PKS dan Kyai Kampung
By: Abul Ezz
Senin, 20 Mei 2013
0
pkssiak.org - Hebohnya pemberitaan tentang kecurigaan berbagai pihak terhadap
aset-aset yang dimiliki PKS mengingatkan saya kepada seorang kiyai
kampung yang kegiatan sehari-harinya mengajar di madrasah dan juga
menjadi imam tetap di masjid kampungnya.
Awalnya hubungan beliau dengan warganya sangat harmonis karena hidup beliau memang dihabiskan untuk mengabdi kepada masyarakat, mengajar dan mendidik warganya siang malam tanpa kenal lelah, sehingga pengabdian beliau ini sangat diapresiasi oleh warga setempat dan beliau cukup dicintai dan disegani.
Hingga pada suatu waktu ketika pak kiyai memberangkatkan putranya ke Cairo untuk belajar di Univ. Al-Azhar, mulailah kasak-kusuk dari sebagian warga yang tidak habis pikir dari mana pak kiyai membiayai keberangkatan putranya tersebut yang tentunya memerlukan puluhan juta rupiah. Belum terjawab tanda-tanya ini, pada tahun berikutnya pak kiyai juga menyekolahkan anaknya yang lain di UNAIR, dan tahun berikutnya lagi anak yang satunya lagi di terima di UGM. Belum lagi anak-anaknya yang belajar di pesantren ada juga yang masih di SLTP dan di SD. Kalau di hitung-hitung menurut logika orang kampung untuk menyekolahkan anak-anaknya pak kiyai tersebut paling tidak harus punya penghasilan tidak kurang dari sepuluh juta rupiah perbulan.
Inilah yang membuat masyarakat tak habis pikir, dari mana pak kiyai mendapatkan uang sebanyak itu? Merekapun memutar otak, meneliti dan menyelidik. Sebagian mereka ada yang husnudzzon. Mereka bilang: mungkin saja pak kiyai dicukupi rezekinya oleh Allah karena beliau rajin ibadah dan banyak berkorban untuk masyarakatnya. Namun ada juga yang menduga-duga bahkan menfitnah bahwa pak kiyai telah menilep uang madrasah dan uang masjid, walaupun dugaan mereka ini sama sekali tidak beralasan bahkan tidak masuk akal, sebab mereka tahu bahwa uang madrasah hanya dari SPP siswa yang tidak cukup untuk menggaji guru-gurunya, demikian juga uang masjid hanya dari kotak amal yang diedarkan setiap jum’at yang biasanya diisi uang receh seratus sampai seribu perak. Bahkan kalau seandainya semua uang tersebut diambil oleh pak kiyai pun tidak cukup untuk membiayai satu orang anaknya apalagi seluruhnya. Namun karena mereka tidak mampu berpikir lebih dari itu, maka hal yang tidak masuk akal pun mereka tuduhkan.
Merasa gerah dengan isu-isu yang menyebar di masyarakat, pihak keluarga pak kiyai mengklarifikasi bahwa ketiga anak kiyai yang kuliyah di dalam maupun di luar negeri tidak dibiayai oleh kiyai alias mendapat beasiswa. Apa itu beasiswa? Tidak ada warga yang paham, dan setelah dijelaskan pun mereka tidak ada yang percaya; sebab sepengetahuan mereka tidak ada di negeri ini sekolah yang gratis, apalagi di luar negeri. Yang mereka tahu di desa sebelah ada satu orang yang mampu menyekolahkan anaknya ke luar negeri, itu pun pengusaha kaya yang konon mengeluarkan biaya puluhan juta untuk membiayai anaknya tersebut. Adapun kuliah di dalam negeri semua pada mafhum berapa juta biaya yang diperlukan, sehingga ada beberapa anak warga yang terpaksa meninggalkan bangku kuliyah karena tidak ada biaya, bahkan tidak sedikit yang hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai SLTA bahkan hanya SLTP dan SD.
Pak kiyai pun menyikapi tuduhan-tuduhan sebagian warganya dengan tenang dan senyum. Beliau hanya bilang: biarkan saja, nanti kalau capek mereka akan berhenti sendiri. Beliau maklum bahwa akal warganya tidak mampu untuk memahami apa itu beasiswa? Karena mereka belum pernah mendengar dan belum pernah melihat.
Rupanya kasus PKS mirip dengan kisah kiyai kampung tersebut. Melihat PKS punya aset-aset yang tak kalah dengan partai-partai besar dan juga sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang menelan biaya besar, publik pun tak habis pikir dari mana PKS mendapatkan dana? Maka serta-merta tuduhan pun diarahkan ke PKS, apalagi kalau bukan korupsi? Sebab PKS tidak memiliki pengusaha sekelas ARB atau SP atau HT dan lainnya. Mereka menuduh PKS tidak transparan terkait masalah keuangan padahal sumber dana PKS sudah beberapa kali diumumkan ke publik. Namun para politikus, para pengamat sampai para pakar ekonomi tidak jauh beda dengan warga di kampung pak kiyai. Logika mereka tidak mampu untuk memahami dan menerima fakta bahwa PKS punya sumber dana yang sangat besar yaitu infak dari para kader yang setiap bulannya mencapai puluhan milyar. Sulit bagi mereka untuk percaya bahwa ada kader partai yang mau menyumbang partainya secara rutin karena mereka tidak melihat hal ini di partai lain.
