pkssiak.org - Banyaknya
permasalahan di dunia pendidikan Kota Batam membuat DPRD Kota Batam
murka. Puncak kekesalan legislator adalah kasus dugaan asusila yang
dilakukan Kepala SMPN 28, Herizon terhadap 14 siswinya. Terkait maraknya
kasus dunia pendidikan itu, DPRD Batam pun mengancam akan menggunakan
hak interpelasi (bertanya) kepada Walikota Batam Ahmad Dahlan.
Wakil Ketua Komis IV DPRD Kota Batam, Udin P Sihaloho mengatakan, cukup banyaknya kasus terjadi di sekolah-sekolah adalah akibat proses pengangkatan kepala sekolah yang menyalahi aturan. Karenanya, Komis IV, kata dia, dalam waktu dekat ini akan menyurati Walikota Batam Ahmad Dahlan untuk mengingatkan bahwa sudah ada pelanggaran dalam penempatan kepala sekolah. Bahkan apabila sudah disurati tapi tetap tidak ada tindakan, maka Dewan akan menggunakan hak interpelasi.
"Kejadiannya sudah berulang-ulang. Makanya kita minta untuk memperbaiki aturan. Ini dilakukan seiring terjadinya pelanggaran oleh kepala sekolah, dan kesalahan tersebut selalu ditutupi Kepala Dinas Pendidikan. Dan jika masih juga terjadi tanpa ada perubahan yang lain, maka kita akan lobi-lobi fraksi lain untuk menggunakan hak interpelasi. Ini jalur politik yang kita tempuh," kata Udin dengan mimik serius di Gedung DPRD Kota Batam, Selasa (16/4).
Legislator PDIP itu merinci ada beberapa persoalan yang terjadi di Dinas Pendidikan. Mulai dari Penerimaan Siswa Didik Baru (PSDB), pengadaan buku Lembar Kerja Siswa (LKS), Ruang Kelas Baru (RKB), pengadaan alat praktek di SMK 6 yang nyata-nyata jurusannya tidak sesuai dengan peralatan diadakan.
"Soal kasus kepala sekolah seperti di SD 02, SMA 4, dan terakhir di SMPN 28. Ada indikasi yang dilakukan sarat dengan manpulasi. Sebab, kepala sekolah yang seharusnya pelaksana, ditunjuk seakan-akan untuk mengawal keberlangsungan pendidikan tapi tidak profesional. Itu terbukti, karena pengangkatan setiap kepala Sekolah sudah tidak sesuai dengan mekanisme," bebernya.
"Selama, pengangkatan kepala sekolah masih seperti ini, maka masalah akan terus terjadi. Tanpa ada penyelesaian dan akan selalu berulang-ulang. Pengangkatan Kepala Sekolah itu diatur dalam Perda nomor 4 tahun 2010 tentang, penyelenggaraan pendidikan kota Batam. Dimana, pengangkatan Kepsek itu SK-nya dari Kepala Dinas Pendidikan, bukan malah dari Walikota Batam," tambah Udin.
Dalam aturan tersebut, lanjutnya, dalam pasal 17 ayat 5 yang berbunyi, dimana keputusan penetapan dan penempatan kepala sekolah ditetapkan oleh dinas bukan oleh walikota. Udin melihat, pengangkatan kepala sekolah oleh walikota itu adalah praktik balas budi. Parahnya lagi, orang yang diangkat itu tidak cakap. Dalam aturan tersebut, kata Udin, juga diatur soal penetapan seorang kepala sekolah melibatkan Tim 5, yang terdiri dari perguruan tinggi, tokoh pendidikan, dunia industri, tokoh masyarakat, serta asosiasi guru.
"Ia (Tim 5) mengusulkan, melalui pengujian dulu kayak ada fit and propert test. Di samping itu, dilihat juga guru perprestasi, sudah mengabdi minimal lima tahun. Tapi sekarang kan tidak, sehingga semacam terjadi kecemburuan. Seperti guru berprestasi tapi gak pernah diangkat, begitu juga wakaseknya," sebutnya.
Atas kasus dugaan asusila yang dilakukan Kepala SMPN 28, ujar Udin, dari masyarakat mulai muncul mosi tidak percaya kepada Disdik. Kata Udin, yang terjadi itu merupakan aib yang mencoreng dunia pendidikan. Padahal, lanjutnya, Disdik merupakan dinas yang paling banyak menyerap anggaran.
Senada disampaikan anggota Komisi IV DPRD Batam, Riki Indrakari. Katanya, aturan pengangkatan kepala sekolah sebenarnya sudah diatur dalam
Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010. Dalam aturan itu kepala sekolah diangkat oleh kadisdik, bukan walikota.
"Walikota jelas, melanggar PP dan Perda. Ini sebenarnya bentuk pelanggaran. Kalau perda tidak diikuti, maka kembali ke pangkal. Kalau walikota gak membaca itu, kepala dinas yang harus mengingatkan," kata Riki.
