pkssiak.org -
Oleh: Hepi Andi Bastoni
Penulis
"LHI dan Prahara PKS"
Skenario itu dibuat begini. Malam itu, Ahmad Fathonah (AF) dan Maharani (M) ketemu di hotel Le Meridien itu. AF sudah kontak LHI untuk datang ke hotel dan dia sudah siapkan 1 M.
Sang pembuat skenario sudah mengkondisikan media dan KPK untuk bersama menggrebek. LHI akan ketangkap basah: bersama wanita seksi dan bukti 1 M. Sempurna!
Skenario lanjutannya juga sudah disiapkan. Selain M, akan muncul juga Ayu Azhari (AA), Vitalia Sesha (VS), Kiki Amalia (KA) dan terakhir Darin Mumtazah (DM) serta mungkin wanita-wanita lain yang dipaksa keluar.
Tapi Sang Maha Pembuat Skenario berkehendak lain. LHI tidak datang ke
hotel. Mestinya penggrebekan itu ditunda karena pemain utamanya tidak
datang. Tapi kalau ditunda sampai kapan? Pilkada Jabar dan Sumut segera
akan dimulai. Salah satu sasaran pembuat skenario adalah merusak citra
LHI sehingga PKS tidak akan memenangkan pilkada di dua tempat itu.
Karena itu, penggrebekan tidak bisa ditunda. Harus malam itu juga.
Penangkapan juga tidak bisa ditunda. Meski LHI tidak tertangkap tangan
di hotel bersama AF dan M saat penggrebekan dan justru sedang memimpin
rapat di DPP PKS, tetap harus dibekuk, malam itu juga.
Drama pun berjalan. Segala aset yang diduga ada hubungannya dengan LHI
dan AF dipaksa sita meski awalnya tak sesuai prosedur, tidak membawa
surat bukti sita. Satu demi satu saksi dipanggil walau tak ada
hubungannya langsung dengan kasus. Jazuli Juwaini (JJ), misalnya,
mengaku kepada wartawan saat dipanggil KPK, tak ditanya apa-apa. JJ
hanya ditanya terkait dengan mekanisme hierarki struktur PKS. Tak ada
hubungannya dengan kasus suap.
Tujuan pembuat skenario memang bukan untuk menjerat para saksi itu. Tapi
untuk membuat deret panjang faktor yang membuat PKS tercoreng di mata
publik. Kasus ini sengaja digoreng.
Mengenai usaha mencoreng nama PKS ini begitu transparan dilakukan
sebagian media. Ingat kasus usaha penyitaan mobil-mobil di DPP PKS. Di
media muncul kesan seolah sekuriti DPP PKS menghalangi usaha penyitaan.
Tak disebutkan mengapa mereka menghalangi. Sehingga muncul kesan PKS
tidak akomudatif terhadap KPK.
Kasus lainnya juga sama. Usai Hilmi Aminudin (HA) diperiksa KPK, berita
serempak menyiarkan pengawal HA memukul para wartawan. Padahal yang
terjadi sebaliknya.
Kasus terakhir, DM. Nah, ini lebih seru lagi karena melibatkan seorang
wanita seksi siswi sebuah SMK. Di sebuah media lokal jaringan Jawa Pos
(JP), dipampang besar-besar di head line-nya dengan judul ISTRI LUTHFI
SISWI SMK. Langsung memvonis! Tak ada kalimat DIDUGA, DISEBUT-SEBUT dan
kata sejenisnya. Tapi langsung pada opini. Bagaimana mungkin sebuah
media yang merupakan jaringan JP bisa melakukan kebodohan seperti ini.
Belum lagi di atas judul tersebut sengaja dipasang iklan calon Walikota
dari PKS. Sengaja untuk memunculkan kesan: jangan pilih orang ini karena
ada hubungan dengan LHI.
Kembali ke DM. Hari itu hampir semua media kompak memberitakan.
Berdasarkan hasil wawancara satpam, sekretaris RT dan analisa
Pustun-Timur Tengah-berdarah Arab, maka disimpulkan: DM istri nikah
sirri LHI! Ditambah lagi kesaksian warga yang sering melihat LHI
bolak-balik ke rumah kontrakan tersebut bahkan sampai menginap dan
shalat Subuh. Tuduhan diperkuat lagi dengan adanya bukti transfer 10
juta dari LHI ke rekening DM. Sempurna! Sangkalan ibu DM dan bungkamnya
LHI dikesampingkan.
Belakangan terbukti: LHI memang punya hubungan, bukan dengan DM tapi
dengan ayahnya. Ada pun transfer dana seperti pengakuan DM kepada pihak
sekolah, itu dana ayahnya yang numpang rekening DM. DM sempat bersumpah
ia tidak pernah menikah dengan LHI.
