Mitos-Mitos di Sekitar Partai Keadilan Sejahtera Part I
By: Abul Ezz
Selasa, 09 April 2013
0
Presiden PKS, Anis Matta saat ziarah ke makam Walisongo (foto: inilah.com) |
Dalam menyongsong pemilu 2014 dan pilkada di beberapa daerah, sejumlah elit termasuk kader-kader di bawah sibuk konsolidasi. Salah satu elit PKS yang paling sibuk belakangan iniadalah Anis matta. Presiden baru PKS yang menggantikan Luthfi hasan karena tersandungmasalah di komisi anti rasuah, rajin turun ke bawah. Dan yang mengejutkan banyak pihak adalah ziarah dan tahlil ke makam sunan Kalijogo. Anis Matta berziarah ke makam SunanKalijaga dan tahlilan bersama takmir Masjid Agung Demak, Rabu, 3 April 2013. Bekas Wakil Ketua DPR ini memiliki alasan sendiri. “ Ini bagian dari silaturahmi,” kata Anis
Matta. Saat ditanya apakah ziarah dan tahlil ini bagian dari manuver untuk merengkuh dukungan terhadap partai yang dipimpinnya, Anis tak menjawabnya secara jelas. ” Intinya, silaturahmi dengan kiai dan juga melakukan ziarah makam. Soal dukung-mendukung itu belakangan, nantilah,” kata Anis Matta, yang didampingi para pengurus PKS di Jawa Tengah.
Selain melakukan safari ke beberapa tokoh, Anis juga akan melakukan konsolidasi pemenangan pasangan calon Gubernur Jawa Tengah Hadi Prabowo-Don Murdono. Tentu ini pemandangan langka terutama bagi warga Nahdliyin bahkan orang-orang yangawam tentang akrobat politik PKS. PKS dalam perjalanan politiknya tak sepi dari citra atauatribusi negatif, termasuk kesan "Fundamentalis" “Eksklusif” dan “Wahabi” dalam bentuk anti maulid dan tahlil yang sangat tidak menguntungkan PKS, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, PKS akan kesulitan menambah suara, apalagiuntuk menjadi partai terbesar di Indonesia, karena pada dasarnya masyarakat Indonesiaadalah masyarakat yang multikultural.
Secara pribadi, penulis tidak kaget dengan langkah Anis matta yang notabenenya berkultur Muhammadiyah. Karena bisa dibilang langkahnya merupakan sikap inklusif. Lagi pula PKStidak memfatwakan bahwa
“tahlil” itu bid‟ah apalagi haram, sebagaimana kebijakan partaiini mau menerima non Muslim sebagai Anggota, bahkan pengurus DPD/DPC meski terbatasdi daerah minoritas muslim seperti di Papua. Penulis tidak akan membincangkan ataumemperdebatkan lebih jauh kunjungan Anis matta ke Demak. Apakah murni ziarah atau bagian dari manuver politik semata.
Seperti yang tertera pada judul di atas, artikel singkat iniakan membahas isu-isu yang beredar di kalangan media dan masyarakat yang semuanyadialamatkan kepada PKS. Seringkali isu tersebut kita dengar dan seakan-akan sudah menjadimitos tersendiri. Mulai dari suka membid‟ahkan harakah lain, PKS kepanjangan tangan HTIdi parlemen, PKS anti Pancasila, PKS abaikan penerapan Syariat Islam, Kader PKS hanyamau kawin sesama Anggota, Isu Mahar politik, hingga perihal Faksi keadilan-FaksiSejahtera.
Yang pertama, Suka membid‟ahkan pihak lain. Bagi orang yang pergaulannya ataurelasinya terbatas, dan bukan tipe-tipe suka membaca buku-buku tentang PKS. Otomatisdengan mudahnya akan terpengaruh asumsi-asumsi yang belum tentu terbukti kebenarannya.Sesuatu hal yang diulang-ulang, seakan-akan kenyataan meski buktinya belum tentu ada itulah yang dinamakan mitos.
Terkait PKS gemar membid‟ahkan pihak lain, menurut pengalaman pribadi penulis, asumsi itu bagaikan pepesan kosong alia Hoax. Penulis berikan contoh dua pengalaman ketika berinteraksi dengan orang PKS. Suatu hari, ada ustadz PKS berkhutbah di masjid yang dikelola Muhammadiyah. Biasanya, prolog khutbah di masjid itu“kullu bid’atin dholalah” namun, sang ustadz tidak mengikuti pakem khutbah di masjid tersebut. Seingat penulis, beliau khutbah mengenai cobaan-cobaan dalam dakwah dengan mengambil kasus pengalaman pahit buya Hamka, dimana buya pernah dituduh makar dan dijebloskan ke penjara ketika zaman Orde lama. Pengalaman yang lainnya adalah ketika mengerjakan tesis, penulis mendapati sebuah keluarga PKS yang berkultur salafy. Dimana sang anak dipondokkan ke Pesantren salafy di Klaten. Sang suami kesehariannya sholat dimasjid NU dekat rumahnya. Tidak pernah pilih-pilih masjid Salafy ataukah Muhammadiyah. Sedangkan sang istri mengadakan majelis taklim di kampung. Uniknya, beliau sering mengundang tokoh Fatayat untuk mengisi pengajian di taklim yang ia adakan. Keluarga PKS berkultur salafy ini mengaku di rumahnya tidak pernah mengadakan tahlilan. Kalau khataman dan sebagainya masih ditoleransi. Point penting yang ingin penulis garis bawahi, meski tidak ikut tahlilan. Ibu beserta sang suami tidak pernah mencela bahkan membid‟ah-bid‟ahkan. Itulah dua pengalaman penulis.
Janganlah setiap seseorang itu karena berjenggot,celana cingkrang, jilbab panjang lantas dipukul rata bahwa itu orang PKS. Tidak semudahitu... perlu penelusuran lebih mendalam, jika ingin mengetahui corak/paham keagamaanseseorang. Sekali lagi, mayarakat yang awam perlu obyektif dalam menilai PKS.
Fadh Ahmad Arifan
http://www.scribd.com
DPD PKS Siak - Download Android App