pkssiak.org - Peribahasa Teliti sebelum membeli tampaknya tidak hanya tepat untuk calon konsumen atau pemilih agar tidak membeli kucing dalam karung, tapi juga relevan untuk siapapun, kapan saja, dan di mana saja.
Ketelitian sangat diperlukan dalam segala aspek kehidupan. Karena teliti merupakan sifat terpuji yang sangat dianjurkan oleh Islam.
Allah memerintahkan bersikap teliti, karena menusia cenderung bertindak tergesa-gesa, ceroboh, dan tidak
berpikir jangka panjang. "...Dan manusia itu cenderung bersifat tergesa-gesa." (QS. Al-Isra' [17]: 11). Padahal, tergesa-gesa itu termasuk perilaku setan.
Ketelitian merupakan pangkal keselamatan dan kemaslahatan bersama. Sedangkan kecerobohan menjadi penyebab kegagalan, penyesalan, dan kerugian.
Ketelitian sangat diperlukan dalam segala aspek kehidupan. Karena teliti merupakan sifat terpuji yang sangat dianjurkan oleh Islam.
Allah memerintahkan bersikap teliti, karena menusia cenderung bertindak tergesa-gesa, ceroboh, dan tidak
berpikir jangka panjang. "...Dan manusia itu cenderung bersifat tergesa-gesa." (QS. Al-Isra' [17]: 11). Padahal, tergesa-gesa itu termasuk perilaku setan.
Ketelitian merupakan pangkal keselamatan dan kemaslahatan bersama. Sedangkan kecerobohan menjadi penyebab kegagalan, penyesalan, dan kerugian.
Hal ini sudah terbukti dalam banyak hal. Akibat tidak teliti atau
ceroboh, misalnya, seorang pemimpin atau tokoh masyarakat bisa kehilangan muka jika mengeluarkan pernyataan yang keliru atau tidak berdasar.
Bahkan bisa jadi pernyataannya membuatnya diadukan kepada pihak berwajib karena dinilai melakukan fitnah atau tindakan yang tidak menyenangkan.
Kasir yang teliti pasti tidak akan membuat kecerobohan dalam menghitung uang. Istri yang teliti akan memilih cara yang efisien dalam membelanjakan harta suami.
Guru yang teliti akan memberi penilaian yang tepat dan adil kepada para siswanya. Peneliti yang teliti dan tekun pasti akan mengedepankan objektivitas dan netralitas, tidak menjadikan egoisitas dan kepentingan pribadinya untuk mengambil kesimpulan dan temuan-temuannya.
Polisi dan Badan Intelelijen yang teliti akan sigap dan cermat dalam menyelidiki, memverifikasi, dan memprediksi hal-hal yang dapat mengganggu dan mengancam keamanan negara.
Menteri yang teliti pasti tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Presiden yang teliti juga selalu berusaha arif, tepat, dan cermat dalam mengeluarkan kebijakan.
Teliti tidak identik dengan takut berlebihan dan berlama-lama dalam mengambil sikap dan keputusan. Teliti
mengharuskan kejelian, kecermatan, akurasi, dan konsistensi.
Ketelitian menuntut kesabaran dan kebesaran jiwa untuk mengendalikan egoisitas dan kepentingan pribadi demi tegaknya kebenaran dan keadilan.
Dengan demikian, ketelitian merupakan salah satu aspek kecerdasan emosi yang menjadi pengendali sikap dan tindakan agar sesuai dengan nilai moral dan hukum yang berlaku, tidak menyimpang dari jalan yang benar.
Oleh karena itu, ketika menerima berita yang belum jelas kebenarannya, Nabi saw selalu memerintahkan sahabatnya untuk klarifikasi atau tabâyun (ceck and receck) agar tidak terjadi fitnah atau musibah besar.
"Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan yang menyebabkan kamu menyesal atau perbuatan itu." (QS. Al-Hujurat [49]: 6).
Ketidaktelitian dapat terjadi jika seseorang lebih mengedepankan hawa nafsu, kepentingan pribadi, cara berpikir subjektif yang tidak melihat jauh ke depan, dan hanya tergiur oleh iming-iming materi yang menggiurkan.
Ketidaktelitian juga dapat diakibatkan oleh sistem (birokrasi) dan lingkungan kerja yang korup, sehingga budaya suap atau sogok-menyogok menjadi hal yang biasa, tanpa ada perasaan salah dan dosa. Na'udzu billahi min dzalik!
