"Kekuatan Rasa Gembira bagi Kader PKS" | by @MinieBintis
By: Abul Ezz
Jumat, 03 Mei 2013
0
Rusmini Bintis
Medan
Senyum, tawa, tangis memberikan warna dalam hidup kita. Semua rangkaian hidup memberikan sentuhan tersendiri dalam relung hati. Semua rasa itu menjadi sebuah pengalaman dan pelajaran, untuk berusaha menjadi insan yang lebih baik dari hari ke hari.
Dalam perjalanan kehidupan, tidak selamanya apa yang terjadi sama dengan
apa yang kita inginkan. Gundah gulana sering menyelimuti tatkala
kesedihan datang. Tidak ada manusia yang ingin ditimpa kesedihan, namun
hal itu adalah sunnatullah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Saat kesedihan meradang, manusia acapkali kehilanngan kendali dan larut
dalam kesedihan. Pesimistis muncul dalam menatap masa depan, pada saat
kondisi ini, pikiran manusia terfokus pada penyebab kesedihan dan
melupakan nikmat-nikmat lain yang Allah anugerahkan.
Berbanding terbalik saat manusia sedang gembira. Kegembiraan erat dengan
optimistis dalam menatap masa depan. Saat terjadi benturan antara
idealita dengan realita, orang-orang yang mampu mempertahankan imunitas
kebahagiaan adalah mereka yang istiqomah dalam kebaikan. Sedih yang
dialami tidak membuatnya hanyut dalam lamunan panjang. Ia akan segera
bangkit dan memberdayakan kekuatan yang masih dimiliki untuk
kemaslahatan umat.
Orang yang menjatuhkan pilihan kegembiraan terpusat pada kesenangan
pribadi, ia akan sulit bangkit saat kesedihan datang. Namun tidak bagi
mereka yang hidup untuk umat, penderitaan pribadi tidak lebih penting
dibandingkan dengan uluran tangan yang dapat ia berikan bagi orang lain.
Ustadz Anis Matta mengatakan “Jangan biarkan satu peristiwapun yang
dapat mencabut rasa kegembiraan dalam hidup kita. Karena gembira
memunculkan perasaan berdaya. Perasaan berdaya akan sangat menentukan
seberapa jauh kaki kita melangkah. Begitu banyak hal besar yang dapat
kita lakukan namun pupus di tengah jalan karena kesedihan dan keputus
asaan”.
Optimistis memunculkan sikap rela berkorban dan pemberani. Orang- orang
yang dapat mempertahankan imunitas gembira dalam dirinya, adalah mereka
yang memiliki misi yang terukur dan dapat diimplementasaikan dalam
kinerja. Sehingga langkahnya terus bergerak dan berkarya dengan
produktivitas yang tinggi.
Sebagai manusia biasa, saya pernah kehilangan semangat dalam hidup.
Terutama saat menginginkan sesuata dan telah merasa maksimal untuk
mencapainya, namun Allah berkehendak lain. Penulis teringat dengan
sepenggal kisah hidup Ustadz Anis Matta, beliau pernah menolak dua kali
tawaran bea siswa S2 ke luar negeri, padahal saat itu Ustadz Anis sangat
menggebu-gebu untuk bisa ikut. Beberapa tahun kemudian, beliau baru
tahu hikmah atas penolakannya untuk tidak menerima tawaran tersebut.
Artinya, tidak ada yang sia-sia dalam hidup, semuanya sudah Allah
desain sedemikian rupa agar jelas bagi Allah orang-orang yang
bersungguh dalam kebaikan dan mana yang mengekor. Kita dihadapkan dengan
pilihan-pilihan hidup, mau jadi penyerang, penonton atau pemain dalam
sebuah pertandingan.
Banyak bicara tanpa mau memahami kondisi pemain adalah ciri-ciri
penonton. Tugasnya seolah hanya untuk menghakimi pemain. Kalau suka ia
benarkan, kalau tidak suka ia salahkan. Yang menjadi acuan tindakannya
adalah nafsu dan emosi.
Penyerang adalah mereka yang selalu mencari kesalahan pemain dan
mempropokasi penonton untuk bersikap pesimistis kepada pemain. Saat
pemain memenangkan pertandingan, penyerang akan disibukkan mencari celah
kesalahan pemain. Kalaupun tidak ada kesalahan, ia akan mengada-adakan
kesalahan itu sehingga penonton berubah arah untuk menyalahkan pemain.