Maka sebagaimana pak kiyai memaklumi ketidak pahaman warganya dan hanya menyikapinya dengan senyum dan doa: Allahummahdi qaumi fainnahum laa ya’lamuun. Begitu juga PKS perlu memaklumi pihak-pihak yang tidak mampu memahami sumber dana PKS dan menyikapinya dengan bijak, penuh kesabaran dan juga doa semoga mereka mengerti.[kompasiana]
Awalnya hubungan beliau dengan warganya sangat harmonis karena hidup beliau memang dihabiskan untuk mengabdi kepada masyarakat, mengajar dan mendidik warganya siang malam tanpa kenal lelah, sehingga pengabdian beliau ini sangat diapresiasi oleh warga setempat dan beliau cukup dicintai dan disegani.
Hingga pada suatu waktu ketika pak kiyai memberangkatkan putranya ke Cairo untuk belajar di Univ. Al-Azhar, mulailah kasak-kusuk dari sebagian warga yang tidak habis pikir dari mana pak kiyai membiayai keberangkatan putranya tersebut yang tentunya memerlukan puluhan juta rupiah. Belum terjawab tanda-tanya ini, pada tahun berikutnya pak kiyai juga menyekolahkan anaknya yang lain di UNAIR, dan tahun berikutnya lagi anak yang satunya lagi di terima di UGM. Belum lagi anak-anaknya yang belajar di pesantren ada juga yang masih di SLTP dan di SD. Kalau di hitung-hitung menurut logika orang kampung untuk menyekolahkan anak-anaknya pak kiyai tersebut paling tidak harus punya penghasilan tidak kurang dari sepuluh juta rupiah perbulan.
Inilah yang membuat masyarakat tak habis pikir, dari mana pak kiyai mendapatkan uang sebanyak itu? Merekapun memutar otak, meneliti dan menyelidik. Sebagian mereka ada yang husnudzzon. Mereka bilang: mungkin saja pak kiyai dicukupi rezekinya oleh Allah karena beliau rajin ibadah dan banyak berkorban untuk masyarakatnya. Namun ada juga yang menduga-duga bahkan menfitnah bahwa pak kiyai telah menilep uang madrasah dan uang masjid, walaupun dugaan mereka ini sama sekali tidak beralasan bahkan tidak masuk akal, sebab mereka tahu bahwa uang madrasah hanya dari SPP siswa yang tidak cukup untuk menggaji guru-gurunya, demikian juga uang masjid hanya dari kotak amal yang diedarkan setiap jum’at yang biasanya diisi uang receh seratus sampai seribu perak. Bahkan kalau seandainya semua uang tersebut diambil oleh pak kiyai pun tidak cukup untuk membiayai satu orang anaknya apalagi seluruhnya. Namun karena mereka tidak mampu berpikir lebih dari itu, maka hal yang tidak masuk akal pun mereka tuduhkan.
Merasa gerah dengan isu-isu yang menyebar di masyarakat, pihak keluarga pak kiyai mengklarifikasi bahwa ketiga anak kiyai yang kuliyah di dalam maupun di luar negeri tidak dibiayai oleh kiyai alias mendapat beasiswa. Apa itu beasiswa? Tidak ada warga yang paham, dan setelah dijelaskan pun mereka tidak ada yang percaya; sebab sepengetahuan mereka tidak ada di negeri ini sekolah yang gratis, apalagi di luar negeri. Yang mereka tahu di desa sebelah ada satu orang yang mampu menyekolahkan anaknya ke luar negeri, itu pun pengusaha kaya yang konon mengeluarkan biaya puluhan juta untuk membiayai anaknya tersebut. Adapun kuliah di dalam negeri semua pada mafhum berapa juta biaya yang diperlukan, sehingga ada beberapa anak warga yang terpaksa meninggalkan bangku kuliyah karena tidak ada biaya, bahkan tidak sedikit yang hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai SLTA bahkan hanya SLTP dan SD.
Pak kiyai pun menyikapi tuduhan-tuduhan sebagian warganya dengan tenang dan senyum. Beliau hanya bilang: biarkan saja, nanti kalau capek mereka akan berhenti sendiri. Beliau maklum bahwa akal warganya tidak mampu untuk memahami apa itu beasiswa? Karena mereka belum pernah mendengar dan belum pernah melihat.
Rupanya kasus PKS mirip dengan kisah kiyai kampung tersebut. Melihat PKS punya aset-aset yang tak kalah dengan partai-partai besar dan juga sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang menelan biaya besar, publik pun tak habis pikir dari mana PKS mendapatkan dana? Maka serta-merta tuduhan pun diarahkan ke PKS, apalagi kalau bukan korupsi? Sebab PKS tidak memiliki pengusaha sekelas ARB atau SP atau HT dan lainnya. Mereka menuduh PKS tidak transparan terkait masalah keuangan padahal sumber dana PKS sudah beberapa kali diumumkan ke publik. Namun para politikus, para pengamat sampai para pakar ekonomi tidak jauh beda dengan warga di kampung pak kiyai. Logika mereka tidak mampu untuk memahami dan menerima fakta bahwa PKS punya sumber dana yang sangat besar yaitu infak dari para kader yang setiap bulannya mencapai puluhan milyar. Sulit bagi mereka untuk percaya bahwa ada kader partai yang mau menyumbang partainya secara rutin karena mereka tidak melihat hal ini di partai lain.
Maka sebagaimana pak kiyai memaklumi ketidak pahaman warganya dan hanya menyikapinya dengan senyum dan doa: Allahummahdi qaumi fainnahum laa ya’lamuun. Begitu juga PKS perlu memaklumi pihak-pihak yang tidak mampu memahami sumber dana PKS dan menyikapinya dengan bijak, penuh kesabaran dan juga doa semoga mereka mengerti.[kompasiana]
DPD PKS Siak - Download Android App