Cemburu Berdakwah by @MinieBintis
By: Abul Ezz
Sabtu, 20 April 2013
0
pkssiak.org - Kadang ana sering cemburu.
Ya cemburu
Karena kerja-kerja dakwah bersama PKS memang sangat dirindu.
Sementara keterbatasan ana sebagai seorang pegawai membuat langkah sedikit buntu.
Ana harus pandai2 menutup jejak, agar kantor tidak bisa mendeteksi.
Untuk ikut mukhoyyam saja, itu adalah kegiatan yang tidak bisa jadi alasan cuti.
Ana cemburu…
Cemburu melihat antum semua.
Ukhuwah yang terbangun dalam kerja-kerja dakwah bersama
Sungguh indah dan tiada tempat lain untuk merasakannya
Kecuali di sini, di hati kamu.. #ehhh
Di jamaah ini
Tetapi kantor ini adalah belantara rimba
Yang juga harus ditaklukkan oleh mujahid perindu syurga
Agar nilai-nilai dakwah tersebar dan dirasakan oleh seluruh penghuninya
Dan bendera PKS 3 BESAR makin berkibar di sini dan di sana.
CINTA | KERJA | HARMONI
Allahu Akbar !!!
****
Cuplikan status yang diposting oleh seorang Ustadz. Sosok yang begitu militan. Kerja-kerja dakwah yang dilakukannya tidak perlu diragukan. Dia sosok yang disiplin dalam kerja dakwah. Hal itu pula yang membuatku cemburu padanya, di sela aktivitas kantor yang padat, ia masih saja amanah dalam kerja dakwah.
Tulisan ini mungkin mewakili seluruh perasaan hati setiap kader yang telah terpaut hatinya pada dakwah. Karena cemburu pula, aku sengaja menempelkan peta hidup di dinding kamar, agar sorot mata fokus atas apa yang harus aku kerjakan. Tapi memang menjadi sosok mujahid yang merindukan Surga itu tidak mudah. Banyak onak duri.
Aku mendesign hidup bagaimana agar dapat terus berkontribusi buat dakwah dan mengenyampingkan ambisi pribadi. Dua bulan yang lalu, aku merasakan hatiku cemburu, kepada dua orang akhwat yang begitu aktif dalam tim pemenangan Ganteng. Sedangkan aku, masih saja berkutik dengan usaha yang baru dirintis. 24 jam rasanya sangat singkat dalam 1 hari. Benar kata Imam Syahid Hasan AlBanna,
“Kalau saja waktu bisa dibeli, aku akan membeli waktu orang–orang yang pemalas”.
Sudah dua minggu ini aku merasa hidup merdeka, memiliki waktu luang banyak, bisa menulis produktif, syuro’ aktif dan berbagai agenda dakwah. Dalam dakwah, kita diajarkan untuk memberi dan berkontribusi, mungkin diantara kita sering merasa tidak maksimal tatkala agenda dakwah berbenturan dalam jam kerja.
Sebagian ada yang berprofesi sebagai guru, dosen, PNS BUMN dan seterusnya. Memang dalam ranah profesi juga bagian dari dakwah disana, tapi hati kita masih saja terpaut merasakan hal yang berbeda saat benar-benar dapat aktif dalam lingkup kerja jamaah. Baik itu di DPC, DPD, DPW atau Pusat. Ukhuwah yang terbangun murni karena Allah.
Melakukan kerja dakwah tidak digaji, tapi hal itu bukan alasan bagi kita untuk mundur. Sebaliknya, justru semakin ingin maksimal berpartisipasi aktif. Cinta pada dakwah-lah, yang menimbulkan kecemburuan-kecemburuan kerja itu. Mengapa dia yang melakukannya, tidak aku saja? Mengapa dia bisa maksimal sedangkan aku tidak? Berbagai pertanyaan itu berkelebatan dalam pikiran setiap diri yang dihatinya ada cinta, cinta pada dakwah.
Dakwah pasca kampus, sungguh momentum strategis pembuktian cinta kita. Begitu sangat terasa gesekan ideologi saat berinteraksi pada masyarakat yang heterogen. Ketika di kampus, kita masih kental dalam pemikiran yang homogen. Atas dasar itulah aku berusaha merancang hidup agar dapat 24 jam stand by dapat memenuhi panggilan dakwah.
