Sebagai
aktivis dakwah Ilallah, akhir-akhir ini kita diajak muhasabah
sebenar-benar muhasabah. Kita tak mungkin berhenti berjuang, hanya
karena himpitan beban berat ujian atau karena berada di atas angin
kemenangan. Kita pun tak mungkin mundur ke belakang, larut dalam debat
berkepanjangan. Karena “Sekali layar terkembang, Pantang surut ke
belakang!”Ketika suatu keputusan telah bulat, maka seharusnya tidak ada
lagi keragu-raguan di dalamnya. Jalani, terjang gelombang dan badai
kehidupan yang menghadang sebagai konsekuensi. Tiada penyesalan!! Karena
hidup adalah tanggungjawab atas setiap pilihan yang sudah diputuskan.
Oleh
karena itu, bila ada ujian atau kesulitan, baginda Rasul dan
salafusshalih selalu mengintruksikan untuk mengevaluasi derap langkah
perjalanan. Khawatir Al-Haq yang sedang kita perjuangkan, disusupi
kebatilan, walau dalam kadar yang menurut kita ringan tapi menurut Allah
tidak dimaafkan. Bagi aktivis dakwah, cukuplah menjadi aib saat kita
"berpuas hati" atas sedikit prestasi, padahal jalan perjuangan masih
terjal dan panjang. Abu Tamam berkata, "Tak ada aib manusia yang aku
lihat sebagai aib, seperti patah semangatnya orang-orang yang mampu
meraih kesempurnaan."
Karena
kita adalah partai dakwah dan lahir dari rahim tarbiyah, maka wajar
bila PKS dihadapkan pada tuntutan yang melebihi tuntutan kepada
partai-partai lain:
1.
Bagi masyarakat yang berafiliasi kepada gerakan Islam, wajar bila
mempertanyakan peran dakwah amar makruf PKS di parlemen dan di
pemerintahan. Walau uniknya, beberapa dari mereka yang mengkritisi
bersikap GOLPUT dan enggan memberikan partisipasi, walau hanya dengan
memberikan suara. Padahal, contoh elemen Salafy di Mesir. Mereka
memutuskan untuk terjun aktif, memobilisasi massa, menjadi partner
koalisi dengan Moursi (IM), namun mereka tetap kritis untuk
kebijakan-kebijakan yang dirasa merugikan umat Islam. Salafy Mesir
berpikir, Moursi (IM) adalah "saudara dekat" yang masih bisa tersentuh
dengan lantunan ayat-ayat Al-Qur'an dan nasihat Rasul. Tentu
mendukungnya jauh lebih baik daripada bersikap PASIF, berpangku tangan,
mengkritik keadaan dan membiarkan negara diurusi kaum
sekuler-liberal-muslim ambigu yang selama ini berlindung di bawah ketiak
rezim Mubarak.
2.
Bagi masyarakat awam, wajar bila mereka menuntut PKS konsisten dengan
pengabdian. Mereka meminta dua saja: Public Fasilities yang memadai:
Jalan-jalan lulus, bebas banjir; dan Publik Services yang optimal:
pendidikan-kesehatan normal, harga stabil, dan layanan yang tidak
bertele-tele. Terserah PKS dengan gubernurnya atau walikotanya mau
mengaji tiap waktu, memberi nasihat tiap jam. Bagi awam yang penting
perut kenyang, jalan-jalan lancar, usaha tak ada halangan. Titik.
Sebagai
dakwah yang tidak lagi sekedar duduk melingkar dalam forum-forum
tarbiyah di pojok-pojok masjid. Sejatinya, peringatan dari
saudara-saudara pergerakan Islam manapun: harus diterima sebagai
nasihat. Pahit getir nasihat, adalah menyehatkan. Tentu PKS bisa
memfilter, mana nasihat yang tulus mana yang akal bulus. Mana nasihat
yang ikhlas, mana nasihat yang penting asal puas. Mana kritik
membangunkan, mana kritik yang membingungkan.
Sebagai
partai yang tidak lagi berjuang mengurusi batasan ET dan jumlah kader
yang banyak dengan kesolidan yang teruji di lapangan dan dana yang
seluas langit dan bumi, maka PKS harus menekankan kepada kader-kader
yang DITUGASKAN menjadi anggota dewan level Pusat ataupun daerah, para
menteri, gubernur, walikota/bupati untuk fokus mengurusi HAJAT hidup
khalayak. Mundur menjadi pengurus di PKS untuk fokus bekerja sebagai
pejabat publik, harus diimbangi dengan kerja-kerja nyata yang manfaatnya
dirasakan publik. Untuk Public Fasilities, kader-kader PKS harus siap
ZERO Corruption. Sedangkan untuk Public Services, saatnya secara radikal
mengganti pejabat-pejabat eselon I, II, dan PNS yang tidak sepandangan
dengan misi dan visi besar PKS.
=>
STOP fenomena memperkaya diri. Karena ketika saat ada kasus korupsi,
yang kena getahnya adalah seluruh kader. Nasib kader yang di bawah,
dilecehkan dan terus menerus dihujat atas perbuatan yang tidak
dilakukan. Hingga ada sindiran, "Qiyadah yang berak, kader di bawah yang
sibuk nyebokin."
=>
STOP fenomena Job What. Yaitu ketika menjabat, bingung menentukan skala
prioritas pekerjaan. Tengoklah pemimpin-pemimpin besar, ia selalu
disibukkan dengan agenda-agenda besar. Karena seorang
gubernur/walikota/bupati yang ditunggu oleh masyarakat bukan kelihaian
berkhutbah, ceramah, atau kepandaian tilwah ... tapi yang ditunggu
adalah nilai-nilai materi yang kasat mata, dirasakan, dan terbukti!
=>
STOP fenomena Narsis. Karena ternyata tak sedikit para
gubernur/bupati/walikota yang ditugaskan PKS, sibuk studi S2-S3, di saat
pendidikan Dasar masyarakatnya belum tercapai! Padahal ia terpilih
menjadi gubernur/walikota/bupati hasil dari jerih payah kader-kader di
bawah. Mereka rela kehujanan, ikhlas kepanasan. Kampanye dor to dor,
dengan ongkos sendiri, modal kaos sendiri, hingga bekal konsumsi
sendiri. Kader-kader yang hingga kini tak pernah meminta jatah PNS,
jatah APBD. Kader-kader yang ikhlas berjuang karena Allah, agar PKS
semakin besar dan besar dan besar! Hingga Islam dan umatnya berjaya,
bukan sekedar retorika belaka!
Ujian
yang menimpa PKS, jangan dianggap remeh dan jangan dianggap lumrah.
Sebab 7 % suara nasional, merupakan suara harapan yang insya Allah akan
berlipat kali ganda, jika kita tidak terjebak kepada lobang kesalahan
berkali-kali. Kita hanya bisa berdoa, ya Rabb, sebagaimana doa yang
disampaikan Abu Salamah yang saya ubah, "”Ya Allah, kurniakanlah kepada
agenda-agenda dakwah kami, sesudah ramainya kasus ini sistem dan pejuang
yang lebih baik, yang tidak akan menyengsarakan dan menyakiti umat-Mu
ya Rabb. Bersihkan kami dari benalu niat dan benalu lainnya. Karena kami
tak ingin terperosok ke dalam kelemahan yang berulang."
Bandung, 24/05/13; 7:52
By: Nandang Burhanudin, Lc