pkssiak.org - Di antara akhlak tercela adalah syamatah (شماتة).. tahukah kamu.. apa syamatah..?
Syamatah adalah orang yang merasa senang dengan ujian dan musibah yang menimpa saudaranya, baik urusan dunia maupun agama.
Ketika ada saudara kita, baik kerabat atau saudara seagama sedang menderita, jangan merasa senang karenanya.
Ada saudara yang sakit, kecelakaan, usaha rugi, atau ada yang terjerumus dosa, berzina, dll.. jangan senang karenanya.
Justeru seharusnya kita sedih karenanya, dan membantunya atau minimal mendoakannya agar dijauhkan dari berbagai musibah.
Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang menampakkan kegembiraan atas ujian yang menimpa saudaranya……maka bisa jadi, Allah merahmati saudaranya, dan Dia akan mengujimu.” (Tirmizi)
Maksudnya, jika ada yang senang dengan musibah saudaranya, bisa jadi musibah saudaranya itu Allah angkat dan Allah uji dia dengan musibah tersebut.
Hal lain lagi yang terkait syamatah adalah agar kondisi kita sebagai muslim jangan sampai membuat musuh senang.
Musuh Islam senang kalau muslim itu lemah dan kalah, suka gontok-gontokan, dan yang paling mereka suka adalah jika muslim jauh dari agamanya.
Itu artinya, sebagai muslim kita harus kuat, meyakinkan, bersatu, komitmen terhadap agamanya, dll.
Inilah maka doa Nabi SAW, bahwa beliau berlindung kepada Allah dari syamatah A’daa’, yaitu kegembiraan musuh karena kondisi kaum muslim.
Tercatat dalam sejarah…, seorang tentara muslim tertawan pasukan kafir. Dalam tahanan dia dibuat lapar, tidak disediakan makanan.
Sampai akhirnya disediakan daging babi yang siap dimakan… namun dia tidak mau makan..diperintah, tetap tidak mau.
Syamatah adalah orang yang merasa senang dengan ujian dan musibah yang menimpa saudaranya, baik urusan dunia maupun agama.
Ketika ada saudara kita, baik kerabat atau saudara seagama sedang menderita, jangan merasa senang karenanya.
Ada saudara yang sakit, kecelakaan, usaha rugi, atau ada yang terjerumus dosa, berzina, dll.. jangan senang karenanya.
Justeru seharusnya kita sedih karenanya, dan membantunya atau minimal mendoakannya agar dijauhkan dari berbagai musibah.
Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang menampakkan kegembiraan atas ujian yang menimpa saudaranya……maka bisa jadi, Allah merahmati saudaranya, dan Dia akan mengujimu.” (Tirmizi)
Maksudnya, jika ada yang senang dengan musibah saudaranya, bisa jadi musibah saudaranya itu Allah angkat dan Allah uji dia dengan musibah tersebut.
Hal lain lagi yang terkait syamatah adalah agar kondisi kita sebagai muslim jangan sampai membuat musuh senang.
Musuh Islam senang kalau muslim itu lemah dan kalah, suka gontok-gontokan, dan yang paling mereka suka adalah jika muslim jauh dari agamanya.
Itu artinya, sebagai muslim kita harus kuat, meyakinkan, bersatu, komitmen terhadap agamanya, dll.
Inilah maka doa Nabi SAW, bahwa beliau berlindung kepada Allah dari syamatah A’daa’, yaitu kegembiraan musuh karena kondisi kaum muslim.
Tercatat dalam sejarah…, seorang tentara muslim tertawan pasukan kafir. Dalam tahanan dia dibuat lapar, tidak disediakan makanan.
Sampai akhirnya disediakan daging babi yang siap dimakan… namun dia tidak mau makan..diperintah, tetap tidak mau.
Dia katakan kepada mereka, saya tahu bahwa kini babi itu halal (kondisi
dhorurat –red), tapi saya tidak mau membuat kalian bergembira karena saya
makan daging babi itu.
Begitu pula dalam kisah Nabi Harun dan Nabi Musa… disana terdapat pelajaran agar kita terhindar syamatah a’daa.
Ketika Nabi Musa kembali menemui kaumnya, Bani Israil, setelah pergi untuk menerima perintah Tuhannya.
Dia mendapatkan kaumnya telah menyembah anak sapi…Tentunya saja, dia sangat marah…kaumnya yang telah dibina menjadi sesat.
Sasaran kemarahannya tak ayal diarahkan kepada Nabi Harun. Sebab dialah yang diamanahi menjaga kaumnya.
Rambutnya sempat dijambak oleh Nabi Musa alaihissalam, saking
marahnya, “Kenapa tidak kau beritahu aku tentang keadaan mereka.” Katanya.
Nabi Harun sendiri
memiliki alasan bahwa posisinya sangat dilematis. jika
memberitahu Nabi Musa, maka dia harus meninggalkan kaumnya, padahal
pesan Nabi Musa agar dia menjaga kaumnya. Nanti kalau ditinggalkan,
dikira tdk menunaikan tugas.
Sementara oleh kaumnya dia tidak dianggap, tidak sebagaimana sikap
mereka terhadap nabi Musa. Bahkan dia hampir dibunuh (QS. Thaha: 92-94).
Maka ketika Nabi Musa murka kepadanya dan akan menghukumnya, Nabi Harun berkata…Wa laa tusymit biyal a’daa…. Jangan jadikan kondisi aku membuat musuh-musuhku senang (QS. Al-A’raf: 50).
Maksudnya, kalau engkau menghukumku dan menghinakan aku, hal itu membuat musuh-musuhku senang.
Sebuah sikap yang sangat penting dalam dunia dakwah. Bahwa apapun yang terjadi pada kaum muslimin, walaupun ada perbedaan.
Apakah berbeda pandangan politik, pendekatan dakwah dan praktik dalam perkara cabang, hendaknya sikap kita hati-hati.
Saat melihat saudaranya kita anggap salah langkah, terobosannya keliru, atau bahkan ada yang tergelincir.
Maka, cara mengatasinya
tidak harus dengan menampakkan permusuhan secara terbuka, atau
memojokkan atau membuatnya merasa tersudut.
Sebab hal tersebut
membuat musuh-musuh Islam senang, karena mereka akan mendapatkan celah
untuk memojokkan Islam atau dakwah Islam.
Atau jangan sampai
berakibat buruk lebih besar, karena para ulama telah meletakkan kaidah
dar’ul mafsadah muqaddamun ala jalbil mashalih..(menolak keburukan,
didahulukan dari mendatangkan kemaslahatan).
Nasehati secara proporsional, tunjukkan apresiasi, tampakkan kecintaan terhadap saudara dan doakan.
Sebab.. menciptakan situasi agar kaum muslim saling gontok-gontokan kini menjadi andalan Iblis terhadap kaum muslimin.
Nabi saw bersabda, "Iblis
sudah putus asa menggoda orang-orang saleh agar Allah tidak disembah,
..…Tapi yang masih dapat mereka lakukan adalah menciptakan pertikaian di
antara mereka.” (HR. Muslim)
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ سُوءِ الْقَضَاءِ وَمِنْ دَرَكِ الشَّقَاءِ وَمِنْ جَهْدِ الْبَلاَءِ وَمِنْ شَمَاتَةِ الأَعْدَاءِ
“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dr takdir buruk, jurang kehinaan,
musibah memberatkan dan kegembiraan musuh..” (Muttafaq alaih)
Semoga kita dijauhkan dari syamatah terhadap saudara, dan dari syamatah musuh terhadap kita… aamiin.
Abdullah Haidir, Lc.
[islamedia.web.id]