Ikhwan gelar untuk lelaki yang penampilannya super sederhana dengan janggut tipis di dagunya, dan ada tanda sujud di jidadnya. Penampilannya tak modis tapi rapi, lebih terkesan seperti bapak-bapak. Betul ndak ya? he he... afwan ya wan, klu pemaparan ane salah jangan marah ya.
Untuk akhwat, wanita yang notabene sholehahnya minta ampuiiin, jilbabnya super lebar menutupi lekuk indah tubuhnya, suaranya lembut dan penuh ketegasan, ndak mendayu-dayu apalagi merayu, wajahnya teduh dan kerapkali nunduk kalau jalan. Sedang nyari apa wat? Uangnya ada yang jatuh ya... hi hi (becanda). Nah, yang lebih aneh lagi kalau akhwat dan ikhwan berkomunikasi kudu pake hijab atau tabir, katanya sih untuk jaga hati, yang menarik dari ini semua adalah polemik cinta di kalangan makhluk aneh tapi di cintai Allah ini.
Akhwat dan ikhwan?! Jatuh cinta?! Emang bisa?! Ya bisalah...
“Akhwat or ikhwan juga manusia kaleee”. Mereka juga bisa jatuh cinta, itu fitrah yang di berikan oleh Allah. “So, ndak ada yang salah dunks, kan udah jadi sunnatullah, kalau rasa cinta antara lawan jenis itu memang ada, kalau ndak berarti mereka ndak normal dunk?” Eits tunggu dulu! Tetap ada aturan mainnya bro, islam itu syamil ndak setengah-setengah, dan islam juga tawarkan koridor syar’i tentang masalah yang satu ini. Penasaran? Yuk simak ulasan di bawah ini… semoga bermanfaat ^_^
***
Yup! Yang namanya Cinta, apalagi Cinta antar lawan jenis, hal itu mah wajar-wajar saja. Yang gak wajar itu, kalo rasa cinta yang ada pada diri kita malah membuat kita melakukan hal-hal yang gak sepantasnya dilakukan (apaan tuh?!). Apalagi oleh ikhwan akhwat. Perlu diketahui, gelar ikhwan akhwat itu bukan gelar sembarangan. Yang ada di pikiran kebanyakan orang nih, yang namanya ikhwan akhwat itu gak nganut yang namanya pacaran. Ikhwan akhwat lebih nganut sistem ta’aruf sebelum nikah. Gaya pacaran ikhwan akhwat. Ya, setelah mereka nikah nanti.
Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi interaksi ikhwan akhwat itu sendiri?! Apakah seperti yang di duga kebanyakan orang pada umumnya?. Akankah interaksi yang dilihat selama ini di luaran sama seperti yang aslinya?
Banyak orang yang memperhatikan bahwa ikhwan akhwat itu sangat menjaga dalam berinteraksi. Namun terkadang, ikhwan akhwat juga bisa khilaf. Loh kok khilaf?! Maksudnya apa?!.
Ada hal-hal yang terkadang sulit dilakukan ikhwan akhwat untuk menjaga interaksi itu. Misalnya dalam kegiatan suatu organisasi masyarakat/sosial. Terkadang sulit untuk menundukkan pandangan atau tidak bercanda secara berlebihan. Hal ini mungkin masih bisa dimaklumi karena kondisinya yang cukup heterogen. Niatnya sih pada awalnya “ya, jangan kaku-kaku amat!, agar dakwah lebih menyentuh semua lapisan masyarakat”. Hingga, terkadang pencairan suasana berlebihan tak dapat dielakkan. Tapi, kalo kondisinya lebih banyak orang yang paham akan batasan interaksi, apakah itu diwajarkan?!
Seharusnya ikhwan akhwat tetap menjaga interaksi. Atau kalaupun akhirnya memang tidak bisa dihindari untuk ‘mencair’, ya sudah lakukanlah interaksi itu sewajarnya, jangan sampai lebur kebablasan dan akhirnya malah mengenyampingkan nilai syar’i dalam pergaulan. Gaul boleh tapi tetap dalam koridor yang seharusnya, tidak boleh seradak-seruduk atau malah ngalur ngelindur tanpa kejelasan. Ikhwan akhwat sebagai aktivis da’wah harus punya sistem pengentalan diri.
Ibarat suatu fluida, jika dia berada di tempat yang sempit atau berada di suatu pipa yang diameternya kecil, maka untuk dapat melewati itu, dia perlu mengurangi kekentalannya, sehingga fluida itupun dapat mengalir dengan lancar. Namun jika memang fluida itu telah berada di pipa dengan diameter yang lebih besar, maka kekentalannya perlu dikembalikan seperti semula agar mengalirnya fluida itu tetap konstan seperti aliran sebelumnya. Nah seperti itu pulalah dengan interaksi yang seharusnya mampu dilakoni oleh ikhwan akhwat yang bergelar aktifis dakwah.