Awal munculnya isu ini kalau ditelusuri begini. KPK mem-print catatan
rekening tabungan LHI. Didapatkan dari sekian banyak transaksi, ada yang
10 juta ke wanita bernama DM. Sang pembuat isu langsung memainkan
perannya. Memblow up berita seolah-olah LHI menikahi DM.
Tak ada yang mengaku sebagai perancang skenario drama ini, memang. Tapi
targetnya jelas. Pertama, membenturkan PKS dan KPK yang selama ini
sangat getol memerangi korupsi. Jika tidak PKS, maka KPK yang dirusak
citranya, atau dua-duanya.
Target kedua, merusak citra PKS khususnya jelang Pemilu 2014. Caranya:
merontokkan citra tokoh-tokoh PKS melalui KPK. Mereka berharap publik
tidak akan menaruh kepercayaan lagi kepada PKS. Paling tidak, publik
akan menganggap PKS sama dengan partai lain. DR. Chaerul Huda (ahli
pidana, staf ahli kapolri) dalam acara di Jak Tv (23/5) menyatakan,
"Kalo penegak hukum menghancurkan karakter tersangka, kasus hukumnya
biasanya lemah (kasus TPPU LHI).”
Dari dua target itu, mana yang berhasil? Target pertama memang masih menunggu waktu. Tapi target kedua jelas gagalnya.
Fakta di lapangan justru sebaliknya. Gencarnya pemberitaan media,
khususnya cetak dan elektronik, memang begitu memojokkan PKS. Tapi
tampaknya, tidak terlalu berdampak besar terhadap PKS karena dua hal.
Pertama, para kader PKS khususnya sebagian besar kalangan terdidik.
Mereka bisa memisahkan mana fakta dan mana bukan. Maraknya pemberitaan
di media cetak dan elektronik, justru bisa diimbangi dengan media
internet: blog, FB, twitter, BBM dan lainnya.
Kedua, tidak seperti kebanyakan partai lainnya, PKS tidak dibesarkan
karena tokoh. Justru sebaliknya, PKS yang membesarkan kadernya menjadi
tokoh. Karena itu, ‘rusaknya’ citra salah satu atau beberapa tokoh PKS,
tidak akan berpengaruh besar. Dengan demikian, prahara ini tidak akan
berdampak banyak terhadap kehancuran PKS.
Bahkan sebaliknya, gencarnya pemberitaan di media menjadi promosi gratis
tersendiri bagi PKS. Mereka tak perlu mengeluarkan dana besar untuk
memperkenalkan PKS ke publik. Hampir setiap hari, masyarakat disuguhi
berita tentang PKS.
Hal ini mengingatkan kita pada awal-awal dakwah Nabi saw. Ketika tak
mampu lagi membendung dakwah Nabi saw, apa yang dilakukan Abu Jahal?
Bersama tokoh Quraisy lainnya, ia menemui setiap pendatang dan
menceritakan keburukan Muhammad saw. Akibatnya, nama Nabi saw makin
terkenal, kian membuat orang penasaran. Ketika mereka kembali ke
kampung-kampung, mereka membawa berita tentang Muhammad saw. Lambat laun
kian banyak yang tertarik karena isu yang dihembuskan Abu Jahal tidak
sesuai dengan fakta. Mereka pelan-pelan masuk Islam.
Hal yang sama terjadi juga usai robohnya gedung WTC di Amerika. Saat
media Barat ramai-ramai mencaci maki kaum Muslimin, nama Islam makin
sering disebut. Orang-orang penasaran. Mereka beramai-ramai
mempelajarinya, tidak menemukan seperti tuduhan. Mereka masuk Islam.
Selain itu, prahara PKS juga tampaknya tidak mengganggu kinerja para
kadernya. Di berbagai daerah, mereka tetap mengisi majelis taklim, bakti
sosial, mengisi ceramah untuk Peringatan Hari Besar Islam dan lainnya.
Bukti nyata bahwa prahara ini tidak berpengaruh adalah: kemenangan PKS
di Jabar dan Sumut serta beberapa wilayah lainnya.
Di sisi lain, kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi PKS. Mereka jadi
lebih selektif memilih para calon anggota dewan ke depan. Mereka juga
lebih hati-hati dalam bertindak. Ibadah-ibadah personal dan berjamaah,
seperti mabit, puasa sunnah dan lainnya menjadi lebih giat. Kegiatan
menuju TIGA BESAR yang mereka namakan dengan Liqa' Tansiqi Tarbawi 3
Besar (LT3 Besar) terus berlangsung pada setiap kecamatan.
Dan, pukulan bandul prahara ini bisa jadi berbalik jika kelak terbukti
jelang Pemilu 2014, LHI diputuskan TIDAK BERSALAH sebagai mana yang
terjadi pada Misbachun, mantan anggota DPR RI PKS dan Achmad Ru’yat,
walikota Bogor dan kawan-kawan yang divonis bebas!