PKS dan Badai Konspirasi
By: Abul Ezz
Minggu, 19 Mei 2013
0
pkssiak.org - Mari
sejenak kita berbalik (set back) ke belakang di saat PKS mulai ramai
diberitakan media masa. Saat itu adalah saat ketika kita semua
dikagetkan dengan penangkapan Ustadz LHI oleh KPK. Kita semua kaget dan
kebanyakan bertanya-tanya tentang kebenaran fakta dibalik alasan
penangkapan tersebut.
Syahdan,
kemudian orkestra pun segera mengganti lagunya yang bernada dramatis
dengan pilihan lagu bernuansa heroisme. Ustadz Muh. Anis Matta segera
mengambil alih kepemimpinan partai dengan sedikit membuat letupan dalam
orasinya dengan menyebut ‘konspirasi’ didalamnya. Ini tidak terlepas
dari peralihan lagu dramatis ke lagu bernuansa heroisme tadi.
Intinya,
ada konspirasi di balik penangkapan Ustadz LHI dan sepertinya inilah
yang ada di balik pikiran hampir semua kader. Hemat penulis anggapan
semacam ini tidak sedikit pun mengandung kesalahan kalau mengingat
banyaknya kasus-kasus korupsi dan manipulasi yang dilupakan atau dengan
kata lain dibiarkan mewangi semerbak memenuhi rongga penciuman kita.
Tetapi tiba-tiba tanpa kabar dan peringatan, tanpa isu dan gosip
katanya-katanya dan bahkan angin pun berdiam, Presiden PKS tertangkap
tangan penyuapan.
Ah!
Ini konspirasi. Ini konspirasi. Inilah yang ada di benak kita saat itu.
Dan, begitulah konteks yang tepat jika kita ingin menggunakan pilihan
kata ‘konspirasi’ dalam narasi kita. Namun, penulis ingin lebih
menekankan lagi konteks yang bagus lagi manakala kita menggunakan kata
‘konspirasi’ dalam wacana dan narasi.
Kata
konspirasi akan lebih baik penggunaannya kalau kita kompilasikan dengan
situasi atau kalimat yang lebih menegaskan akan adanya kemungkinan
sebuah konspirasi. Misalnya, Mahfud Siddiq pernah menyinggung bahwa
beliau mengetahui akan ada upaya memperkarakan si A dan si B sebelum
lebaran tiba (mungkin beliau menggunakan teknologi 4D dan wi-fi dalam
memindai informasi ini).
Lebih
menguat lagi jika seseorang dengan kekuasaan yang sangat kuat di negeri
ini misalnya melontarkan kata-kata, “Hati-hati jangan bermain-main
dengan saya!”
Nah
apa yang Antum pikirkan? Konspirasi. Konspirasi. Ada konspirasi di
balik perkara Ustadz LHI dan upaya mengaitkannya dengan kader-kader PKS
lainnya.
Konspirasi dan bahasa kita
Jangan
malu atau sungkan menggunakan kata ‘konspirasi’ dalam diksi kita saat
berwacana dan menyampaikan narasi. Sebab kata konspirasi ini sudah
dimasukkan dalam tesaurus Bahasa Indonesia jadi kita bebas
menggunakannya. Meskipun kata ini belum dimasukkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia [KBBI] (2008).
Menurut
tesaurus padanan kata konspirasi adalah intrik, kolusi, perkomplotan,
persekongkolan, dan persekutuan. Intrik menurut KBBI adalah “kabar
bohong yang sengaja disebarkan untuk menjatuhkan lawan.” Masih menurut
KBBI, kolusi adalah “kerja sama secara tersembunyi untuk tujuan tidak
terpuji,” sama artinya dengan persekongkolan. Perkomplotan artinya
“persekutuan secara rahasia untuk kejahatan.”
Kata
‘konspirasi’ perlu kita sosialisasikan penggunaannya mengingat kata ini
belum termasuk ke dalam KBBI (2008), meskipun sudah dimasukkan ke dalam
tesaurus Bahasa Indonesia.
Selain
itu kita perlu menyambut momentum yang tepat ini untuk menggunakan kata
‘konspirasi’ sebagai bagian dari kecanggihan berbahasa kita. Mengapa?
