MUI Dukung Penuh Jam Raksasa Makkah Gantikan GMT
By: admin
Senin, 13 Mei 2013
0
pkssiak.org - Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia(MUI)
menyelenggarakan Halaqah Nasional tentang kemungkinan pergantian acuan
waktu dunia dari Greenwicht Mean Time (GMT) menjadi waktu Mecca Mean
Time (MMT).
Acara
itu diselenggarakan berkaitan dengan keinginan pemerintah Arab Saudi
untuk memindahkan pusat waktu dunia dari Inggris ke Makkah.
Halaqah
Nasional tentang waktu Makkah
(MMT) yang diselenggarakan di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Sabtu (11/5)
itu dihadiri utusan dari kedubes Arab Saudi Dr.Mas’ud bin Sa’ad
Al-Khomidi, Peneliti Senior Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(Lapan) Prof.Dr.Thomas Djamluddin serta sejumlah pengurus pusat MUI
antara lain, Tengku Zulkarnain, MA, Prof. Dr. Muhammad Amin dan Dr. H.
Ahmad Izzudin, M.Ag.
Selama
ini, dunia
internasional hanya mengenal satu standar waktu yakni jam yang dihitung
dari bujur 0 derajat yang melewati Observatorium Greenwich di inggris
(GMT). Standar inilah yang ingin ditantang Makkah. Pemerintah Arab Saudi
berharap jam Menara Makkah ini menjadi acuan 1,5 miliar muslim di
dunia.
Menurut
Prof.Dr.Thomas Djamluddin, gagasan yang menjadikan Makkah sebagai acuan
zona waktu umat muslim di dunia, setelah dibangunnya jam besar yang
berada di Masjidil Haram, Kota Makkah diharapkan menjadi acuan zona
waktu. Keinginan besar yang membutuhkan kesepakatan yang tidak mudah itu
nantinyadiharapkan akan membangun semangat untuk mempersatukan umat Islam di seluruh dunia.
Ketua
Umum PP Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat MUI Dr.
H. Din Syamsuddin dan Ketua Umum PBNU Dr. KH. Said Aqil Siraj menyambut
baik hasrat pemerintah Arab Saudi itu.
Din
berpendapat bahwa hal itu merupakan ide baik dan boleh-boleh saja.
Tetapi tentu, perlu ada kesepakatan dari sejumlah pihak tentang
pergeseran pusat waktu dunia ini, termasuk kesepakatan negara-negara di
belahan dunia lain yang mengikuti acuan GMT. "Sikap pemerintah Indonesia
juga perlu diambil melalui pertemuan khusus untuk membicarakan hal ini.
Nanti kita bicarakan bersama pemerintah," katanya.
Sebelumnya,
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama,
Rohadi juga menyambut baik dan menyatakan akan mendiskusikannya terlebih
dulu dengan berbagai pihak terkait. "Ini memang tema menarik. Nanti
kita akan saya usulkan ke Sekjen agar dibuat semacam seminar tentang hal
tersebut," katanya sambil menambahkan bahwa pembangunan menara jam
raksasa di Kota Mekkah tersebut positif bagi umat Islam. Terutama untuk
membangun soliditas kaum muslimin di seluruh dunia.
Namun,
ada hal penting yang harus diperhatikan terkait pembuatan jam tersebut,
yaitu soal pembangunan akhlak. Jangan sampai sensasi tentang gedung
tertinggi kedua di dunia tersebut sebatas seremonial saja. Tidak
hanya itu, pemerintah Arab Saudi juga disarankan untuk melakukan
pertemuan lintas negara agar mencapai sebuah kesepakatan. Rohadi
meyakini, hal tersebut tidak akan berjalan mulus, khususnya dari
negara-negara Barat. "Karena ini perubahan drastis dari negara Barat ke
Timur Tengah," tegasnya.
Jam Hijriyah
Sementara itu, pakar astronomi ITB Moedji Raharto menyarankan agar MMT nantinya dijadikan jam hijriyah.