Ada juga kasus ikhwan yang curhat ke akhwat ataupun sebaliknya. Karena saling menganggap saudara sehingga dalam berinteraksi terlampau dekat layaknya saudara kandung. Memang betul sih, bahwa persaudaraan yang dibangun ‘di sini’ atas dasar aqidah bukan pertalian darah. Walaupun hanya menjadikan tempat curhat dan gak lebih dari sekedar saudara, tapi sebaiknya tetap berhati-hati karena masalah hati gak ada yang tau. Sebagaimana firman Allah: “Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati” (QS 64:4).
Ingat! Apa yang tersembunyi dalam hati kita, Allah juga akan mengetahuinya. Tetap saja, itu bukan mahramnya walaupun hanya sebatas berakrab-akrab ria. Bisa aja hari ini curhat-curhatan, eh besoknya mulai timbul ‘rasa’ yang berbeda. Curhat berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati, yang bisa menganggu dakwah. Apalagi bila yang dicurhatkan adalah masalah pribadi yang notabene tidak ada sangkut pautnya dengan da’wah. Atau bisa saja si ikhwan menganggap si akhwat sebagai saudara biasa, tapi ternyata si akhwat malah punya perasaan yang berbeda, begitupun sebaliknya.
Yang lebih parah lagi nih, kalau mereka yang belum paham melihat hal itu, bisa-bisa mereka jadi illfeel sama ikhwan-akhwat. Atau terkadang, mereka yang sudah paham pun bisa saja jadi su’udzon melihat interaksi ini, sehingga menganggap si ikhwan dan akhwat tersebut telah terjangkit “VMJ (Virus Merah Jambu)”. Padahal ikhwan dan akhwat tersebut tidak punya perasaan apa-apa, cuma sebatas saudara atau teman biasa. Sehingga, ada benarnya juga jika kita sebaiknya menjaga interaksi dengan lawan jenis. Dan ini pastinya ndak hanya berlaku terhadap ikhwan akhwat saja.
Lebih baik menjaga bukan? Daripada terjadi fitnah! Kan bisa berabe. Kalau mau curhat, ya utamakan sesama jenis dulu. Selain lebih aman dan terjaga, memang begitulah seharusnya ketika ada seorang ikhwan ataupun akhwat yang curhat ke lawan jenisnya, maka tempat yang di curhatin itu seharusnya mengarahkan seseorang ke sesama jenis, yang merupakan teman dekatnya sehingga si ikhwan ataupun akhwat bisa di tangani langsung tanpa lintas gender. Agar tak terjadi hal-hal yang tak sesuai dengan kaidah syar’i.
Ok, yang terpenting adalah kita saling menasehati dengan cara yang terbaik. Kalau ikhwan yang melampaui batas kepada akhwat, akhwatnya harus tegas. Demikian pula sebaliknya. Sesama ikhwan dan sesama akhwat juga harus ada yang saling mengingatkan dengan tegas. Ingat! tegas bukan berarti harus marah-marah, apalagi dengan cara ngedumel >.< karena kita tentunya tahu bahwa tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Semua manusia tak luput dari yang namanya salah dan khilaf. Jika memang mengaku bahwa kita bersaudara, maka ingatkanlah! Tegurlah! Jangan biarkan saudara kita terjerembab.
Terkait dengan cinta, sekali lagi diingatkan bahwa akhwat juga bisa jatuh cinta. Ikhwan juga bisa jatuh cinta. So, jangan lupa senantiasa menjaga hati, hati-hati dengan perasaan hati, jangan sampai sakit hati karena yang dituju tak sampai ke hati. Gaul boleh tapi tetap kudu syar’i. Hindari interaksi hati dengan yang bukan menjadi hak tapi hiasilah hati dengan cinta hakiki. Jangan mau jatuh cinta tapi bangunlah cinta di atas keimanan.
Lah, kalau sudah terlanjur jatuh gimana??? Datanglah ke murobbi/yahmu katakan niatmu pada mereka, mintalah saran terbaik dari mereka. Jika siap menikah maka tafadhol berproseslah jika hal itu memungkinkan, jika tidak maka berpuasalah, perbanyak istighfar dan mohon ampunlah pada Allah. Tetaplah jaga hijab dimana dan kapanpun kita berada… OK ^_~
Salam Cinta | Kerja | Harmoni
Nasehat untukmu, untukku dan untuk kita semua
Moga bermanfaat ^_^
http://lifestyle.kompasiana.com | @arnismart on Twitter
(PKS SUMUT)