Karena penulis khawatir masa-masa ini akan segera berakhir, ketika tidak
ada lagi kata ‘konspirasi’ disebabkan kemunculan era teknologi nirkabel
yang mampu memindai dan menerjemahkan apa yang ada dibalik pikiran
seseorang yang akan melakukan konspirasi.
Di
masa depan tidak akan ada lagi konspirasi karena semua orang akan mampu
menyadap dan memindai semua informasi cukup dengan cara duduk
bersebelahan, pastikan tersedia sambungan nirkabel (wi-fi), maka semua
informasi yang ada di otak kita akan terpetakan secara jelas. Selamat
datang era informasi keterbukaan tanpa konspirasi!
Maka,
gunakan kecanggihan bahasa kita menggunakan kata konspirasi selagi
bisa. Sebab di era keterbukaan kata konspirasi tidak akan disebut lagi.
Kata ini akan segera digantikan kata lain yang lebih tepat dan sesuai
dengan zamannya.
Penulis
memang sedikit overdosis alias lebay dalam memaknai perlunya kita
memasyarakatkan kata ‘konspirasi’ ini karena kekhawatiran akan
kehilangan momentum kita menikmati canggihnya makna kata ‘konspirasi’
sebab ia akan menghilang ketika teknologi informasi telah mampu membaca
rencana jahat dan persekongkolan seseorang atau suatu kelompok. Tidak
ada lagi konspirasi sebab segalanya dapat diantisipasi dengan membaca
semua hal yang telah terpetakan di dalam otak perencana konspirasi
melalui teknologi digital wi-fi secara real time.
Kalau
tidak yakin juga silakan tanyakan potensi ini mungkin terjadi di masa
depan pada pakar tomografi, Warsito Purwo Taruno, Ph.D. Meskipun belum
secanggih dalam bayangan penulis, akan ada teknologi yang mampu membaca
informasi yang tersimpan dalam otak manusia, kabarnya Dr. Warsito sedang
mengembangkan teknologi tomografi yang akan mampu membaca otak secara
real time. Nah, langkah selanjutnya tinggal mengembangkan bagaimana
membaca otak manusia secara nirkabel. Luar biasa! Dunia tanpa konspirasi
di depan kita.
Sejarah konspirasi
Konspirasi
menurut buku “Conspiracy Theories in American History: An Encyclopedia
(hal. 15)” yang diedit oleh Peter Knight (2007) adalah ketika sekelompok
kecil orang kuat (powerful) bergabung bersama-sama secara rahasia untuk
merencanakan dan melaksanakan perbuatan ilegal dan tidak tepat,
khususnya perbuatan yang mengganggu berlangsungnya peristiwa.
Menurut
Knight, ada kemungkinan orang memandang konspirasi dengan cara yang
berbeda-beda. Ada orang yang menganggap konspirasi adalah hal “yang
mengganggu berlangsungnya peristiwa”, sementara orang lainnya lagi
menganggap konspirasi sebagai tontonan anjing-makan-anjing (dog-eat-dog)
dari manuver politik.
Knight menyebutnya konspirasi pula jika komplotan berniat untuk melakukan tindakan tertentu dan sangat menyadari konsekuensinya.
Knight
(2007) menjelaskan bahwa dalam sejarah Amerika pernah berkembang
pemikiran konspirasi sebagai sebuah pendekatan yang disebut sejarawan
Richard Hofstadler dengan istilah “paranoid style in American politics”.
Menurut Knight, pendekatan ini menjelaskan keberadaan retorika
konspirasi sebagai suatu tanda dari sesuatu yang mirip dengan paranoia
(kecurigaan) kolektif.
Paranoia
kolektif ini tidak diartikan sebagai diagnosis klinis yang dimaksudkan
sebagai delusi (waham), melainkan hanyalah penggunaan kategori paranoia
psikologis sebagai cara untuk mengidentifikasi dan kemudian menjelaskan
ciri-cirinya.
