Belajar Menghadapi Prahara Dari PKS, by: @winwinfaizah
By: Abul Ezz
Selasa, 02 April 2013
0
by: Winwin Faizah
Lakon menang mburi alias lakon pemeran utama biasanya menang di belakang/di akhir adalah filosofi yang biasanya muncul di film atau pertunjukan seperti wayang dan ketoprak. Sangat jarang (atau bahkan tidak pernah) ada tokoh utama yang dari awal pertunjukan menang hingga akhir. Pasti ada masa-masa ketika sang tokoh mengalami masalah berat hingga klimaks kemudian si tokoh berhasil keluar dari masalah tersebut atau menemukan kekuatan dan taktik yang tepat untuk mengalahkan musuh, baru kemudian keluar sebagai pemenang. Diantara badai prahara tersebutlah penonton akan dibuat bertanya-tanya apakah tokoh tersebut akan berhasil memenangkan pertarungan? Atau justru habis tergilas musuh?
Hal serupa saya temukan pada kasus yang menimpa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhir-akhir ini dalam menjawab krisis partainya mulai kasus suap, bullying media sampai opini para haters. Saya bukan pengamat, tapi hanya seorang mahasiswi yang hobi mengamati hal-hal di sekitar saya, tak terkecuali isu dan berita yang sedang hangat di negeri kita belakangan, apalagi kalau bukan politik.
Twitter adalah media yang paling banyak memberi saya ‘jendela’ untuk melongok apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam kancah perpolitikan di negeri ini. Twitter dan akun-akun resmi masing-masing partai yang bertebaran serta pengamat politik dan lembaga resmi negara masing-masing selalu mengabarkan pada dunia tentang apa yang terjadi, menurut versi mereka tentu saja. Saya tidak terlalu banyak berkicau soal politik di akun saya, tapi sebenarnya lumayan rajin membaca kultwit dan berita-berita seputar pertarungan politik yang kian memanas. Dalam hati saya menyimpulkan beberapa hal, dan salah satunya adalah tulisan yang tengah Anda baca ini.
Kenapa saya memilih untuk ‘Belajar dari PKS’? kenapa tidak ‘Belajar dari Demokrat’ atau mungkin ‘Belajar dari Nasdem’ karena belakangan partai-partai tersebut juga menyimpan banyak kisah untuk diamati dan dikomentari. Well, sebagai orang awam, menurut saya memang PKS lah satu-satunya partai yang paling bersih diantara partai lain. Kalaupun mantan presidennya diduga terlibat kasus suap walau kasusnya sangat janggal dan akhirnya tidak bisa dibuktikan KPK serta kini justru ‘mbruwet’ dengan pasal TPPU yang tak kalah janggal, itu tidak mengurangi semangat kerja kader partai. Lebih lanjut, silakan saja googling telaah hukum kasus tersebut yang memang sarat ‘konspirasi’ (istilah yang digunakan presiden baru PKS, Anis Matta), atau silakan cari kasus-kasus korupsi lain yang melibatkan aleg PKS, hampir bisa dipastikan tidak ada.
Ada beberapa pelajaran yang saya terima dari kasus PKS yang merebak dan kemenangan mereka dalam dua pilgub berturut-turut di propinsi-propinsi berpengaruh di Indonesia. Kedua propinsi tersebut, as we know, Jawa Barat yang tak lain adalah propinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia dan Sumatera Utara yang merupakan propinsi terbesar di pulau Sumatera. Juga keberhasilan para cyberarmy mereka menjadi penyeimbang berita-berita fitnah dan bullying yang sering dilakukan pihak-pihak yang coba melemahkan partai ini khususnya di dunia maya.
Dari kemenangan, cara menjawab masalah dan taktik PKS menghadapi prahara yang terjadi, saya belajar beberapa hal:
1. Keep Calm
Semenjak mantan presiden PKS, ust. Luthfi Hasan Ishaq (LHI) ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dengan proses yang sarat kejanggalan itu, mendadak timeline Twitter saya langsung rame serame-ramenya dengan isu itu. Hampir seluruh akun yang saya follow membicarakan hal tersebut, ada sih satu dua yang tidak, tapi tetap mayoritas membicarakannya, termasuk para public figur yang mendadak membuat saya ill feel. Bagaimana tidak, TL saya mendadak penuh dengan umpatan dan caci maki, tak jarang vonis dan ejekan super memalukan, sangat tidak layak dikatakan oleh orang-orang yang dalam dunia nyata dikenal sebagai figur baik. Memang Twitter adalah social media dan masing-masing pengguna punya privasi masing-masing yang tidak bisa diatur-atur oleh orang lain, tapi menulis twit-twit umpatan dan caci maki secara berlebihan tetaplah tidak etis, menurut saya. Dan parahnya hal tersebut terus berlanjut sampai sekarang, mengikuti perkembangan kasus ust. LHI hingga timeline saya lebih mirip reportase perkembangan kasus. Plus isu-isu lanjutan yang memojokkan PKS seperti kasus BJB, kasus APBD Sumbar dan Safari Dakwah PKS, dan yang terbaru, isu sms LHI yang disebarkan di Twitter.
