Strategi Pencitraan | Anis Matta
By: Abul Ezz
Kamis, 28 Maret 2013
0
“Apa yang dipahami orang lain tentang kita sebenarnya dibentuk
oleh akumulasi sikap, prilaku dan cara kita mengekspresikan diri. Apa
yang mereka lihat, apa yang mereka dengar tentang kita, itulah yang
menjadi faktor pembentuk citra kita di benak mereka.”
Media massa, kata pemimpin Partai Refah dan mantan
Perdana Menteri Turki, Erbakan, adalah institusi politik keempat. Teori
trias politica yang digagas Mostesqiu beberapa abad lalu sudah tidak
memadai menggambarkan keseimbangan kekuasatan politik satu negara. Media
massa telah menjadi institusi yang mandiri, independen, berwibawa
dengan agendanya, dengan jaringannya, dan dengan kadar pengaruh lembaga
eksekutif dan legislatif. Ini adalah abad media.
Kita, atau mungkin siapa saja yang bergerak di dunia politik dan
dakwah, dengan mudah bisa sepakat dengan Erbakan. Sebab, memang
begitulah kenyataannya. Tapi justu disinilah persoalan kita. Di antara
kesadaran kita tentang peran dan fungsi media dengan langkah-langkah
yang telah kita lakukan untuk memanfaatkannya, masih terbentang jarak
yang relatif jauh. Sebagian dari indikasinya adalah adanya pemahaman
yang masih naif bahwa kitas sudah cukup berkembira apabila
kegiatan-kegiatan atau statemen-statemen kita diliput media.
Kadang-kadang dengan naif kita marah atau iri. Amal kemanusiaan dan aksi
politik seperti demonstrasi, tablig akbar, atau pawai yang kita gelar,
ternyata tidak mendapat liputan media yang memadai. Sementara kelompok
lain mendapat liputan media yang luas untuk satu kegiatan kecil.
Hubungan kita dengan media, dalam perspektif yang naif seperti itu,
mengalami reduksi, penyederhanaan, dan pembatasan ke tingkat liputan
saja. Padahal liputan media, walaupun untuk kegiatan yang baik, belum
tentu menguntungkan bagi kita jika dipandang dari sisi strategis
pencitraan.
Misalnya, jika aktifitas publik kita yang terliput adalah
kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan, maka jangan heran bila kemudian
masyarakat mempersepsikan kita sebagai LSM atau ormas. Bukan institusi
dakwah politik. Demikian pula jika aktifitas publik kita yang terliput
adalah demonstrasi dan protes, maka secara perlahan kita akan dicitrakan
sebagai partai demonstran. Lantas, apa yang terjadi jika seluruh tokoh
dakwah tampil hanya dalam satu format: muballlig? Masyarakat mungkin
akan mengagumi dan menghormati tapi belum tentu percaya pada kapasitas
kita untuk mengelola sebuah negara. Mereka belum tentu bersedia
memberikan legitimasi, dukungan dan suaranya kepada kita untuk memimpin
mereka.
Konsep pencitraan pertama mengajak kita untuk menjawab seluruh
pertanyaan yang sangat fundamental: Kita ingin dipahami oleh masyarakat
seperti apa? Atau, citra apa yang yang kita inginkan bagi diri kita
sendiri? Pertanyaan itu menjadi fundamental karena pada dasarnya kitalah
yang bertanggung jawab atas citra diri kita. Kitalah yang bertanggung
jawab atas kesalahpahaman orang lain terhadap kita.
Dengan kata lain, apa yang dipahami orang lain tentang kita sebenarnya
dibentuk oleh akumuasi sikap, perilaku, dan cara kita mengekspresikan
diri. Kemunculan kita ke publik, dalam bentuk apapun, melalui suatu
proses waktu. Secara perlahan-lahan akan membentuk “kesan” atau “imej”
tertentu dalam benak publik. Apa yang mereka lihat, apa yang mereka
dengar tentang kita, itulah yang menjadi faktor pembentuk citra kita di
benak mereka. Jadi citra adalah kesan imajinatif yang terbentuk dalam
benak publik dalam rentang waktu tertentu dan terbentuk oleh keselurahan
informasi tentang diri kita yang sampai ke publik.
Persoalan kita adalah tidak secara sadar merencanakan pencitraan diri
kita. Atau tidak melakukan usaha-usaha yang sistematis untuk membentuk
citra diri yang kita inginkan. Kemunculan kita ke publik dalam bentuk
statemen atau aksi mengalir begitu saja. Relatif tanpa sentuhan seni
komunikasi publik yang profesional. Padahal seni komunikasi publik saat
ini mendefinisikan diri sebagai kemampuan mengubah seseorang yang paling
“biasa” menjadi seseorang yang paling “dikagumi.”
Amal Islami, khususnya yang telah memasuki era jahriyah dan wilayah
politik, sangat berkepentingan untuk menguasai seni komunikasi publik.
Setidak-tidaknya memanfaatkan jasa para profesional di bidang itu. Ini
kita butuhkan. Khususnya bagi figur dakwah politk yang telah muncul ke
publik.
Apa yang perlu ditekankan disini adalah dakwah di mihwar
muassasi harus dicitrakan sebagai sebuah kekuatan sosial politik yang
memiliki semua kelayakan untuk mengelola negara. Citra itu perlu kita
bangun untuk merebut kepercayaan masyarakat bahwa institusi dakwah
adalah the leading political power yang paling berhak untuk memegang amanat kekuasaan.
Itu berarti semua elemen yang ada pada institusi “calon penguasa” harus
diekspos secara sistematis kepada publik sehingga publik mendapatkan
gambaran utuh tentang selurh kapasitas internal yang kita miliki.
Misalnya, dalam pemunculan publik figur kita.
Publik harus
mendapatkan informasi bahwa institusi dakwah politik ini memiliki
segudang tokoh dalam berbagai bidang. Seluruhnya merupakan paket
orang-orang yang diperlukan untuk mengelola negara dengan baik. Sehingga
figur yang dimunculkan harus merata di sebuah bidang. Apakah itu tokoh
agama, seni budaya, sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, keamanan,
pendidikan, ilmu pengetahuan maupun bisnis. Baik dalam kapasitas sebagai
praktisi ataupun pengamat.
Misalnya lagi dalam pemuculan agenda aksi. Semua aksi yang kita
lakukan, dalan bentuk apapun dan untuk tujuan apapun, harus secara
sistematis dikoordinasikan sedemikian rupa agar membentuk citra
institusi dakwah politik sebagai kekuatan riil yang benar-benar nyata di
lapangan. Aksi-aksi itu harus mampu membangun kesan tentang sebuah
institusi yang memiliki kekuatan mobilisasi yang dahsyat, solid,
terkendali, dan santun. Punya kepedulian kemanusiaan yang nyata, tapi
terorganisir, efektif dan efisien. Memiliki kemampuan manuver politik
yang jitu, tapi penuh perhutungan dan tetap menjaga etika politik.
Tentu saja semua memerlukan perencanaan. Dan pekerjaan itu punya
landasan ilmu pengetahuan dan seni yang mapan. Amal Islamilah yang
paling berkepentingan untuk memanfaatkannya untun mengembangkan
cara-cara kerjanya.
Muhammad Anis Matta, Lc
DPD PKS Siak - Download Android App