pkssiak.org - Kepada
para wanita yang belum menikah, penantian adalah hal yang pasti
dilalui, entah itu lama atau sebentar. Dalam masa penantian itu, ada
banyak hal yang mencuat dalam benak dan perjalanannya. Kebosanan, putus
asa, atau bahkan kesabaran dan tawakal yang mengiringi setiap detiknya.
Jenuh, kadang itu yang terlontar, pun tak ingin pula jika moment penentu
masa depan kita itu juga kita lalui dengan sembarangan orang walaupun
terkadang banyak faktor yang membuat kita harus terburu-buru untuk
segera menikah. Tuntutan umur, keluarga, atau bahkan “intimidasi” adat
dan tradisi. Akhirnya, tidak sedikit muslimah yang terpaksa menikah
dengan orang yang tidak diinginkan, entah karena akhlaknya atau alasan
lainnya.
Tentang penantian, sepertinya ada sebuah lirik seorang penyair yang bisa
kita toleh, bisa menjadi masukan... Ebiet G.A.D. Ada dua pilihan yang
bisa kita lakukan dalam masa penantian: menoreh manfaat atau merugikan
diri.
Menunggu ada kalanya terasa mengasyikkan, banyak waktu kita miliki untuk berfikir
Sendiri seringkali sangat kita perlukan, meneropong masa silam yang telah terlewat
Mungkin ada apa yang kita cari, masih tersembunyi di lipatan waktu yang tertinggal
Mungkin ada apa yang kita kejar, justru tak terjamah saat kita melintas
Jika kita manfaatkan masa-masa penantian itu dengan positif, banyak hal
yang bisa kita lakukan, entah untuk muhasabah atau pun meng-upgrade diri
agar lebih berkualitas. Begitu pun sebaliknya, seperti pada syair
selanjutnya.
Menunggu lebih terasa beban yang membosankan, banyak waktu kita terbuang tergilas cuaca
Sendiri seringkali sangat menyakitkan, meneropong masa depan dari sisi yang gelap
Mungkin ada apa yang kita takuti, justru t'lah menghadang di lembaran hari-hari nanti
Mungkin ada apa yang kita benci, justru t'lah menerkam menembusi seluruh jiwa kita
Mungkin ada apa yang kita takuti, justru t'lah menghadang di lembaran hari-hari nanti
Mungkin ada apa yang kita benci, justru t'lah menerkam menembusi s'luruh jiwa kita
Jika kita manfaat waktu penantian itu dengan hal yang negatif, bisa jadi kita justru terkalahkan oleh waktu itu sendiri.
Memang seharusnya kita tak membuang semangat masa silam
Bermain dalam dada, setelah usai mengantar kita tertatih-tatih sampai di sini
Di akhir lirik tersebut ada pesan terakhir yang diselipkan tentang
semangat masa silam yang mengantarkan kita menjadi seperti sekarang,
untuk tak membuang semangat itu sehingga kita tetap bertahan menjadi
lebih baik hingga hari ini.
Bait syair Ebit mungkin memberi inspirasi bagi kita. Namun ada inspirasi
yang jauh lebih hebat untuk menjadi pegangan kita dalam penantian.
Inspirasi itu tidak lain adalah surat cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala
pada hamba-hambaNya yang beriman :
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya
kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada
beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di
waktu fajar).” (QS. Ath Thuur: 48-49)
Dalam ayat tersebut, Allah mengarahkan Rasulullah dan kaum mukminin
untuk bersabar. “Yakni bersabarlah terhadap gangguan mereka (orang-orang
jahiliyah, kafir quraisy)” terang Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Sayyid
Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an merinci lebih luas: “bersabar
dalam menghadapi kesulitan, pendustaan dan cacian. Juga bersabar di
jalan dakwah yang berat lagi panjang seraya menyerahkan persoalan kepada
keputusan Allah”
Kata-kata Sayyid Quthb pada kalimat terakhir itulah yang perlu
digarisbawahi dalam mengambil inspirasi penantian dari ayat ini:
bersabarlah seraya menyerahkan persoalan kepada Allah. Sabar dan
tawakal.
Langkah penantian seperti itulah yang dicontohkan Fatimah. Sebenarnya,
Fatimah mencintai Ali. Tetapi ia diam. Ia tak pernah mengatakannya, juga
tak pernah menjadikan alasan itu untuk menolak lelaki shalih yang lebih
dulu datang melamarnya. Sebab ia tak tahu ketentuan Allah kelak seperti
apa.
Jika kemudian Abu Bakar melamar Fatimah dan ditolak, Umar melamar juga
ditolak, yang menolak adalah Rasulullah, bukan Fatimah. Sampai kemudian
ketika Ali melamar Fatimah, Rasulullah menyetujuinya: ahlan wa sahlan.
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali
jatuh cinta pada seorang pemuda ” kata Fatimah kepada Ali setelah
keduanya menjadi suami istri.
“Kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan siapakah pemuda
itu?” Ali balik bertanya. Ia terkejut dengan apa yang didengarnya dari
istri tercinta.
“Ya, karena pemuda itu adalah dirimu” jawab Fatimah sambil tersenyum.
Bisakah kita seperti Fatimah? Merangkai 3 hal dalam masa penantian,
seperti petunjuk Allah dalam ayat di atas: bersabar, bertasbih, dan
shalat malam. [Gresia Divi/bersamadakwah]
PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT
BERITA SIAK
FIQIH
SIROH
Kesehatan
Saintek
Video Pilihan
Jumat, 03 Mei 2013
0 Comments
Tweets
Terpopuler
- Lingkaran Cinta | Catatan Liqo' Akhwat
- PKS Kota Padang Raih Dua Besar
- Gatot: "PKS Tidak Memiliki Media Besar, Kitalah Media Bagi Masyarakat" | Pembekalan Relawan
- Ternyata Istri Kritikus PKS Burhanudin Muhtadi itu Kader PKS
- Anis Matta Sowan Ulama dan Menyapa Masyarakat Jatim
- "Kisah Cinta Anis Matta dan Gadis Hongaria" | PART II
- Markarius Anwar: Account FB “Ayat Cahyadi-Ade Hartati” Bukan Setingan PKS