"Cermin Kebenaran" | Anis Matta
By: Abul Ezz
Minggu, 19 Mei 2013
0
Di awal hanya ada Allah sendiri. Lalu Ia menciptakan arsy-Nya di atas
air. Setelah itu Ia ciptakan pena. Kemudian dengan pena itulah ia
menitahkan penulisan semua makhluk yang akan Ia ciptakan di alam raya
ini: langit, bumi, malaikat, manusia, jin hingga surga dan neraka.
Dengan pena itu juga Ia menitahkan penulisan semua kejadian dengan
urutan-urutannya pada dimensi ruang dan waktu. Begitulah susunan
kejadiannya.
Dari Allah awalnya dan kelak ke sana akhirnya. Namun jika Allah tidak mendapatkan manfaat dari ciptaan-ciptaan-Nya, maka tidak ada yang dapat menjelaskan motif di balik sejarah kehidupan itu kecuali hanya satu kata: c i n t a!
“Maka”, kata Ibnu Qayyim dalam karyanya Taman Para Pencinta, “semua gerak di alam raya ini adalah gerak yang lahir dari kehendak dan cinta.” Dengan dan untuk itulah alam ini bergerak. Kehendak dan cintalah alasan pergerakan dan pemberhentiannya. Tak satupun makhluk di alam ini yang bergerak kecuali bahwa kehendak dan cintalah motif dan tujuannya.
Sesungguhnya hakikat cinta adalah gerak jiwa sang pencinta kepada yang dicintainya. Maka cinta adalah gerak tanpa henti. Dan inilah makna kebenaran ketika Allah mengatakan,
“Dan tiadalah Kami menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di antaranya kecuali dengan kebenaran.” (QS Al Hijr: 85).
Jadi, cinta adalah makna kebenaran dalam penciptaan. Itu sebabnya, hati yang dipenuhi dengan cinta lebih mudah dan cepat menangkap kebenaran. Cinta tidak tumbuh dalam hati yang dipenuhi keangkuhan, marah dan dendam. Bukankah Nabi saw mengatakan makna sombong adalah menolak kebenaran. Begitulah keangkuhan menyesatkan Abu Jahal, Heraklius dan Saddam Husein.
Cinta melahirkan pengakuan dan kerendahan. Cinta adalah cahaya yang memberikan kekuatan penglihatan pada mata hati kita. Begitulah cinta akhirnya membimbing Abu Bakar, Al Najasyi dan Cat Steven kepada Islam. “Cinta dalam jiwa”, kata Iqbal, “serupa penglihatan pada mata”.
Pengetahuan bahkan bisa menyesatkan kalau ia tidak dibimbing oleh kelembutan tangan cinta. “Itu kebutaan.”, kata Einstein. Sebab ia tidak melahirkan pengakuan dan kerendahan hati. Itu juga yang menjelaskan mengapa ilmu pengetahuan modern justru menjauhkan Barat dari Tuhan. Di sana cinta tidak membimbing pengetahuan. Maka dengan penuh keyakinan Iqbal berkata dalam karyanya Javid Namah:
Dari Allah awalnya dan kelak ke sana akhirnya. Namun jika Allah tidak mendapatkan manfaat dari ciptaan-ciptaan-Nya, maka tidak ada yang dapat menjelaskan motif di balik sejarah kehidupan itu kecuali hanya satu kata: c i n t a!
“Maka”, kata Ibnu Qayyim dalam karyanya Taman Para Pencinta, “semua gerak di alam raya ini adalah gerak yang lahir dari kehendak dan cinta.” Dengan dan untuk itulah alam ini bergerak. Kehendak dan cintalah alasan pergerakan dan pemberhentiannya. Tak satupun makhluk di alam ini yang bergerak kecuali bahwa kehendak dan cintalah motif dan tujuannya.
Sesungguhnya hakikat cinta adalah gerak jiwa sang pencinta kepada yang dicintainya. Maka cinta adalah gerak tanpa henti. Dan inilah makna kebenaran ketika Allah mengatakan,
“Dan tiadalah Kami menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di antaranya kecuali dengan kebenaran.” (QS Al Hijr: 85).
Jadi, cinta adalah makna kebenaran dalam penciptaan. Itu sebabnya, hati yang dipenuhi dengan cinta lebih mudah dan cepat menangkap kebenaran. Cinta tidak tumbuh dalam hati yang dipenuhi keangkuhan, marah dan dendam. Bukankah Nabi saw mengatakan makna sombong adalah menolak kebenaran. Begitulah keangkuhan menyesatkan Abu Jahal, Heraklius dan Saddam Husein.
Cinta melahirkan pengakuan dan kerendahan. Cinta adalah cahaya yang memberikan kekuatan penglihatan pada mata hati kita. Begitulah cinta akhirnya membimbing Abu Bakar, Al Najasyi dan Cat Steven kepada Islam. “Cinta dalam jiwa”, kata Iqbal, “serupa penglihatan pada mata”.
Pengetahuan bahkan bisa menyesatkan kalau ia tidak dibimbing oleh kelembutan tangan cinta. “Itu kebutaan.”, kata Einstein. Sebab ia tidak melahirkan pengakuan dan kerendahan hati. Itu juga yang menjelaskan mengapa ilmu pengetahuan modern justru menjauhkan Barat dari Tuhan. Di sana cinta tidak membimbing pengetahuan. Maka dengan penuh keyakinan Iqbal berkata dalam karyanya Javid Namah:
Pengetahuan bersemayam dalam pikiran,
Tempat cinta ialah hati yang sadar-jaga;
Selama pengetahuan yang tak sedikit juga mengandung cinta,
Adalah itu hanya permainan sulap si Samiri;
Pengetahuan tanpa Ruh Kudus hanya penyihiran
*Serial Cinta Anis Matta
DPD PKS Siak - Download Android App