Semut Saja Bisa Husnudzon, Kenapa Kita Tidak?
By: admin
Senin, 27 Mei 2013
0
pkssiak.org - Kita
memahami kandungan Al Quran dengan tiga hal, tafsir, tadabbur dan ibroh. Setiap
peristiwa yang Allah beritakan di dalam Al Qur’an tentu ada hikmahnya, maka
memahaminya melalui tiga hal di atas. Pertama kita harus fahami dari tafsir
yang telah para ulama jelaskan di kitab-kitab mereka. Kedua, fahami dengan
mentadabburi ayat tersebut, menggali makna yang tersirat dan menghubungkannya
dengan konteks saat ini. Ketiga, memahami dengan ibroh. Misalkan kita sedang
menjalani suat peristiwa tertentu, di dalam Al Qur’an kita menemukan ada
peristiwa yang mirip. Maka, kita dapat mengambil ibroh dari peristiwa tersebut.
Bahkan, kita juga harus belajar dari hewan yang Allah ciptakan. Mengapa?? Sebab, Allah menciptakan seluruh alam dan seisinya ini tidaklah dengan sia-sia. Semuanya diperuntukan bagi manusia untuk dijadikan pelajaran. Allah berfirman:
Dan tidakkah mereka fikirkan bagaimana Allah memulai (mengawali) pembuatan makhluk, kemudian Ia akan ulangi pembuatan itu? Sesungguhnya yang demikian itu mudah atas Allah. (Surat 29 Al ‘Ankabut Ayat: 19)
Katakanlah : berjalanlah kamu di bumi, lantas perhatikan bagaimana Ia telah memulai pembuatan (pembikinan), kemudian Allah akan adakan Kejadian yang lain, sesungguhnya Allah amat berkuasa atas tiap-tiap sesuatu. (Surat 29 Al ‘Ankabut Ayat: 20)
Melalui dua ayat di atas, sangat jelas bahwa Allah memerintahkan kita untuk berfikir (belajar) dari penciptaan manusia. Dua ayat di atas adalah dua contoh pelajaran dari fenomena kehidupan. Ada banyak fenomena kehidupan yang lain.
Salah satu kisah yang dapat kita ambil pelajaran adalah tentang semut dan Nabi Sulaiman. Selama ini yang kita pelajari dari ayat tersebut hanyalah tentang kelebihan Nabi Sulaiman, memang itu adalah mu’jizat beliau. Akan tetapi, mu’jizat tidak dapat kita pelajari. Apa yang dapat kita pelajari dari kisah tersebut? Berikut ayat yang dimaksud dan masri kita tadabburi.
hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari"; (QS. An-Naml: 18)
Ada pelajaran yang dapat kita petik dari ayat ini, khususnya bagi para aktivis pergerakan islam.
Bahkan, kita juga harus belajar dari hewan yang Allah ciptakan. Mengapa?? Sebab, Allah menciptakan seluruh alam dan seisinya ini tidaklah dengan sia-sia. Semuanya diperuntukan bagi manusia untuk dijadikan pelajaran. Allah berfirman:
Dan tidakkah mereka fikirkan bagaimana Allah memulai (mengawali) pembuatan makhluk, kemudian Ia akan ulangi pembuatan itu? Sesungguhnya yang demikian itu mudah atas Allah. (Surat 29 Al ‘Ankabut Ayat: 19)
Katakanlah : berjalanlah kamu di bumi, lantas perhatikan bagaimana Ia telah memulai pembuatan (pembikinan), kemudian Allah akan adakan Kejadian yang lain, sesungguhnya Allah amat berkuasa atas tiap-tiap sesuatu. (Surat 29 Al ‘Ankabut Ayat: 20)
Melalui dua ayat di atas, sangat jelas bahwa Allah memerintahkan kita untuk berfikir (belajar) dari penciptaan manusia. Dua ayat di atas adalah dua contoh pelajaran dari fenomena kehidupan. Ada banyak fenomena kehidupan yang lain.
Salah satu kisah yang dapat kita ambil pelajaran adalah tentang semut dan Nabi Sulaiman. Selama ini yang kita pelajari dari ayat tersebut hanyalah tentang kelebihan Nabi Sulaiman, memang itu adalah mu’jizat beliau. Akan tetapi, mu’jizat tidak dapat kita pelajari. Apa yang dapat kita pelajari dari kisah tersebut? Berikut ayat yang dimaksud dan masri kita tadabburi.
hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari"; (QS. An-Naml: 18)
Ada pelajaran yang dapat kita petik dari ayat ini, khususnya bagi para aktivis pergerakan islam.