Usaha pemerintah Arab Saudi untuk menggeser pusat waktu dunia ke Makkah
memang bukan perkara mudah. Hal yang bisa dilakukan sekarang adalah
dengan menjadikan jam raksasa tersebut sebagai acuan waktu hijriah
terlebih dahulu.
"Sekarang
kan baru ada penanggalan hijriah, kenapa tidak dibuat saja semacam
penyatuan waktu untuk jam hijriah," kata Moedji Raharto sambil mengakui bahwa butuh
usaha besar untuk menjadikan Makkah seperti Greenwich Mean Time (GMT).
Sebab, negara-negara lain yang terlanjur menggunakan acuan waktu di
wilayah tenggara London tersebut akan melakukan penyesuaian
besar-besaran.
Alternatif
lain yang bisa dilakukan pemerintah Arab Saudi, menurut Moedji adalah
menjadikan menara kedua terbesar di dunia tersebut sebagai simbol Islam
selain Ka'bah. Tujuannya, lebih ke arah penyatuan semangat emosional
umat muslim di seluruh dunia. "Barangkali itu bisa lebih pada penyatuan
umat muslim dan sebagai simbol umat Islam selain haji. Begitu kita lihat
jam itu, kita bisa melihat Makkah bagaimana," paparnya.
Moeji yang juga mantan kepala Observatorium Bosscha ini juga menyarankan agar pemerintah
Arab Saudi mengajukan konsep yang jelas terlebih dulu soal penyeragaman
waktu hijriah ini. Termasuk kaitannya dengan penggunaan waktu
berdasarkan matahari.
"Kalau sudah ada,
terus bagaimana set up-nya. Saya sendiri belum tahu apa yang ditawarkan
konsepnya oleh Makkah. Selama ini kan sudah ada penggunaan waktu
matahari," paparnya.
Menara Jam Raksasa
Seperti
diketahui, pemerintah Arab Saudi membangun menara jam lima kali lebih
besar dibandingkan Big Ben di London, Inggris. Meski bangunannya belum
sepenuhnya rampung, jam raksasa yang terletak di puncak menara Abraj
Al-Bait itu sudah mulai berdetak. Menara
jam ini berbentuk kubus empat sisi. Diameter jam mencapai 40 meter,
mengalahkan jam terbesar sebelumnya yang menjadi atap Cevahir Mall di
Turki yang hanya dengan
diameter 35 meter. Waktu yang digunakan oleh jam tersebut adalah Arabia
Standard Time, tiga jam lebih dulu jika dibandingkan dengan GMT.
Sejak 125 tahun lalu, GMT telah disepakati sebagai wilayah yang dijadikan ukuran awal waktu dunia karena dilalui titik nol derajat. Penentuan titik ini penting untuk mempermudah ukuran waktu perjalanan dan komunikasi antar-negara. Bagi Arab Saudi, Makkah dianggap lebih tepat sebagai episentrum dunia. Kota suci umat muslim tersebut diklaim sebagai wilayah tanpa kekuatan magnetik oleh peneliti Mesir seperti Abdel-Baset al-Sayyed. Artinya, jarum kompas tidak bergerak saat di Makkah.
Sejak 125 tahun lalu, GMT telah disepakati sebagai wilayah yang dijadikan ukuran awal waktu dunia karena dilalui titik nol derajat. Penentuan titik ini penting untuk mempermudah ukuran waktu perjalanan dan komunikasi antar-negara. Bagi Arab Saudi, Makkah dianggap lebih tepat sebagai episentrum dunia. Kota suci umat muslim tersebut diklaim sebagai wilayah tanpa kekuatan magnetik oleh peneliti Mesir seperti Abdel-Baset al-Sayyed. Artinya, jarum kompas tidak bergerak saat di Makkah.
Dengan
adanya waktu dan sistem kalender sendiri, masalah-masalah yang biasanya
terjadi pada penentuan waktu seperti 1 Ramadan atau 1 Syawal, tidak
akan terjadi lagi. Dengan adanya perubahan permulaan titik 'nol'-nya
ini, maka umat Islam akan mempunyai waktunya tersendiri dan melengkapi
almanak hijriah umat Islam. [Qr/mui/im]
DPD PKS Siak - Download Android App