"PKS, telah mencuri hati ku" | catatan Akhwat
By: Abul Ezz
Kamis, 28 Maret 2013
0
Rusmini Bintis
***
Tanpamu… aku berantakan
Tanpamu… aku tiada penerang
Tanpamu… tidak ada wasilah dalam perjuangan
Tanpamu… aku jauh dari Tuhan
“Engkau pahlawan”, itulah kalimat yang mewakili perasaan hati ini akan
keberadaan PKS. Bagaimana tidak, sejak Juli 2005 yang lalu aku mulai
mengenal sosok jelmaan itu. Ya…, kak Ismal. Beliau yang kini sudah tiada
karena kangker otak yang dideritanya. Beliau sosok yang kali pertama
mengajarkanku tentang perintah menutup aurat. Beliau pula sosok aneh
yang kali pertama aku temui dengan tampilan jilbab besar.
Wajah almarhumah kak Ismal bening dengan kulitnya yang putih, kala ia
berjalan nampak tinggi nan semampai. Dengan gaya kacamata yang khas dan
tutur katanya begitu santun. Pasca pengajian di Musholla Al Hijrah,
masih ku ingat tatkala ia dengan lihai bercerita tentang jilbab dan
aurat. Darinya aku mengetahui tentang hukum dan alasan Allah menyuruh
menutup aurat bagi perempuan.
Seiring waktu berjalan aku terus menghadiri pengajian keputrian kala
itu. Satu bulan kemudian pada Agustus 2005, Allah mengantarkanku
tergabung dalam sebuah pengajian yang lebih sedikit orangnya, walau
diriku adalah anak bawang dengan usia yang sangat muda dibandingkan yang
lain, namun perlakuan temen- temen ngaji dan sang murobbi (guru ngaji)
begitu well came.
Ya.., aku betah dalam pengajian hingga tamat SMK. Dari sosok- sosok
tangguh para murobbi, tak jarang mereka menyelipkan motivasi indahnya
jadi mahasiswa dan aktivis dakwah di kampus. “Banyak teman yang baik-
baik dan membuat cerdas” begitu pesan mereka. Dari mereka aku jadi
termotivasi untuk kuliah, kalau mau jadi orang besar kudu kuliah. Biar
bisa terus ngaji dan berdakwah.
Gayung bersambut, niatan hati terealisasi. Dua bulan sebelum UN, aku
memperoleh kesempatan untuk lanjut S1 dari program PPA (Pengembangan
Prestasi Akademik) bagi siswa yang berprestasi. Optimisme di awal kuliah
sangat kuat untuk menjadi seorang aktivis di kampus sebagaimana yang
diceritakan para murobbi. Hingga aku mengikuti tiga ormas yang semuanya
berlebel ormas Islam yang ada sistem ngajinya. Walau pada realisasinya
aku hanya mengikuti di satu pengajian karena jenjang pengkaderan
terpusat. Namun secara kegiatan dan kepengurusan mengikuti ketiga
lembaga tersebut.
Pasca kampus hingga kini, aku masih berbaris rapi dalam deretan
pengajian. Malam ini…, sengaja mataku terjaga untuk merenungi manfaat
mengaji dalam hidupku. Ah…, sederas apapun cucuran air mata haru yang
melinang, tak akan sanggup mewakili betapa indahnya hidup dengan
tarbiyah (ngaji). Tanpa mengaji, bisa jadi dulunya pacaran kelewatan
hingga hamil sebagaimana kebanyakan remaja sekarang. Membuang janin
dalam got sampah, tanpa peduli mau dibawa kemana hidup ini. Tidak kuliah
dan menjadi pekerja sekelas pembantu rumah tangga.
Aku berfikir, kalau saja tidak ada kak Ismal dan para kakak morobbi yang
dulu mengajarkanku, lalu bagaimana cara Allah menegurku atas salahku,
mengajariku atas kebodohanku, mengarahkan hidupku. Itulah mengapa aku
juga termotivasi menjadi sosok seperti mereka, menularkan rasa indah ini
agar semakin banyak yang merasai.
Ketika masih awal-awal menjadi mahasiswi, keluarga sering protes karena
padatnya aktivitas organisasi hingga sangat jarang pulang kampung,
padahal hanya cukup 2 jam perjalanan. “Emang kamu digaji”. Cetus seorang
kepadaku, “Tidak” jawabku. “Karena guru ngajiku juga tidak digaji uang
tunai, aku ngajinya pun gratiss tidak bayar. Masak aku minta bayaran?
Toh manfaatnya untukku, soal gaji Insya Allah nanti kelak di akhirat”.
Jawabku sekenanya untuk merasionalkan keadaan.
Ya, bagiku tergabung dalam dunia dakwah adalah hal yang tidak rasional. Karena cinta akan menuntut segalanya. Hingga pikiran, tenaga, materi dan apa saja yang dipunya terasa ringan diberikan demi kekasih. Soal dakwah adalah soal cinta.
Cinta kepada ummat ini, agama ini, kemuliaan bangsa ini. Mengaji
mengajarkanku agar menjadi pribadi yang tidak egois. Tidak hanya
berfikir dan mengejar ambisi aku harus kaya raya, hidup senang dan
keluarga bahagia. Tidak, tidak hanya sampai disitu. Tema dalam berfikir
dan bertindak tidak melulu ‘aku’, tapi juga ‘ummat’. Aku ada untuk
ummat. Aku yang butuh dakwah sebagai bukti cintaku pada Allah dan
Rasulullah. Betapa aku sangat Rindu menatap wajah Nya, bercengkrama
dengan Rasulullah dan para sahabat/ sahabiyah.
Setelah aku pahami, bahwa ngaji yang selama ini ku ikuti adalah program
dari PKS, maka selayaknya pula aku memberikan loyalitasku padanya.
Setelah apa yang telah dilakukan PKS padaku, kini gantian apa yang dapat
aku berikan pada PKS. Bukan tentang jasa, namun lagi-lagi karena cinta.
Bagiku, PKS adalah partai yang on mission. Ia memiliki tahapan yang
dapat diejawantahkan dalam realita. Acuan geraknnya sama sebagaimana
misi Rasulullah dan para sahabat menyebarkan dakwah. Tidak saklek saat
keadaan buntu, melainkan penuh dengan ide brilian untuk mensiasati
keadan agar kebenaran akan menang. Ijtihad pada qiadah dakwah
merefleksikan kearifan strategi kemenangan.
Cinta bukan berarti membenarkan segalanya akan kekasih. Namun tatkala
salah diingatkan, kalau benar didukung. Karena PKS adalah jama’ah
manusia bukan malaikat. “Karya Nyata”. Ya… itulah bukti cinta. Maka
tidak ada cara lain bentuk syukur atas segala keindahan dakwah ini
kecuali bengan ‘karya semampunya’ bukan semaunya. Karya dengan prestasi
untuk menaikkan izzah dakwah, karya dengan keloyalitas pada jama’ah.
Benar kata Ustadz Rofiq “Karunia terbesar bagi seorang anak manusia
adalah kemauan berdakwah secara totalitas”. Semoga kita terjaga dalam
keistiqoimahan. AmiiN… Tak kan terhenti kecuali oleh kematian. Allahu
Akbar…
*http://politik.kompasiana.com/2013/03/25/manfaat-pks-untuk-diriku-545728.html
DPD PKS Siak - Download Android App