Teori
yang menganggap konspirasi sebagai paranoia bercirikan adanya
peningkatan kecurigaan, perasaan teraniaya, proyeksi yang mengerikan
terhadap musuh yang menekan (merepresi) [fantasi yang diyakini],
ketakutan apokaliptik bahwa seluruh jalan kehidupan berada dalam
ancaman, dan secara paradoks merasakan kenyamanan dan kehebatan dalam
posisi yang terpinggirkan (termarginalkan) dalam panggung politik
[panggung sejarah], tetapi faktanya menjadi pusat perhatian meskipun
menjadi obyek dari rencana jahat terhadap kelompoknya.
Konspirasi
sebagai ‘anjing makan anjing’ (dog-eat-dog), menurut istlah Knight,
dalam panggung politik di Indonesia mungkin lebih tepat disebut sebagai
penyebab sehingga memunculkan akibatnya, yaitu yang disebut Knight
sebagai konspirasi paranoia. PKS mungkin saat ini merasakan akibat
semacam ini bahwa ada ancaman, ada marginalisasi namun secara paradoks
merasa nyaman dalam situasi ini, dan sedang menjadi pusat perhatian
publik. Sehingga PKS dan para kadernya, merasakan kewaspadaan yang luar
biasa dalam menghadapi badai politik yang sedang menerpanya. Tapi
benarkan cara berpikir seperti ini yang terjadi pada masa PKS?
‘Kepanikan moral’ dan ‘Pengkambinghitaman’
Peter
Knight juga menjelaskan tentang konspirasi sebagai bagian besar dari
pola pengkambinghitaman. Menurut pandangan konspirasi sebagai
pengkambinghitaman, konspirasi adalah adanya korban dari kampanye besar
kebencian yang dipopulerkan.
Teori
konspirasi ‘pengkambinghitaman’ berbeda dengan wacana ‘paranoid style’.
Mereka yang meyakini ‘paranoid style’ atau ‘gaya paranoid’ merasa tidak
mampu membantu diri mereka sendiri dan merasa sebagai korban dari
sebuah gaya pemikiran yang [berkabut], merasakan terlalu lama mengalah
terhadap histeria massa yang epidemi.
Sedangkan
dalam teori konspirasi ‘pengkambinghitaman’ mereka yang meyakini teori
ini atau setidaknya pemimpin kelompok yang menularkan keyakinan ini
menganggap konspirasi hanya sebagai penyebaran rumor yang tidak perlu
diyakini kebenarannya.
Teori
konspirasi ‘pengkambinghitaman’, menurut Peter Knight, dalam
perkembangan lebih lanjut mengedepankan gagasan bahwa orang yang berada
pada pusat kekuasaan (center of power) kemungkinan menciptakan
(mempromosikan) suatu ledakan populer demonologi (demon= setan) demi
kepentingan politik. Teori ini dikenal pula dengan istilah teori elitis
‘moral panics’ atau ‘kepanikan moral’ karena menunjukkan bahwa elit
dengan sengaja menyulut kepanikan moral untuk melegitimasi tindakan
represif yang sebenarnya tidak dapat diterima pihak lainnya.
Baik
teori konspirasi ‘pengkambinghitaman’ maupun teori konspirasi
‘kepanikan moral’ sesungguhnya sama-sama memberikan keuntungan dari segi
politik dan ekonomi (vested political and economic interests) dari
upaya mempromosikan keyakinan konspirasi.
Sebelum
orang mampu membaca pikiran lawan-lawan politiknya konspirasi adalah
hal yang abstrak. Bisa jadi konspirasi adalah apa yang disebut Christine
Feehan dalam bukunya “Conspiracy Game” sebagai The GhostWalker dalam
‘The GostWalker Creed’, Kredo GhostWalker sebagai berikut:
“[Kami
adalah the GhostWalkers, kami hidup dalam bayangan. Laut, bumi, dan
udara adalah domain kami. Tak ada prajurit yang jatuh tertinggal di
belakang. Kami loyal dan terikat kehormatan. Kami tak terlihat musuh dan
kami menghancurkan mereka di mana pun kami menemukan mereka. Kami
meyakini keadilan dan kami melindungi negara kami dan mereka yang tidak
dapat melindungi mereka sendiri. Kami bergerak tak terlihat, tak
terdengar, dan tak diketahui. Kami adalah GhostWalker. Ada kehormatan di
dalam bayangan dan itulah kami. Kami bergerak sangat sunyi di hutan
atau pun gurun. Kami berjalan di antara musuh kami tak terlihat dan tak
terdengar. Menyerang tanpa suara dan menghilang bersama angin sebelum
musuh mengetahui keberadaan kami. Kami mengumpulkan informasi dan
menanti dengan sangat sabar demi saat yang sempurna segera menghandirkan
keadilan. Kami adalah kasih sayang dan kekejaman. Kami tak kenal lelah
dan bertekad kuat. Kami adalah the GhostWalker dan malam adalah milik
kami].”