Semut
sebagai binatang kecil yang biasanya hidup secara berkelompok (koloni) baik di
tanah, kayu dan berbagai tempat lainnya sering kita abaikan keberadaannya.
Semut, binatang kecil yang tidak berdaya yang seringkali teraniaya. Semut,
binatang kecil yang bagi sebagian orang menganggapnya sebagai parasit bahkan
mungkin menjijikan.
Tapi tahukah kita bahwa dari ayat di atas, semut telah mengajarkan kebijaksaan yang begitu besar. Kalimat "sedangkan mereka tidak menyadari" merupakan kalimat prasangka. Namun, luar biasanya adalah prasangka semut adalah prasangka baik.
Ya, prasangka baik atau husnudzon adalah salah satu hal yang ditekankan kepada kita kaum muslimin. Berprasangka baik kepada siapa? Kepada Allah dan kepada saudara seiman kita,
Tapi tahukah kita bahwa dari ayat di atas, semut telah mengajarkan kebijaksaan yang begitu besar. Kalimat "sedangkan mereka tidak menyadari" merupakan kalimat prasangka. Namun, luar biasanya adalah prasangka semut adalah prasangka baik.
Ya, prasangka baik atau husnudzon adalah salah satu hal yang ditekankan kepada kita kaum muslimin. Berprasangka baik kepada siapa? Kepada Allah dan kepada saudara seiman kita,
Bukankah di dalah hadits qudsi Allah sudah nyatakan bahwa: “Aku, sebagaimana prasangka hamba-Ku.”
Maka, berprasangka baik kepada Allah adalah kewajiban yang harus kita penuhi setiap saat, dan dimanaoun kita berada.
Seorang kader dakwah walaupun berbeda fikrah selama tidak menyimpang dari rambu-rambu Al Quran dan Sunnah rasul-Nya semestinya juga mengikuti apa yang semut lakukan. Biarkanlah mereka bergerak sesuai dengan alurnya masing-masing, berprasangka baik dan tidak saling mengganggu, tidak saling menghujat, tidak saling menjelekan. Tentu semua akan lebih indah. Pada akhirnya kita akan bertemu pada muara yang sama, mengharap keridhaan Allah.
Terkadang, kita terlalu ekstrim sehingga mentakfir saudara kita, menjugde sesat gerakan lain dan malah membela yang tidak jelas bahkan yang bukan saudara seiman.
Berprasangka baik adalah kewajiban, kewajiban kita kepada Allah, kewajiban kepada saudara seiman kita. Bertengkar antar gerakan justeru mengabaikan prinsip ukhuwah dan terjebak pada fanatisme kelompok bukan pada ajaran agama. Pada akhirnya, jama’ah kita menjadi jama’ah kontra produktif yang tidak melahirkan gerakan besar.
Elly Sumantri, S.Pd
Maka, berprasangka baik kepada Allah adalah kewajiban yang harus kita penuhi setiap saat, dan dimanaoun kita berada.
Seorang kader dakwah walaupun berbeda fikrah selama tidak menyimpang dari rambu-rambu Al Quran dan Sunnah rasul-Nya semestinya juga mengikuti apa yang semut lakukan. Biarkanlah mereka bergerak sesuai dengan alurnya masing-masing, berprasangka baik dan tidak saling mengganggu, tidak saling menghujat, tidak saling menjelekan. Tentu semua akan lebih indah. Pada akhirnya kita akan bertemu pada muara yang sama, mengharap keridhaan Allah.
Terkadang, kita terlalu ekstrim sehingga mentakfir saudara kita, menjugde sesat gerakan lain dan malah membela yang tidak jelas bahkan yang bukan saudara seiman.
Berprasangka baik adalah kewajiban, kewajiban kita kepada Allah, kewajiban kepada saudara seiman kita. Bertengkar antar gerakan justeru mengabaikan prinsip ukhuwah dan terjebak pada fanatisme kelompok bukan pada ajaran agama. Pada akhirnya, jama’ah kita menjadi jama’ah kontra produktif yang tidak melahirkan gerakan besar.
Elly Sumantri, S.Pd
DPD PKS Siak - Download Android App