Menjadi pengusaha, salah satu pilihan hidupku. “Rasanya enak kalau bisa mengalokasikan waktu 24 jam untuk dakwah, pemasukan ada terus, dakwah jalan terus”. Ah…, itukan maunya kita, kalau setiap apa yang kita inginkan tercapai, lalu dimana letak ujiannya? Kapan momentum Allah mengeliminasi antara seorang pecundang yang ikut-ikutan berdakwah dengan yang benar-benar berdakwah? Pasang surut usaha ini juga sangat menyita energi, waktu dan pikiran. Rasanya ingin melamar pekerjaan dan mendapat gaji bulanan. Namun jika sudah tersita dengan jam kantor, aku menjadi khawatir nanti tidak bisa produktif menulis, khawatir agenda dakwah terbengkalai dan seterusnya. Kali ini aku benar-benar cemburu. Cemburu kepada mereka yang bisa fokus dan tidak tersandera dengan pilihan waktu.
Beginilah jalan dakwah, dengan modal “mau” saja ternyata tidak cukup. Juga harus ada sabar disana, ada ujian, ada keistiqomahan. Manusia hanya merencanakan, Allah yang Maha Menentukan. Semoga Allah tunjukkan jalan- jalan terbaik bagi siapapun yang mencintai dakwah ini. Dalam kondisi seperti ini, aku teringat orasi Rasulullah yang ditujukan bagi kaum Anshar setelah pembagian harta rampasan perang Hunain.
“Hai kaum Anshar! Tidaklah kalian rela, bahwa orang-orang pergi dengan membawa kambing dan unta, sedangkan kalian kembali dengan membawa Rasulullah ke tempat tinggal kalian? Aku menyerahkan kalian kepada keislaman kalian yang teguh?”
Orasi yang sungguh berkesan, hingga para sahabat bercucuran air mata. Kalimat yang menggetarkan hati, cukuplah Allah dan Rasulullah ada dalam setiap langkah kita, dimanapun dan apapun peran dakwah yang kita lakoni.
Wallahu‘alam…
Rusmini Bintis
@miniebintis
Ya cemburu
Karena kerja-kerja dakwah bersama PKS memang sangat dirindu.
Sementara keterbatasan ana sebagai seorang pegawai membuat langkah sedikit buntu.
Ana harus pandai2 menutup jejak, agar kantor tidak bisa mendeteksi.
Untuk ikut mukhoyyam saja, itu adalah kegiatan yang tidak bisa jadi alasan cuti.
Ana cemburu…
Cemburu melihat antum semua.
Ukhuwah yang terbangun dalam kerja-kerja dakwah bersama
Sungguh indah dan tiada tempat lain untuk merasakannya
Kecuali di sini, di hati kamu.. #ehhh
Di jamaah ini
Tetapi kantor ini adalah belantara rimba
Yang juga harus ditaklukkan oleh mujahid perindu syurga
Agar nilai-nilai dakwah tersebar dan dirasakan oleh seluruh penghuninya
Dan bendera PKS 3 BESAR makin berkibar di sini dan di sana.
CINTA | KERJA | HARMONI
Allahu Akbar !!!
****
Cuplikan status yang diposting oleh seorang Ustadz. Sosok yang begitu militan. Kerja-kerja dakwah yang dilakukannya tidak perlu diragukan. Dia sosok yang disiplin dalam kerja dakwah. Hal itu pula yang membuatku cemburu padanya, di sela aktivitas kantor yang padat, ia masih saja amanah dalam kerja dakwah.
Tulisan ini mungkin mewakili seluruh perasaan hati setiap kader yang telah terpaut hatinya pada dakwah. Karena cemburu pula, aku sengaja menempelkan peta hidup di dinding kamar, agar sorot mata fokus atas apa yang harus aku kerjakan. Tapi memang menjadi sosok mujahid yang merindukan Surga itu tidak mudah. Banyak onak duri.
