Ketika 'Gajah-gajah Besar' Ingin Jadi Penguasa Tunggal
By: admin
Jumat, 24 Mei 2013
0
pkssiak.org -
Oleh Budiman Mustofa, Lc.,M.P.I
Solo
Masih ingatkah memori Anda dengan kisah Ash-haabul Fiil (tentara bergajah). Ya…kisah ini diabadikan dalam surat Al-Fiil, surat Makkiyah, surat yang ke-105 pada juz 30.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 571 Masehi, tahun yang sama saat
kelahiran nabi besar Muhammad saw. Anda masih ingat apa yang menjadi
alasan utama mengapa tentara Abrahah bin Al-Asyram bersikeras untuk
menyerang Mekkah? Ya…karena alasan utamanya disana ada Kakbah, sebagai
simbol orang-orang Mekkah dan jazirah Arab sekitarnya beribadah ketika
mereka melakukan ibadah haji.
Kita tahu bahwa Kakbah adalah warisan nabi Ibrahim dan Ismail yang
dibangun atas perintah Allah swt sebagai simbol kiblat ibadah yang
paling mulia dan diberkahi di muka bumi ini. Sekalipun, kenyataannya
sepeninggal mereka berdua banyak orang yang menyeleweng dari ajaran
nabi Ibrahim, hingga diutusnya nabi Muhammad saw yang bertugas untuk
mengembalikan mereka pada ajaran yang benar.
Dengan kemauan kerasnya, Abrahah Gubernur Yaman saat itu, ingin
menghancurkan Kakbah. Selain karena ia telah berjanji kepada Raja
Najasyi (penguasa negri Habasyah/bagian Afrika), sebagai bentuk
pengabdian dan ketaatannya, ia juga telah mempertimbangkan secara matang
ancaman ekonomis, politis, sosiologis, dan demografis yang akan
ditimbulkan jika penduduk Mekkah dengan Kakbahnya yang sangat strategis
mengalami perkembangan yang maju di hari depannya. Semua pun bisa
membaca potensi tersebut ada pada keberadaan Kakbah yang tidak pernah
sepi dari lawatan semua pedagang dan pengunjung. Juga tempat transit
yang sangat nyaman dan tepat dari berbagai negri.
Oleh karena itu Abrahah telah memutuskan beberapa langkah antisipatif.
Step awal, sebagai trial dan dengan penuh percaya dirinya adalah
membangun replika Kakbah yang jauh lebih megah, lebih meyakinkan
performancenya, lebih attractiv dan menelan biaya yang sangat besar. Ia
letakkan replika Kakbah di dalam sebuah gereja yang sangat besar dan
megah itu. Gereja yang disebut sejarah dengan gereja Al-Qulais.
Harapannya negri Yaman akan berubah menjadi negri yang sangat ramai,
sebagai pusat trading, sumber ekonomi, mendapatkan dukungan sosial
politik yang besar dari segala penjuru, sekaligus sebagai pusat
peribadatan. Kakbah jelas akan berpindah ke Yaman. Dan Kakbah yang
bentuknya jelek di Mekkah itu akan tinggal onggokan. Ini persepsi
Abrahah. Namun faktanya, tidak ada perkembangan yang menggembirakan yang
diharapkan sebagaimana persepsi Abrahah. Semakin hari replika Kakbah di
gereja Al-Qulais semakin sepi pengunjung. Opini public tidak seperti
opini yang Abrahah bangun. Ini sungguh, sangat mengecewakan. Dan sangat
membahayakan masa depan kekuasaannya.
Oleh karena itu, Abrahah sebagai penguasa tertinggi, harus cepat segera
mencari step kedua, sebagai langkah pamungkas. Sebab, ia tidak rela
kerja kerasnya selama ini tidak membuahkan hasil apa-apa. Langkah kedua
ini haruslah langkah yang sensasional. Harus langkah yang extraordinary.
Harus menggemparkan publik. Membuat semua penduduk negri gemetar, takut
akan kedigdayaannya, terutama bagi penduduk Mekkah, yang memiliki
Kakbah. Jika langkah itu tidak segera diambil, maka masa depan Abrahah
dan kekuasaannya akan suram.
Tahukah Anda apakah the next step yang diambil Abrahah? Ya… Dia harus
menghancurkan symbol Kakbah sehancur-hancurnya. Dan ia sendiri yang
harus memimpin operasi pembumihangusan itu. Ia harus mengontrol semua
pergerakan pasukannya. Di bawah komandonya. Atas kendalinya. Dengan
demikian ia sendiri yang merasakan capaian titik klimaks dendam dan rasa
irinya yang sudah tidak tertahan.
