Intermezzo Empat Khalifah
By: Abul Ezz
Selasa, 16 April 2013
0
Intermezzo Empat Khalifah
Oleh Yoan
pkssiak.org - Kisah perjalanan empat khalifah yang masyhur dengan julukan khulafaur-rasyidin merupakan satu fase perjalanan sejarah yang sepantasnya menjadi cermin dari frame work kerja dan perjuangan kita saat ini.
Abu Bakr Ashshiddiq ra, ‘Umar bin Khaththab ra, Utsman bin Affan ra, dan
Ali bin Abi Thalib ra, ialah empat mutiara islam hasil sepuhan langsung
tangan Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam. Empat karakter mutiara ini
telah Allah tetapkan untuk memimpin empat fase kekhalifahan yang
berbeda, uniknya perbedaan ini telah diatur betul oleh Allah
subhanallahuta’ala sehingga mix-match dengan masing-masing pribadi.
Mari kita singgah sekejap pada perlayaran singkat Abu Bakr Ashshidiq;
Masa kekhalifan orang terdekat Rasulullah ini hanya berjalan dua tahun
tiga bulan, tapi sesungguhnya warisan penting dari waktu singkat
tersebut ialah penjagaan mabda’ (prinsip dasar) ajaran islam dan
menjadikannya sebagai sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar.
Hal ini terlihat dari tiga hal penting yang menjadi concern utama sang Khalifah, yaitu:
1. Pemberantasan para murtad
2. Pemberantasan para nabi palsu di Yaman, seperti Musailamah dan Thulaihah Al-Assady
3. Memerangi para muslim yang enggan membayar zakat
Paska wafatnya Rasulullah sebagian bangsa Arab menyatakan
terang-terangan bahwa mereka murtad disamping ada pula yang tetap islam
namun menolak membayar zakat. Inilah masa transisi yang sulit setelah
sosok panutan tidak lagi ada di tengah-tengah mereka. Menjadi catatan
penting untuk kita dewasa ini, bahwa boleh-boleh saja terinspirasi dari
siapa pun, tapi ingat lah bahwa jasad itu tidak utuh, ada pun esensi
dari content kebaikan itulah yang sejati. Maka jangan semata-mata
figuritas yang membuat kita kukuh, lalu ketika ia hilang kita pun loyo.
Dan masa transisi ini harus dilewati Abu Bakr dengan tegas., sebagaimana
akhirnya beliau melancarkan perang terhadap para murtad dalam peristiwa
habrur-riddah dengan memberangkatkan 12 kompi dalam satu hari. Setegas
itu pula sikap Abu Bakr ketika menghadapi para pembangkang yang masih
minta-minta kompromi dalam perkara zakat. Hingga terjadi pertempuran tak
imbang antara pasukan Abu Bakr yang sedikit dan pasukan pembangkang
yang banyak. Namun atas izin Allah terhadap keteguhan semangat Abu Bakr
untuk mempertahankan prinsip dasar islam, pasukan mukmin menang telak
dalam pertempuran dahsyat tersebut.
Inilah cermin berpikir yang jauh dan dalam. Walau pun sebagian ulama
pada saat itu termasuk Umar pada awalnya tidak sepakat dengan sikap Abu
Bakr untuk memerangi pembangkang karena keislaman mereka, namun Abu Bakr
tetap dengan pendiriannya. Sikap ini adalah bentuk konsistensi
memelihara fikrah islam demi pewarisan yang benar terhadap generasi
selanjutnya. Ia utamakan keutuhan ajaran islam yang sempurna, daripada
memelihara keutuhan kuantitas kaum muslimin dan negera namun tanpa
fikrah islam yang utuh. Coba bayangkan seandainya saat itu Abu Bakr
bertoleransi soal zakat? Barangkali saat ini kita jadi punya alasan
untuk menjadikan zakat sebagai kisah harmoni masa lalu saja, tanpa
pengamalan. Semoga Allah memberkahi keteguhan Abu Bakr.
Saat Abu Bakr merasakan ajalnya kian dekat, ia memanggil para sahabat
untuk bermusyawarah perihal rencananya untuk mengangkat ‘Umar bin
Khaththab sebagai khalifah selanjutnya. Banyak para sahabat yang tidak
sepakat dengan pengangkatan Umar, namun setelah Abdurrahman bin ‘Auf
menyampaikan tanggapannya bahwa, “kami tidak mengenal engkau (Abu Bakr)
kecuali menginginkan yang terbaik, dan engkau tetap sebagai orang yang
baik dan suka memperbaiki!” Barulah para sahabat tersadar.
Setelah Abu Bakr mantap betul dengan kerelaan orang muslim terhadap
Umar, Abu Bakr membai’at Umar di hadapan kaum muslimin. Setelah
peneguhan janji itu, Abu Bakr berwasiat pada Umar, sebagai berikut:
“Sesungguhnya aku mengangkatmu sebagai khalifah sepeninggalku. Hendaklah
engkau BERTAQWA KEPADA ALLAH. Sesungguhnya Allah mempunyai amal malam
hari yang tidak Dia terima pada siang hari dan amal siang hari yang
tidak Dia terima pada malam hari. Dia tidak menerima ibadah sunnah
sampai ibadah fardhu dijalankan. Bila engkau memelihara wasiat ini, maka
tidak ada KEGAIBAN yang lebih engkau cintai selain KEMATIAN, sedang ia
akan menimpamu. Dan jika engkau mengabaikan pesanku, maka tidak ada
kegaiban yang lebih engkau benci selain kematian itu sendiri. Dan aku
tidaklah mengalahkan Allah.”
Tak ada salahnya, jika wasiat ini turut kita jadikan pegangan, meski
terkhusus Abu Bakr berikan pada Umar. Terlebih saat dakwah memasuki era
menuju B3SAR ini. sebagaimana Abu Bakr paham betul, soal strategi
bernegara, taktik politik, dll, tak perlu diwasiatkan, karena ia akan
muncul dengan alaminya, namun PESAN KETAQWAAN, itulah sebaik-baiknya
wasiat. Segala macam jalan kemudahan bernegara bagi Abu Bakr hanya dapat
muncul dengan satu modal dasar, yaitu taqwal-quluub¸taqwa kepada Allah
subhanallahuta’ala.
Menjelang kematiannya, Abu Bakr menghadapi sakratul maut didampingi
putri tercintanya, A’isyah ra, persis seperti yang dilalui oleh sahabat
terkasihnya, Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam. Saat A’isyah
mendendangkan satu buah sya’ir, Abu Bakr dengan ruhul-qur’an nya justru
melantunkan sepenggal ayat ke 19 dari surah Qaaf;
“Dan datanglah sakratul-maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”
Kemudian melayanglah ruh Mujahid sejati ini, sedang tutur terakhirnya adalah:
“Ya Rabbi, matikanlah aku dalam keadaan muslim dan pertemukanlah aku dengan orang-orang shalih.”
Berakhirlah hidup Abu Bakr di pentas dunia nan fana ini, sementara satu
amalnya, kata Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam, tak mampu menyamai
amal seluruh kalian. Hingga Umar nan gagah pun menetes air mata
beningnya, seraya berucap:
“Wahai Abu Bakar, engkau telah menjadikah khalifah sesudah engkau susah untuk menirumu!”
(bersambung)
@yoan_dolang
Medan, 15-4-2013
DPD PKS Siak - Download Android App