Aku mendesign hidup bagaimana agar dapat terus berkontribusi buat dakwah dan mengenyampingkan ambisi pribadi. Dua bulan yang lalu, aku merasakan hatiku cemburu, kepada dua orang akhwat yang begitu aktif dalam tim pemenangan Ganteng. Sedangkan aku, masih saja berkutik dengan usaha yang baru dirintis. 24 jam rasanya sangat singkat dalam 1 hari. Benar kata Imam Syahid Hasan AlBanna,
“Kalau saja waktu bisa dibeli, aku akan membeli waktu orang–orang yang pemalas”.
Sudah dua minggu ini aku merasa hidup merdeka, memiliki waktu luang banyak, bisa menulis produktif, syuro’ aktif dan berbagai agenda dakwah. Dalam dakwah, kita diajarkan untuk memberi dan berkontribusi, mungkin diantara kita sering merasa tidak maksimal tatkala agenda dakwah berbenturan dalam jam kerja.
Sebagian ada yang berprofesi sebagai guru, dosen, PNS BUMN dan seterusnya. Memang dalam ranah profesi juga bagian dari dakwah disana, tapi hati kita masih saja terpaut merasakan hal yang berbeda saat benar-benar dapat aktif dalam lingkup kerja jamaah. Baik itu di DPC, DPD, DPW atau Pusat. Ukhuwah yang terbangun murni karena Allah.
Melakukan kerja dakwah tidak digaji, tapi hal itu bukan alasan bagi kita untuk mundur. Sebaliknya, justru semakin ingin maksimal berpartisipasi aktif. Cinta pada dakwah-lah, yang menimbulkan kecemburuan-kecemburuan kerja itu. Mengapa dia yang melakukannya, tidak aku saja? Mengapa dia bisa maksimal sedangkan aku tidak? Berbagai pertanyaan itu berkelebatan dalam pikiran setiap diri yang dihatinya ada cinta, cinta pada dakwah.
Dakwah pasca kampus, sungguh momentum strategis pembuktian cinta kita. Begitu sangat terasa gesekan ideologi saat berinteraksi pada masyarakat yang heterogen. Ketika di kampus, kita masih kental dalam pemikiran yang homogen. Atas dasar itulah aku berusaha merancang hidup agar dapat 24 jam stand by dapat memenuhi panggilan dakwah.
Menjadi pengusaha, salah satu pilihan hidupku. “Rasanya enak kalau bisa mengalokasikan waktu 24 jam untuk dakwah, pemasukan ada terus, dakwah jalan terus”. Ah…, itukan maunya kita, kalau setiap apa yang kita inginkan tercapai, lalu dimana letak ujiannya? Kapan momentum Allah mengeliminasi antara seorang pecundang yang ikut-ikutan berdakwah dengan yang benar-benar berdakwah? Pasang surut usaha ini juga sangat menyita energi, waktu dan pikiran. Rasanya ingin melamar pekerjaan dan mendapat gaji bulanan. Namun jika sudah tersita dengan jam kantor, aku menjadi khawatir nanti tidak bisa produktif menulis, khawatir agenda dakwah terbengkalai dan seterusnya. Kali ini aku benar-benar cemburu. Cemburu kepada mereka yang bisa fokus dan tidak tersandera dengan pilihan waktu.
Beginilah jalan dakwah, dengan modal “mau” saja ternyata tidak cukup. Juga harus ada sabar disana, ada ujian, ada keistiqomahan. Manusia hanya merencanakan, Allah yang Maha Menentukan. Semoga Allah tunjukkan jalan- jalan terbaik bagi siapapun yang mencintai dakwah ini. Dalam kondisi seperti ini, aku teringat orasi Rasulullah yang ditujukan bagi kaum Anshar setelah pembagian harta rampasan perang Hunain.
“Hai kaum Anshar! Tidaklah kalian rela, bahwa orang-orang pergi dengan membawa kambing dan unta, sedangkan kalian kembali dengan membawa Rasulullah ke tempat tinggal kalian? Aku menyerahkan kalian kepada keislaman kalian yang teguh?”
Orasi yang sungguh berkesan, hingga para sahabat bercucuran air mata. Kalimat yang menggetarkan hati, cukuplah Allah dan Rasulullah ada dalam setiap langkah kita, dimanapun dan apapun peran dakwah yang kita lakoni.
Wallahu‘alam…
Rusmini Bintis
@miniebintis
DPD PKS Siak - Download Android App