Guru Besar FH UGM: Penanganan Korupsi di Indonesia Rancu
By: Abul Ezz
Jumat, 19 April 2013
0
pkssiak.org - Penanganan
kasus korupsi di Indonesia masih rancu, karena dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian.
"Saya mendukung hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus korupsi," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Eddy OS Hiariej, dalam diskusi 'Penanganan Korupsi Kehilangan Arah' di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (18/4).
Selama ini, menurut dia, penanganan kasus korupsi oleh Kejaksaan dan Kepolisian tidak jelas, karena hanya menerapkan Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Ia mengatakan dengan adanya beberapa lembaga yang menangani pemberantasan korupsi, maka ego sektor yang akan muncul.
"KPK parameternya jelas, sedangkan Kepolisian dan Kejaksaan parameternya tidak jelas," katanya.
Secara spesifik, menurut Eddy, Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi sering hanya mengejar target, dan melupakan kualitas.
Dalam hal ini, kata dia, Kejaksaan akan berusaha keras menjadi lembaga yang merasa paling mampu memberantas korupsi.
"Semestinya, Kejaksaan membangun sistem, dan tidak asal 'bidik'. Kejaksaan tidak memiliki parameter yang jelas tentang korupsi, sehingga seringk menimbulkan ketidakpastian hukum," katanya.
Eddy juga menyoroti jaksa penutut umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan korupsi 33 mantan anggota DPRD Kabupaten Gunung Kidul periode 1999-2004.
"Mereka yang tidak lunas terkait dengan kasus itu, dituntut 7,5 tahun, yang kurang sedikit dituntut 5,5 tahun, dan yang lunas dituntut 4,5 tahun. Dasarnya tidak jelas sama sekali," katanya.
Menurut dia, itu sama halnya pasang togel.
Dia juga menyoroti tentang vonis yang dijatuhkan hakim. "Jangan sampai hanya dari persepsi pribadi akibat takut disorot masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM)," katanya.
Wakil Bupati Gunung Kidul Imawan Wahyudi mengatakan seharusnya ada perubahan dalam memberantas korupsi di Indonesia, sehingga hukum benar-benar menjadi dasar pijakan keadilan.
"Kalau persepsi hukum yang diagungkan, maka Inalillahi bagi hukum itu sendiri," katanya.
Ia mengatakan, sering persoalan administrasi di pemerintahan serta DPRD diteruskan sebagai kasus korupsi. "Ini yang sering menyebabkan pejabat pemda, dan anggota DPRD terseret kasus korupsi," katanya.[Antara]
"Saya mendukung hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus korupsi," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Eddy OS Hiariej, dalam diskusi 'Penanganan Korupsi Kehilangan Arah' di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (18/4).
Selama ini, menurut dia, penanganan kasus korupsi oleh Kejaksaan dan Kepolisian tidak jelas, karena hanya menerapkan Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Ia mengatakan dengan adanya beberapa lembaga yang menangani pemberantasan korupsi, maka ego sektor yang akan muncul.
"KPK parameternya jelas, sedangkan Kepolisian dan Kejaksaan parameternya tidak jelas," katanya.
Secara spesifik, menurut Eddy, Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi sering hanya mengejar target, dan melupakan kualitas.
Dalam hal ini, kata dia, Kejaksaan akan berusaha keras menjadi lembaga yang merasa paling mampu memberantas korupsi.
"Semestinya, Kejaksaan membangun sistem, dan tidak asal 'bidik'. Kejaksaan tidak memiliki parameter yang jelas tentang korupsi, sehingga seringk menimbulkan ketidakpastian hukum," katanya.
Eddy juga menyoroti jaksa penutut umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan korupsi 33 mantan anggota DPRD Kabupaten Gunung Kidul periode 1999-2004.
"Mereka yang tidak lunas terkait dengan kasus itu, dituntut 7,5 tahun, yang kurang sedikit dituntut 5,5 tahun, dan yang lunas dituntut 4,5 tahun. Dasarnya tidak jelas sama sekali," katanya.
Menurut dia, itu sama halnya pasang togel.
Dia juga menyoroti tentang vonis yang dijatuhkan hakim. "Jangan sampai hanya dari persepsi pribadi akibat takut disorot masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM)," katanya.
Wakil Bupati Gunung Kidul Imawan Wahyudi mengatakan seharusnya ada perubahan dalam memberantas korupsi di Indonesia, sehingga hukum benar-benar menjadi dasar pijakan keadilan.
"Kalau persepsi hukum yang diagungkan, maka Inalillahi bagi hukum itu sendiri," katanya.
Ia mengatakan, sering persoalan administrasi di pemerintahan serta DPRD diteruskan sebagai kasus korupsi. "Ini yang sering menyebabkan pejabat pemda, dan anggota DPRD terseret kasus korupsi," katanya.[Antara]
DPD PKS Siak - Download Android App