Tapi hal berbeda justru datang dari akun-akun resmi milik kader PKS. Mereka tetap calm, tetap positif thinking dan berpikiran jernih. Twit-twit mereka bukannya membalas makian dengan makian namun lebih banyak yang mengusung pemikiran positif PKS dan dukungan untuk ust. LHI tanpa sedikitpun mencaci maki pihak-pihak tertentu, tagar yang populer hari itu (hari ditangkapnya ust. LHI) seingat saya adalah #CintaPKS. Dan setiap kali ada yang mem-bully PKS, sudah pasti pula akan ada berita, artikel dan twit-twit penyeimbang yang melengkapi dari para kader dan simpatisan PKS. Sementara diluar berjuta-juta orang menghujat partai tersebut, emosi kadernya tak sedikitpun tersulut. Inilah mental pemenang pertama yang saya pelajari dari PKS: tidak mudah terbawa emosi.
2. Soliditas
Saya kian salut pada PKS ketika partai ini bisa menentukan presiden barunya dalam waktu yang sangat cepat dan tanpa konflik atau ke-ribet-an sedikitpun seperti yang dialami partai-partai lain. Ust. Anis Matta yang sebelumnya menjabat sebagai wakil ketua DPR-RI saat itu pula menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya tersebut. Kereeen!
Dan hal pertama yang beliau lakukan setelah ditetapkan sebagai presiden PKS baru adalah gerakan konsolidasi kader di beberapa kota di Indonesia secara maraton. Mulai dari Bandung, Medan, Jogjakarta, Surabaya, Bali dan beberapa kota lain yang tujuannya tak lain adalah menjaga soliditas dan semangat kader partai. Memastikan bahwa mesin partai ini akan tetap berjalan dengan baik yang faktanya memang justru menjadi berkali lipat lebih baik pasca kasus ust. LHI.
Inilah kekompakan yang jarang ditemui di partai-partai lain. Hampir tidak pernah ada kasus perpecahan partai atau konflik internal di partai ini, sejauh yang saya tahu. Kalaupun ada salah satu pendiri PK (Partai Keadilan, nama partai ini sebelum menjadi PKS) yang kemudian seperti ‘berbalik arah’ banyak mengkritik dan menjelek-jelekkan PKS, usut punya usut beliau memang semenjak di partai sudah ‘bermasalah’ sehingga siapapun bisa menarik kesimpulan kenapa beliau bersikap seperti itu.
Oya, terlepas dari siapa Ust. Anis Matta dan posisinya di PKS, menyimak orasi-orasi beliau di Youtube membuat saya menyimpulkan bahwa beliau lah satu diantara dua orator dan intelektual muda terbaik Indonesia menurut saya. Satunya lagi adalah pak Anies Baswedan, rektor Univ. Paramadina sekaligus pendiri gerakan Indonesia Mengajar. Secara kebetulan sama-sama bernama depan Anis ya. Hehe.
3. Militansi
Berbicara tentang militansi, tentang bagaimana keteguhan kader partai ‘membela’ partai dan kekompakan mereka memenangkan pemilu, sepertinya PKS tetap menjadi partai yang paling keren. Mungkin karena saya kurang mengamati militansi kader partai lain atau memang PKS yang paling aktif di socmed sehingga saya tahu bagaimana militansi mereka, tapi sejauh ini memang PKS-lah yang paling kentara militansinya.
Selain militansi masing-masing kader, simpatisan partai ini setahu saya juga tersebar tidak hanya di seluruh Indonesia namun juga di beberapa negara seperti Jerman, Turki, Inggris, Mesir, Jepang, Taiwan, Belanda, dll. Apakah partai lain juga seperti itu?
Belum lagi betapa banyaknya kader dan simpatisan partai ini di dunia maya. Beuuh, mungkin yang terbanyak dari semua partai yang ada di negeri ini. Nggak hanya banyak, mereka semua aktif! Jadi seharusnya mereka bisa menjadi penyeimbang berita-berita yang kurang benar. Semoga semua orang Indonesia yang punya akun jejaring sosial dan setidaknya bisa mengakses internet sempat membacanya.
