PKS : Pemerintah Wajib Menanggung Selisih Tarif KA Ekonomi
By: Abul Ezz
Selasa, 26 Maret 2013
0
Anggota Komisi V DPR RI Yudi Widiana meminta pemerintah
untuk menanggung selisih tarif kereta yang harus ditanggung masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) menyusul rencana penghapusan KRL ekonomi per
1 April 2013 mendatang.
“Pemerintah harus mempertimbangkan daya beli masyarakat. Jika masyarakat belum mampu, maka pemerintah wajib menanggung selisih tarif yang ditetapkan oleh PT KAI dengan tariff yang ditetapkan pemerintah,” kata Yudi di Jakarta (25/3).
Hal itu, kata Yudi, sesuai dengan pasal 152 UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam penjelasan pasal 152 ayat (2) dijelaskan bahwa Dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, Pemerintah atau Pemerintah Daerah menetapkan tarif angkutan pelayanan kelas ekonomi yang merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) dan angkutan perintis.
Dalam kesempatan itu, Yudi juga menegaskan bahwa PT KAI tidak bisa menghentikan secara sepihak KRL ekonomi. Sebab, yang memiliki kewenangan itu adalah pemerintah bukan PT KAI sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
“Keberadaan kereta api (KA) ekonomi merupakan tugas pemerintah menyediakan sarana untuk masyarakat kelas bawah sebagaimana diamanatkan pasal 152 dan 153 UU No,23/2007. Dengan demikian, yang bisa mencabut keberadaan KA kelas ekonomi hanyalah pemerintah. Dan jika pemerintah sudah menyetujui, selisih tariff harus ditanggung pemerintah. Jika belum siap, ya harus ditunda dulu penghapusannya,” kata Yudi.
Seperti diketahui, PT Kereta Api Indonesia (KAI) berencana menghapus seluruh Kereta Rel Listrik (KRL) ekonomi atau non AC dihapuskan dan menggantinya dengan kereta ber-AC pada tahun 2013—2014. PT KAI beralasan penghapusan KRL Ekonomi itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan. [Fraksi PKS DPR RI]
“Pemerintah harus mempertimbangkan daya beli masyarakat. Jika masyarakat belum mampu, maka pemerintah wajib menanggung selisih tarif yang ditetapkan oleh PT KAI dengan tariff yang ditetapkan pemerintah,” kata Yudi di Jakarta (25/3).
Hal itu, kata Yudi, sesuai dengan pasal 152 UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam penjelasan pasal 152 ayat (2) dijelaskan bahwa Dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, Pemerintah atau Pemerintah Daerah menetapkan tarif angkutan pelayanan kelas ekonomi yang merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) dan angkutan perintis.
Dalam kesempatan itu, Yudi juga menegaskan bahwa PT KAI tidak bisa menghentikan secara sepihak KRL ekonomi. Sebab, yang memiliki kewenangan itu adalah pemerintah bukan PT KAI sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
“Keberadaan kereta api (KA) ekonomi merupakan tugas pemerintah menyediakan sarana untuk masyarakat kelas bawah sebagaimana diamanatkan pasal 152 dan 153 UU No,23/2007. Dengan demikian, yang bisa mencabut keberadaan KA kelas ekonomi hanyalah pemerintah. Dan jika pemerintah sudah menyetujui, selisih tariff harus ditanggung pemerintah. Jika belum siap, ya harus ditunda dulu penghapusannya,” kata Yudi.
Seperti diketahui, PT Kereta Api Indonesia (KAI) berencana menghapus seluruh Kereta Rel Listrik (KRL) ekonomi atau non AC dihapuskan dan menggantinya dengan kereta ber-AC pada tahun 2013—2014. PT KAI beralasan penghapusan KRL Ekonomi itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan. [Fraksi PKS DPR RI]
DPD PKS Siak - Download Android App