Cukupkah? Oh tidak..!! Pasukan yang ia bawa juga harus pasukan khusus.
Pasukan bergajah. Dan bukan sembarang gajah juga, tapi gajah yang
dipakai untuk operasi pembumihangusan, juga harus GAJAH YANG SUPERBODY
(gajah terbesar). Yang belum pernah ada dimanapun. Yang bisa menimbulkan
goncangan psikologis (psychological shock), sekalipun hanya sekedar
melihatnya.
Diceritakan dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa gajah-gajah yang terbesar,
yang berjumlah 12 itu, ditempatkan pada garda terdepan. Keduabelas gajah
terbesar itu kaki mereka diborgol oleh Abrahah. Sehingga pergerakan
mereka tidak bebas dan bisa diarahkan sesuai dengan keinginannya.
Singkat cerita, mereka sampai di Mekkah. Bahkan dikisahkan jika mereka
melewati suatu perkampungan, maka Abrahah ‘menyita’ dan ‘merampok’ semua
harta penduduknya. Termasuk ketika sampai di pinggiran kota Mekkah ia
juga ‘menyita’ 200 onta milik Abdul Muthalib. Abdul Muthalib pun tidak
terima dengan tindakan premanisme Abrahah. Maka, ia menuntut Abrahah
agar mengembalikan 200 onta miliknya.
Dengan nada mengejek Abrahah balik bertanya, “Engkau datang kepadaku
hanya ingin mengambil 200 onta? Sungguh sangat hina. Kenapa engkau malah
tidak melakukan pembelaan terhadap Kakbah yang akan segera aku
hancurkan?.”
Maka Abdul Muthalib menjawab, “Engkau tahu, bahwa 200 onta ini milikku.
Adapun Kakbah itu sudah ada pemiliknya. Pemilik Kakbah itulah yang akan
melakukan pembelaan terhadapmu. Pemilik Kakbah inilah yang akan
menjaganya (inna lihaadzal baiti rabban yahmiihi).”
Jawaban ini mengisyaratkan bahwa Abdul Muthalib tidak ada rasa cemas dan
takut sama sekali ketika berhadapan dengan Abrahah, Sang Pemimpin
Pasukan Bergajah. Ia juga tidak akan melakukan pembelaan yang membabi
buta atas rencana Abrahah yang akan menghancurkan Kakbah. Ia hanya
mengingatkan sifat arogannya akan berujung pada kehancuran dan
kebinasaan. Sebab, yang menyelesaikan masalah ini semua adalah Sang
Pemilik Kakbah. Tapi. ternyata nasihat ini tidak digubris Abrahah.
Ia bertambah arogan. Ia justru langsung mengerahkan pasukannya menuju
Kakbah. Semua penduduk Mekkah hanya terdiam. Mereka hanya menonton di
balik perbukitan. Rumah-rumah mereka kosongkan. Mereka hanya menunggu
keajaiban dari langit. Sebab, mereka tidak mungkin ampu menghalangi
tentara bergajah itu.
Abdul Mutahlib pun mulai berdoa. Memasrahkan semua pada kehendak Zat
Yang Memiliki Kakbah. Dan terjadilah apa yang terjadi. Semua tentara
bergajah yang dating penuh arogan itu hancur lebur berkeping-keping,
bagaikan dimakan ulat. Mereka diserang oleh tentara Allah dari langit.
Allah mengutus sekelompok burung yang membawa batu-batu panas dari
neraka jahannam untuk menghancurkan tentara bergajah.
Bahkan dalam tafsir diceritakan kedahsyatan dan kengerian pembalasan
Allah itu, ketika gajah atau pasukan manusia itu terkena lemparan batu
pasukan burung, maka kulit dan dagingnya langsung mengelupas. Tinggal
tulang belulang. Maha besar Allah atas pertolongannya terhadap
orang-orang yang terzalimi.
***
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?
Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
(QS Alfiil)
Saudaraku yang dirahmati Allah…
Surat Al-Fiil ini turun untuk menghibur, membangun dan
membangkitkan optimisme nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya di tengah
terpaan badai dakwah yang luar biasa di kota Mekkah. Surat ini seakan
meyakinkan bahwa inna lihadzihid da’wati rabban yahmiiha (sesungguhnya dakwah ini milik Allah, dan Allah lah yang akan menjaganya).
Maka, luruskanlah niat. Dekatkan diri pada Allah. Pupuklah semangat.
Bangkitkanlah optimisme. Tidak ada satu pun yang mustahil jika Allah
menghendaki. Allohu Akbar…!
Salam Cinta – Kerja dan Harmoni.
Salam Cinta – Kerja dan Harmoni.
DPD PKS Siak - Download Android App