Beda Harokah, Tetap Jalin Ukhuwah
By: Abul Ezz
Jumat, 10 Mei 2013
0
pkssiak.org - "Ana belakangan kok udah gak pernah ketemu akh X lagi
ya di tatsqif?". "Oh, beliau sudah pindah ke harokah A akh."
Obrolan seperti dialog singkat di atas barangkali sudah tak asing lagi terjadi dalam kehidupan para aktivis dakwah. Seorang aktivis dakwah pindah dari satu harokah ke harokah lain adalah hal yang biasa kita temukan. Bahkan, tak lagi berada dalam gerakan dakwah manapun juga biasa terjadi. Demikianlah, manusia dengan pilihannya masing-masing.
Memang benar bahwa di jama'ah dakwah mana pun kita berada, merupakan pilihan dan hak pribadi kita. Setiap aktivis dakwah berhak memilih harokah yang menurutnya sesuai dengan yang ia cari dan butuhkan. Lagipula, setiap gerakan dakwah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Selagi masih dalam bingkai amar ma'ruf nahi munkar, maka tak ada alasan bagi kita untuk tak lagi menjalin persaudaraan.
Obrolan seperti dialog singkat di atas barangkali sudah tak asing lagi terjadi dalam kehidupan para aktivis dakwah. Seorang aktivis dakwah pindah dari satu harokah ke harokah lain adalah hal yang biasa kita temukan. Bahkan, tak lagi berada dalam gerakan dakwah manapun juga biasa terjadi. Demikianlah, manusia dengan pilihannya masing-masing.
Memang benar bahwa di jama'ah dakwah mana pun kita berada, merupakan pilihan dan hak pribadi kita. Setiap aktivis dakwah berhak memilih harokah yang menurutnya sesuai dengan yang ia cari dan butuhkan. Lagipula, setiap gerakan dakwah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Selagi masih dalam bingkai amar ma'ruf nahi munkar, maka tak ada alasan bagi kita untuk tak lagi menjalin persaudaraan.
Harokah, atau yang Dr Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir MA dalam
bukunya “Menuju Jamaatul Muslimin” istilahkan sebagai “Jamaah Minal Muslimin”,
hanyalah sarana dakwah dalam menegakkan kedaulatan Islam. Masing-masing
memiliki ciri khas. Bahkan beliau pun berpesan dalam buku tersebut, bila
ditemui harokah yang lebih baik, kita harus beralih ke harokah tersebut. Atau
pilihan lain, bila menemukan harokah tempat kita bernaung memiliki kekurangan,
kita wajib membenahinya.
Permasalahan muncul ketika kita keliru menyikapi perbedaan
harokah tempat kita bernaung saat ini. Apalagi di era media sosial yang kian
terbuka ini, arus informasi makin kencang dan tak terbendung. Tak jarang, tanpa
sadar, kicauan-kicauan kita di sosial media cenderung menjelek-jelekkan harokah
lain. Semakin miris dan menyedihkan ketika harokah yang dinyinyiri adalah
harokah tempat kita pertama kali dikenalkan tentang Islam, tempat pertama kita
keluar dari masa-masa jahil dan degil menuju perubahan diri menjadi
sholih/sholihat.
Apakah salah jika pindah harokah. Kalo mau pindah sih silakan, hak pribadi masing-masing. Pilihan masing-masing, yang konsekuensinya ditanggung sendiri-sendiri. Hanya saja, bila sudah pindah lantas menjelek-jelekkan atau secara aktif nyinyir dengan tempat kita bernaung sebelumnya, serta berpotensi menyakiti hati saudara dan teman-teman yang masih berada di sana, sepertinya ada yang salah dengan pribadi diri. Harus perbanyak jatah tilawah per hari, supaya kita tak sempat menjelek-jelekkan saudara sendiri.
Apakah salah jika pindah harokah. Kalo mau pindah sih silakan, hak pribadi masing-masing. Pilihan masing-masing, yang konsekuensinya ditanggung sendiri-sendiri. Hanya saja, bila sudah pindah lantas menjelek-jelekkan atau secara aktif nyinyir dengan tempat kita bernaung sebelumnya, serta berpotensi menyakiti hati saudara dan teman-teman yang masih berada di sana, sepertinya ada yang salah dengan pribadi diri. Harus perbanyak jatah tilawah per hari, supaya kita tak sempat menjelek-jelekkan saudara sendiri.
Tak perlu saling sikut untuk menuju surga. Justru yang
diperlukan adalah bergandengan tangan sesame muslim, karena hal itu yang Allah
cintai. Perbedaan boleh saja disisipi nasihat, tapi nasihat yang lahir dari
kelapangan hati dan kesadaran akan wajibnya menjaga ukhuwah. Dengan begitu
nasihat menjadi bumbu manis dalam perbedaan.
Perasaan “ana khoirun minhu” ini selain mengantarkan pada
kesombongan, juga membawa penyakit menular asho’biyah. Inilah yang menyebabkan
umat Islam terpecah.
Yang tak kalah berbahaya adalah perasaan bebas dari
asho’biyah hanya karena tak berada di harokah mana pun. Karena berada di sebuah
harokah – apa pun bentuknya – tidaklah serta merta seseorang itu dihinggapi
penyakit asho’biyah, namun muatan berbahaya asho’biyah adalah menganggap diri
lebih baik daripada orang lain. Di mana perasaan lebih baik dari orang lain ini
bisa hinggap pada setiap orang, baik berada dalam harokah atau tidak sama
sekali.
Demikianlah. Betapa bersyukurnya kami dibesarkan di lingkungan tarbiyah, yang tak pernah diajari para murobbi dan murobbiyah kami untuk menjelek-jelekkan saudara sendiri, diajari agar mampu bersinergi, bekerja bersama-sama dalam cinta dan harmoni untuk menyambut tibanya ustadziatul 'alam. [islamedia]
DPD PKS Siak - Download Android App