PKS Belajar Kepemimpinan dari Sang Penakluk Konstantinopel
By: Abul Ezz
Selasa, 30 April 2013
0
pkssiak.org, Istanbul -
Inspirasi bisa datang dari mana dan siapa saja. Termasuk dari sang
penakluk Konstantinopel, Muhammad Al Fatih. Banyak hal yang bisa diambil
kader PKS dari pemimpin muda tersebut.
Ketua Fraksi PKS di DPR Hidayat Nur Wahid membeberkan soal sejarah penaklukan kota Konstantinopel pada abad ke-15 hingga gaya kepemimpinan Muhammad Al Fatih yang begitu menginspirasi.
Diskusi digelar di benteng Konstantinopel di taman museum Panorama, Istanbul, Turki, Minggu (28/4/2013). Presiden PKS Anis Matta dan ketua Komisi I DPR dari PKS Mahfudz Siddik.
"Oleh Muhammad Al Fatih kota ini diubah namanya dari Konstantinopel jadi Islambul, entah kenapa jadi Istanbul sekarang," kata Hidayat.
Ditambahkan oleh Hidayat, Al Fatih memiliki sejumlah inspirasi yang bisa ditiru oleh kader PKS. Di antaranya, pemimpin muda itu memiliki kepribadian yang agung dan sangat suka dengan sejarah.
"Sehingga dia tidak mengulangi lagi kegagalan pemimpin sebelumnya," kata Hidayat.
Tak hanya itu, Al Fatih juga dikenal sebagai orang yang detail memperhatikan hal sekelilingnya. Mulai dari urusan administrasi hingga senjata. Pria yang menaklukkan kota Konstantinopel di usia 22 tahun itu bahkan sangat suka teknologi.
"Beliau juga menguasai banyak bahasa asing," terangnya.
Meski begitu, Hidayat berpesan pada kadernya, butuh waktu hingga 8 abad agar kota Konstantinopel bisa ditaklukkan. Saat ini, PKS baru berusia 15 tahun, sehingga bisa disimpulkan, perjalanan untuk mencapai kesuksesan itu tidaklah gampang.
"Tapi dengan kepemimpinan unggul, maka waktu yang panjang itu bisa dipotong pendek," pesan Hidayat.
Mahfudz Siddik kemudian mengaitkan gaya kepemimpinan Al Fatih dengan politik hubungan luar negeri di Indonesia. Mahfudz bercerita soal tiga fase politik luar negeri Indonesia yang dia nilai lebih baik ketika era Orde Lama.
"Saat itu politik luar negeri konfrontatif, saat itu leverage politik meningkat sangat kuat, tidak ada orang yang tidak kenal sosok Soekarno," imbuhnya.
Di era Orde Baru dan Reformasi, kata Mahfudz, politik luar negeri Indonesia lebih akomodatif. Ke depan, dia berharap pemimpin Indonesia harus bisa memainkan peranan lebih besar di dunia internasional karena latar belakang sebagai negeri muslim terbesar di dunia. (mad/nrl)
Ketua Fraksi PKS di DPR Hidayat Nur Wahid membeberkan soal sejarah penaklukan kota Konstantinopel pada abad ke-15 hingga gaya kepemimpinan Muhammad Al Fatih yang begitu menginspirasi.
Diskusi digelar di benteng Konstantinopel di taman museum Panorama, Istanbul, Turki, Minggu (28/4/2013). Presiden PKS Anis Matta dan ketua Komisi I DPR dari PKS Mahfudz Siddik.
"Oleh Muhammad Al Fatih kota ini diubah namanya dari Konstantinopel jadi Islambul, entah kenapa jadi Istanbul sekarang," kata Hidayat.
Ditambahkan oleh Hidayat, Al Fatih memiliki sejumlah inspirasi yang bisa ditiru oleh kader PKS. Di antaranya, pemimpin muda itu memiliki kepribadian yang agung dan sangat suka dengan sejarah.
"Sehingga dia tidak mengulangi lagi kegagalan pemimpin sebelumnya," kata Hidayat.
Tak hanya itu, Al Fatih juga dikenal sebagai orang yang detail memperhatikan hal sekelilingnya. Mulai dari urusan administrasi hingga senjata. Pria yang menaklukkan kota Konstantinopel di usia 22 tahun itu bahkan sangat suka teknologi.
"Beliau juga menguasai banyak bahasa asing," terangnya.
Meski begitu, Hidayat berpesan pada kadernya, butuh waktu hingga 8 abad agar kota Konstantinopel bisa ditaklukkan. Saat ini, PKS baru berusia 15 tahun, sehingga bisa disimpulkan, perjalanan untuk mencapai kesuksesan itu tidaklah gampang.
"Tapi dengan kepemimpinan unggul, maka waktu yang panjang itu bisa dipotong pendek," pesan Hidayat.
Mahfudz Siddik kemudian mengaitkan gaya kepemimpinan Al Fatih dengan politik hubungan luar negeri di Indonesia. Mahfudz bercerita soal tiga fase politik luar negeri Indonesia yang dia nilai lebih baik ketika era Orde Lama.
"Saat itu politik luar negeri konfrontatif, saat itu leverage politik meningkat sangat kuat, tidak ada orang yang tidak kenal sosok Soekarno," imbuhnya.
Di era Orde Baru dan Reformasi, kata Mahfudz, politik luar negeri Indonesia lebih akomodatif. Ke depan, dia berharap pemimpin Indonesia harus bisa memainkan peranan lebih besar di dunia internasional karena latar belakang sebagai negeri muslim terbesar di dunia. (mad/nrl)
DPD PKS Siak - Download Android App