Sudah saatnya, kita selalu belajar teliti. Jika sikap teliti menjadi jati diri semua komponen bangsa, niscaya
kita tidak mudah terkena fitnah sekaligus tidak gampang memfitnah orang lain.
Belajar menjadi orang yang teliti tidaklah sulit selama kita selalu berpikir positif, melihat depan dengan penuh optimistis, mengutamakan kepentingan umat dan bangsa, dan menjauhkan diri dari godaan materi dan hawa nafsu.
Bahkan bisa jadi pernyataannya membuatnya diadukan kepada pihak berwajib karena dinilai melakukan fitnah atau tindakan yang tidak menyenangkan.
Kasir yang teliti pasti tidak akan membuat kecerobohan dalam menghitung uang. Istri yang teliti akan memilih cara yang efisien dalam membelanjakan harta suami.
Guru yang teliti akan memberi penilaian yang tepat dan adil kepada para siswanya. Peneliti yang teliti dan tekun pasti akan mengedepankan objektivitas dan netralitas, tidak menjadikan egoisitas dan kepentingan pribadinya untuk mengambil kesimpulan dan temuan-temuannya.
Polisi dan Badan Intelelijen yang teliti akan sigap dan cermat dalam menyelidiki, memverifikasi, dan memprediksi hal-hal yang dapat mengganggu dan mengancam keamanan negara.
Menteri yang teliti pasti tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Presiden yang teliti juga selalu berusaha arif, tepat, dan cermat dalam mengeluarkan kebijakan.
Teliti tidak identik dengan takut berlebihan dan berlama-lama dalam mengambil sikap dan keputusan. Teliti
mengharuskan kejelian, kecermatan, akurasi, dan konsistensi.
Ketelitian menuntut kesabaran dan kebesaran jiwa untuk mengendalikan egoisitas dan kepentingan pribadi demi tegaknya kebenaran dan keadilan.
Dengan demikian, ketelitian merupakan salah satu aspek kecerdasan emosi yang menjadi pengendali sikap dan tindakan agar sesuai dengan nilai moral dan hukum yang berlaku, tidak menyimpang dari jalan yang benar.
Oleh karena itu, ketika menerima berita yang belum jelas kebenarannya, Nabi saw selalu memerintahkan sahabatnya untuk klarifikasi atau tabâyun (ceck and receck) agar tidak terjadi fitnah atau musibah besar.
"Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan yang menyebabkan kamu menyesal atau perbuatan itu." (QS. Al-Hujurat [49]: 6).
Ketidaktelitian dapat terjadi jika seseorang lebih mengedepankan hawa nafsu, kepentingan pribadi, cara berpikir subjektif yang tidak melihat jauh ke depan, dan hanya tergiur oleh iming-iming materi yang menggiurkan.
Ketidaktelitian juga dapat diakibatkan oleh sistem (birokrasi) dan lingkungan kerja yang korup, sehingga budaya suap atau sogok-menyogok menjadi hal yang biasa, tanpa ada perasaan salah dan dosa. Na'udzu billahi min dzalik!
Sudah saatnya, kita selalu belajar teliti. Jika sikap teliti menjadi jati diri semua komponen bangsa, niscaya
kita tidak mudah terkena fitnah sekaligus tidak gampang memfitnah orang lain.
Belajar menjadi orang yang teliti tidaklah sulit selama kita selalu berpikir positif, melihat depan dengan penuh optimistis, mengutamakan kepentingan umat dan bangsa, dan menjauhkan diri dari godaan materi dan hawa nafsu.
Sungguh, kita merindukan masyarakat yang teliti dan berjiwa
peneliti. Dengan ketelitian dan penelitian, masyarakat dan bangsa ini
menjadi lebih dewasa dan berwibawa. Bangsa yang teliti adalah bangsa
selalu mengedepankan kejujuran dan kebenaran.
Telitilah sebelum diteliti, karena teliti dapat membuat orang tidak menyesali diri di kemudian hari!!
Telitilah sebelum diteliti, karena teliti dapat membuat orang tidak menyesali diri di kemudian hari!!
Wallahu a’lam bish-shawab
Oleh Muhbib Abdul Wahab
[pkspadang]