjadi bencana sesungguhnya berada di tangan pemerintah daerahnya,” tegas Ledia. (FPKS/kabarpks)
0 Comments
Tweets
Komentar