Keterpaduan Langkah Dakwah | Taujih Ustadz Hilmi Aminuddin
By: Abul Ezz
Sabtu, 02 Maret 2013
0
Oleh: Ust. Hilmi Aminuddin
Target akhir dakwah kita adalah nasyrul hidayah (menyebarkan petunjuk) dan li i’laai kalimatillah
(meninggikan kalimah Allah), hatta laa takuuna fitnatun wayakuunaddiinu
kulluhu li-Llah (supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah). Jangan lupakan target akhir ini.
Amal khoiri yang pendekatannya kesejahteraan, jangan
dianggap sebagai ghayah (target akhir), itu sasaran antara saja. Memang
dia suatu anjuran dari Allah, tapi dia sasaran antara dari segi dakwah,
diharapkan melalui ihsan kita menghasilkan penyikapan dan sambutan yang
khoir. Hal jazaul ihsan illal ihsan, tidak ada balasan kebaikan
kecuali kebaikan pula. Tapi ihsan kita, operasi mewujudkan kesejahteraan
itu jangan dianggap tujuan akhir. Negara-negara Eropa itu adalah Negara
yang sejahtera hidupnya. Tapi 50% penduduknya atheis.
Bagi kita, jadi camat, bupati, walikota, gubernur atau presiden, itu sasaran antara. Akhirnya hatta laa takuuna fitnatun wayakuunaddiinu kulluhu li-Llah
(supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk
Allah). Wa kalimatullah hiyal ulya (dan kalimat Allah itulah yang
tinggi).
Jadi, amal tsaqafi, orang jadi bertsaqafah; amal khairi,
orang jadi sejahtera; itu hanyalah sasaran-sasaran antara kita. Sebab
kalau orientasi masyarakat madani itu hanya terdidik, dan sejahtera
seperti di Eropa, banyak yang mulhid, atheis walaupun terdidik dan
sejahtera. Walaupun bukan atheis terorganisir seperti komunis, style
masyarakat sebagai individu itu atheis. Bahkan memandang keagamaan itu
merupakan bagian dari budaya.
Di Jepang juga masyarakatnya sangat sejahtera. Tapi bagi mereka agama
itu kultur yang terserah selera, boleh berganti kapan saja. Orang Jepang
saat lahir umumnya disambut dengan upacara-upacara Budha. Ketika nanti
menikah dirayakan dengan upacara Kristen dan ketika meninggal dengan
upacara Sinto. Kata ikhwah yang pernah bermukim di Jepang, pernah ada
sensus keagamaan, ternyata pemeluk agama di Jepang itu tiga kali lipat
dari jumlah penduduk. Jadi mereka sebenarnya sejahtera dan terdidik.
Secara fisik, materi, mereka terlihat bahagia. Tapi yabqa ala dhalalah
(tetap dalam kesesatan).
Nah kita sebagai partai dakwah tidak begitu. Maksud saya, kalau kita
sudah bisa mentau’iyah (menyadarkan), menjadi terbuka, bebas,
demokratis, mentatsqif, menjadi terdidik, atau menyejahterakan
sekalipun, perjalanan kita masih tetap jauh. Sebab sesudah itu,
bagaimana mereka bisa kita konsolidasikan, bisa kita koordinasikan, kita
mobilisasikan, litakuuna kalimatulladziina kafaru sulfa wa
kalimatullahi hiyal ‘ulya. Ini penting untuk selalu diingatkan dan
dicamkan. Apalagi di masa-masa musyarokah (partisipasi politik) ini.
Jangan merasa sukses menjadi pemimpin Pemda itu ukurannya sekedar telah
membangun sekolah sekian, madrasah sekian, kesejahteraan, pertanian
subur; sementara hidayah tercecer. Makanya keterpaduan langkah-langkah
yang sifatnya tarfih (kesejahteraan), atau tatsqif (mencerdaskan bangsa) harus sejajar dengan upaya-upaya mendekatkan orang pada hidayah Allah. Harus begitu.
Ini saya ingatkan karena ketika kita di masyarakat dituntut di sektor
kesejahteraan, di sektor kebijakan, di sektor pendidikan, di sektor
kesehatan; maka harus secara menyatu terpadu dengan nasyrul hidayah (menyebarkan petunjuk Islam), nayrul fikrah (menyebarkan gagasan Islam), wa nasyrul harakah (penyebaran gerakan dakwah). Agar mereka akhirnya bergerak bersama-sama li I’lai kalimatillah. [al-intima/pkspiyungan]
DPD PKS Siak - Download Android App