Dan kekompakan mereka dalam pemenangan pemilu serta menyampaikan cara pandang PKS terhadap suatu masalah, patut diacungi jempol menurut saya. Keren, kreatif, mendunia.
4. Winning-Spirit
Publik dibuat terhenyak dengan kemenangan PKS di Jawa Barat dan Sumatera Utara dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur beberapa waktu lalu. Anggapan banyak pengamat politik bahwa PKS akan ditinggalkan simpatisan dan pemilihnya, juga akan mengalami terjun bebas dalam perolehan suara pemilu, ternyata berbanding terbalik dengan kondisi nyata di lapangan. Diantara ‘badai’ yang tengah melanda dan maraknya fitnah dan black campaign atas para calon gubernur yang diusung, PKS justru keluar sebagai pemenang.
Partai ini justru mendapat simpati luar biasa dari banyak pihak. Banyak warga dan tokoh masyarakat justru mulai bergabung dengan partai ini seperti sering diceritakan di salah satu portal berita partai ini: www.pkspiyungan.org. Dan puncaknya, tentu kemenangan di Jawa Barat dan Sumatera Utara yang mengejutkan banyak pihak. Hal ini menjadi kejutan tidak hanya karena PKS tengah mengalami prahara krisis kepercayaan masyarakat pasca kasus ust. LHI namun juga karena partai lain mulai menurunkan tokoh nasionalnya dalam pertarungan pilkada tapi akhirnya tetap kalah juga.
Banyak yang mengatakan faktor kemenangan di Jabar dan Sumut adalah faktor incumbency, tapi menurut saya pribadi mereka (pak Ahmad Heryawan dan pak Gatot Pujo Nugroho) memang berkualitas. Baik secara personal (salah satu parameternya, keduanya hafidz loh! Termasuk juga dua gubernur lain dari PKS yaitu gubernur Sumbar dan NTB), juga secara kualitas kerja mereka selama menjabat, kalau tidak baik, ngapain dipilih lagi?
Ketika mereka menang pun, aura juara tetap melekat pada mereka. Tidak jumawa alias sombong namun justru menebarkan semangat-semangat rendah hati dan semangat memangku amanah. Ini terlihat dari bagaimana gubernur terpilih menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan dan bagaimana para cyberarmy mereka menyiarkan berita kemenangan di socmed dan media online. Salut!
5. Ukhuwah
Ukhuwah dalam PKS sangat terasa. Hubungan masing-masing kader dalam partai ini tidak sekedar ‘hubungan kerja’ seperti yang mungkin terjadi di partai lain. Saya mengenal dekat beberapa kader partai ini sehingga sedikit banyak tahu dan merasakan betul apa dan bagaimana cara kerja dan komunikasi partai dakwah ini. Kalau tidak, tidak mungkin jutaan kader di Indonesia dan di seluruh dunia akan menangis mendengar orasi presiden baru mereka Anis Matta (saya pun menangis dan merinding sih) dalam penetapan beliau sebagai presiden partai. Tidak mungkin orasi sekian menit itu akan menggetarkan hati mereka yang melihat, mendengar ataupun membaca transkripnya jika tidak ada ikatan hati yang terjalin. Perasaan saling menyayangi karena Allah, perasaan ‘satu jiwa’ diantara seluruh kader dimanapun berada. Ini juga mungkin rahasia kenapa akun-akun PKS di Twitter selalu ‘akur’, kompak, saling melengkapi dan akrab meski terpisah ribuan mil. Partai ini telah menjadi semacam ‘keluarga besar’ bagi para kader dan simpatisan. Bagaimana partai lain?
***
Itulah analisa pribadi saya tentang PKS dan cara-cara mereka meraih kemenangan yang patut diacungi jempol. Dan keberhasilan yang mereka raih, sepadan dengan kesabaran, militansi, soliditas dan kualitas mereka, menurut saya. Dan terlepas dari hasil akhir pemilu nantinya apakah PKS akan menjadi juara atau tidak, yang jelas PKS telah memenangkan hati saya dan jutaan orang lain di negeri ini. Harapan saya, semoga kemenangan-kemenangan selanjutnya tengah menanti di ujung jalan, sebagai hadiah untuk kerja keras semua unsur partai dan hadiah untuk ‘kekacauan’ negeri kita saat ini. Amiiiin.
Salut untuk semua kader PKS, teruslah berjuang, kami menaruh harapan besar padamu! :)
Semoga rakyat Indonesia tahu mana partai yang benar-benar baik dan hanya pencitraan semata.
Sekian :)
http://www.pkspiyungan.org
DPD PKS Siak - Download Android App