Bayangkanlah
konspirasi itu adalah sebuah bayangan, mereka tidak tampak kasat mata
dan mereka ada di mana-mana, mereka ada di antara kita. Para konspirator
bekerja dengan sangat loyal dan bekerja dengan kebanggaan yang penuh
dan bagi mereka pekerjaannya itu adalah sebuah kehormatan. Mereka
menyerang musuh-musuhnya tiba-tiba dan menghilang bersama angin. Mereka
tekun dan sabar mengumpulkan semua informasi yang diperlukan. Mereka
ramah dan penuh kasih sayang, tetapi juga bisa menjadi sangat kejam.
Dan, satu hal yang sangat menarik adalah bahwa mereka tidak pernah
tidur. Malam adalah waktu di mana mereka merencanakan dan melakukan
aktivitasnya.
Konspirasi di sekitar kita
Tidak
ada yang perlu kita khawatirkan dengan kehadiran konspirasi di antara
kita dan di sekitar kita. Era informasi keterbukaan kita yakini sebagai
sebab mengapa kita tidak perlu mencemaskan konspirasi. Meskipun
konspirasi itu adalah bayangan dan tidak terlihat musuh, seperti kata
Christine Feehan, namun era keterbukaan menyebabkan orang-orang
menyadari kedok-kedok konspirasi itu.
Apa
yang tidak mungkin diketahui di dunia ini. Bahkan teknologi yang tidak
mungkin saja mampu diciptakan. Oleh karena itu pakar Fisika, Albert
Einstein, menganggap justru dibalik sesuatu yang mustahil (absurd) akan
muncul suatu harapan. “If at first an idea does not sound absurd, then there is no hope for it”.
Bahkan,
pakar Fisika lainnya Michio Kaku menegaskan di masa depan kita akan
mampu membaca pikiran orang lain dan memindahkan benda-benda dengan
kekuatan pikiran kita. Artinya, di masa depan tidak ada tempat lagi bagi
bersarangnya konspirasi di muka bumi ini. Semua akan dengan mudah kita
baca dan kita lakukan perlawanan jika ada seseorang atau sekelompok
orang berencana melakukan makar jahat kepada orang atau pihak lain.
Konspirasi dan dakwah
Dan,
bagi kader dakwahlah tertuju kata-kata terakhir yang disebutkan
Christine Feehan. Malam waktu di mana kita mengatur siasat dan
menyiapkan segala sesuatunya. Malam adalah waktu kita menyiapkan ruhiyah
kita dengan bermunajat kepada yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Malam adalah konspirasi kita dengan Ilahi Rabb, Pemilik semesta alam.
Hendaklah
kita suburkan pikiran dan karsa kita bahwa konspirasi adalah pil pahit
perjuangan, namun ia menyehatkan tubuh seluruhnya. Bahkan sepanjang
sejarah kenabian pun mereka selalu menghadapi konspirasi, tapi ternyata
itulah cara Allah menapis dan membedakan orang-orang bertaqwa dari
orang-orang yang munafik.
Kita
meyakini kemenangan akan segera tiba dan badai pasti berlalu. Meskipun
kini kita bertanya-tanya sampai kapankah badai ini berlangsung. Mari
kita renungkan pesan Ustadz Hilmi Aminuddin, “Kalau langkah-langkah kita
sesuai dengan irsyadat (bimbingan) dan taujihat (arahan-arahan)
rabbaniyyah wan nabawiyah (Rabb dan Nabi), kita akan dimenangkan oleh
Allah SWT. Insya Allah”.
Tainan City, Taiwan, 19 Mei 2013
By: Abi Fahmi Azizi
DPD PKS Siak - Download Android App