Kalau pemain kalah, maka penyerang akan bersuka ria. Ia akan semakin
gencar menyebarluaskan kekalahan pemain agar semangat para pemain
semakin melucut. Pada kondisi inilah, Allah menguji para pemain yang
mana yang bertahan dalam pertandingan dan mana yang keluar.
Saat kondisi sedih menyelimuti, maka para pemain harus segera menyingkap
selimut dan menggantinya dengan pakaian optimistis. Kembali rapatkan
barisan dan terus berjuang dalam pertandingan. Karena acuan kegembiraan
pemain bukan terletak pada menang kalahnya, namun keberpihakan Allah
atas dirinya.
Kekalahan, jika diiringi dengan keberpihakan Allah maka akan berubah
menjadi peluang kemenangan. Sebaliknya, kemenangan tanpa keberpihakan
Allah maka akan menjadi peluang kekalahan karena bibit –bibit
kesombongan sehingga tidak berkah. Yang paling manis adalah saat
kemenangan datang diiringi kengan keridhaan Allah di dalamnya, inilah
waktu yang paling tepat bagi para pemain untuk semakin tunduk bersyukur
terhadapah karunia Allah. Sehingga akan Allah tambah nikmat itu.
Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang pemain untuk menjaga
keberpihakan Allah atas dirinya. Karena menang atau kalah, akan berbuah
kebaikan pada ujungnya saat Allah ridho. Keridhoaan Allah sangat
ditentukan dengan cara seseorang dalam bermain.
Perasaan gembira akan bertahan dalam diri seseorang walaupun dilanda
kekalahan apabila ia yakin Allah menyertainya. Keyakinan itu muncul jika
seorang pemain faham akan misi yang diembannya sebagai khalifah di muka
bumi. Barangsiapa yang bersandar kepada Allah dalam setiap urusan,
sesungguhnya ia telah bersandar pada buhul yang kokoh.
Ketika Allah telah ridho, maka ada saja cara yang Allah ilhamkan pada
seseorang agar bertindak di luar dari imajinasi kebanyakan orang.
Sehingga ia akan menjadi pemain yang dapat mengukir peristiwa besar.
Seperti kisah Sultan Muhammad Al-Fatih yang membebaskan konstatinopel.
Dengan kondisi medan perang sangat terjal, konstatinopel berada di dua
benua, Asia dan Eropa. Di tengah kota ada selat Bosporus yang
membentang, ditambah benteng-benteng yang cukup merata. Tetapi Sultan
Muhammad Al-Fatih tidak pernah menyerah.
Faktor utama kemenangan pasukan adalah keshalihan, Muhammad Al-Fatih
disebutkan tidak pernah meninggalkan tahajud dan shalat rawatib sejak
baligh hingga saat wafat. Dan kedekatannya kepada Allah swt ditularkan
kepada tentaranya. Tentara Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah
meninggalkan shalat wajib sejak baligh. Dan separuh dari mereka tidak
pernah meninggalkan shalat tahajud sejak baligh.
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan bayak kawan dan
lawan kagum dengan kepimpinan Sultan Al Fatih, karena taktik strategi
peperangan yang dilakukan mendahului tradisi perang pada zamannya.
Seluruh rangkaian perang yang dilakukan pasukan Sultan Al Fatih, selalu
menjaga optimisme kemenangan yang dipeloh dari kedekatan kepada Allah
swt.
Belajar dari kisah tersebut, tidak berlebihan jika seluruh kader PKS
terus berupaya menjaga kedekatan dirinya kepada Allah. Agar rasa
kegembiraan, optimisme dan aura kemenangan pemilu 2014 akan menggerakkan
seluruh apa yang dimiliki untuk dakwah. Seiring berjalannya waktu, jika
seluruh kader istiqomah dalam sujud-sujud panjang di kegelapan malam,
maka mudah bagi Allah untuk mengilhamkan strategi kemenangan di luar
imajinasi kebanyakan orang. Insya Allah... Allahu Akbar !!!
*penulis: @MinieBintis on twitter
DPD PKS Siak - Download Android App