Polistisi PKS itu mengimbau agar Kadisdik Batam Muslim Bidin terbuka terhadap semua persoalan yang ada di dunia pendidikan. "Jangan ada yang ditutup-tutupi. Ini setiap bulan ada aja kasus. Dulu dikenal kenakalan remaja, sekarang kenakalan kepala sekolah," kata Riki.[haluankepri]
Wakil Ketua Komis IV DPRD Kota Batam, Udin P Sihaloho mengatakan, cukup banyaknya kasus terjadi di sekolah-sekolah adalah akibat proses pengangkatan kepala sekolah yang menyalahi aturan. Karenanya, Komis IV, kata dia, dalam waktu dekat ini akan menyurati Walikota Batam Ahmad Dahlan untuk mengingatkan bahwa sudah ada pelanggaran dalam penempatan kepala sekolah. Bahkan apabila sudah disurati tapi tetap tidak ada tindakan, maka Dewan akan menggunakan hak interpelasi.
"Kejadiannya sudah berulang-ulang. Makanya kita minta untuk memperbaiki aturan. Ini dilakukan seiring terjadinya pelanggaran oleh kepala sekolah, dan kesalahan tersebut selalu ditutupi Kepala Dinas Pendidikan. Dan jika masih juga terjadi tanpa ada perubahan yang lain, maka kita akan lobi-lobi fraksi lain untuk menggunakan hak interpelasi. Ini jalur politik yang kita tempuh," kata Udin dengan mimik serius di Gedung DPRD Kota Batam, Selasa (16/4).
Legislator PDIP itu merinci ada beberapa persoalan yang terjadi di Dinas Pendidikan. Mulai dari Penerimaan Siswa Didik Baru (PSDB), pengadaan buku Lembar Kerja Siswa (LKS), Ruang Kelas Baru (RKB), pengadaan alat praktek di SMK 6 yang nyata-nyata jurusannya tidak sesuai dengan peralatan diadakan.
"Soal kasus kepala sekolah seperti di SD 02, SMA 4, dan terakhir di SMPN 28. Ada indikasi yang dilakukan sarat dengan manpulasi. Sebab, kepala sekolah yang seharusnya pelaksana, ditunjuk seakan-akan untuk mengawal keberlangsungan pendidikan tapi tidak profesional. Itu terbukti, karena pengangkatan setiap kepala Sekolah sudah tidak sesuai dengan mekanisme," bebernya.
"Selama, pengangkatan kepala sekolah masih seperti ini, maka masalah akan terus terjadi. Tanpa ada penyelesaian dan akan selalu berulang-ulang. Pengangkatan Kepala Sekolah itu diatur dalam Perda nomor 4 tahun 2010 tentang, penyelenggaraan pendidikan kota Batam. Dimana, pengangkatan Kepsek itu SK-nya dari Kepala Dinas Pendidikan, bukan malah dari Walikota Batam," tambah Udin.
Dalam aturan tersebut, lanjutnya, dalam pasal 17 ayat 5 yang berbunyi, dimana keputusan penetapan dan penempatan kepala sekolah ditetapkan oleh dinas bukan oleh walikota. Udin melihat, pengangkatan kepala sekolah oleh walikota itu adalah praktik balas budi. Parahnya lagi, orang yang diangkat itu tidak cakap. Dalam aturan tersebut, kata Udin, juga diatur soal penetapan seorang kepala sekolah melibatkan Tim 5, yang terdiri dari perguruan tinggi, tokoh pendidikan, dunia industri, tokoh masyarakat, serta asosiasi guru.
"Ia (Tim 5) mengusulkan, melalui pengujian dulu kayak ada fit and propert test. Di samping itu, dilihat juga guru perprestasi, sudah mengabdi minimal lima tahun. Tapi sekarang kan tidak, sehingga semacam terjadi kecemburuan. Seperti guru berprestasi tapi gak pernah diangkat, begitu juga wakaseknya," sebutnya.
Atas kasus dugaan asusila yang dilakukan Kepala SMPN 28, ujar Udin, dari masyarakat mulai muncul mosi tidak percaya kepada Disdik. Kata Udin, yang terjadi itu merupakan aib yang mencoreng dunia pendidikan. Padahal, lanjutnya, Disdik merupakan dinas yang paling banyak menyerap anggaran.
Senada disampaikan anggota Komisi IV DPRD Batam, Riki Indrakari. Katanya, aturan pengangkatan kepala sekolah sebenarnya sudah diatur dalam
Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010. Dalam aturan itu kepala sekolah diangkat oleh kadisdik, bukan walikota.
"Walikota jelas, melanggar PP dan Perda. Ini sebenarnya bentuk pelanggaran. Kalau perda tidak diikuti, maka kembali ke pangkal. Kalau walikota gak membaca itu, kepala dinas yang harus mengingatkan," kata Riki.
Polistisi PKS itu mengimbau agar Kadisdik Batam Muslim Bidin terbuka terhadap semua persoalan yang ada di dunia pendidikan. "Jangan ada yang ditutup-tutupi. Ini setiap bulan ada aja kasus. Dulu dikenal kenakalan remaja, sekarang kenakalan kepala sekolah," kata Riki.[haluankepri]