Kalau Mau Besar, PKS Harus Mau Belajar dari Partai 'Yang ini'
By: Abul Ezz
Selasa, 19 Maret 2013
0
Fajar Muhammad Hasan
***
Banyak pengamat mengatakan bahwa partai kader di Indonesia hanya ada 2: PKS dan Golkar. Namun nasib PKS tidak sama dengan Golkar. PKS dapat suara 8%-an sedangkan Golkar sekitar 20%-an. Kalau begitu mengapa PKS tidak belajar dari Golkar agar bisa besar? Tentu saja ada perbedaan tradisi, kebiasaan dsb. Hal-hal yang mungkin bisa diterapkan, maka langsung saja diterapkan. Sedangkan yang perlu modifikasi ya dimodifikasi sesuai dengan karakter PKS. Jika ada yang tidak sesuai silakan dibuang. Toh sejak awal kan memang ada perbedaan dalam garis partai.
Pencatatan Kader
Salah satu ciri partai kader adalah tercatat dan seluruh kader Golkar
tercatat dan terpantau. Setiap kader Golkar tercatat dalam sebuah buku
Induk yang selalu dibawa oleh kader penggerak yang berada pada setiap
kelurahan/desa. Selain data tersebut juga ada salinannya di kecamatan
dan Kabupaten/Kota.
Pengelolaan Kader
Setiap penggerak kelurahan/desa akan mendatangi setiap kader yang
tercatat setiap 2 minggu sekali. Penggerak kelurahan akan mendapat ‘uang
saku’ Rp5000 setiap kali kunjungan ke seorang kader. Dalam proses
kunjungan penggerak akan membawa beberapa hal: isu terbaru partai,
penyerapan aspirasi dan motivasi agar tetap komitmen kepada partai.
Kadang-kadang bicara jenjang karir yaitu menjadi caleg tingkat II jika
sang kader memenuhi persyaratan seperti biaya kampanye, ketokohan dsb.
Kalau bicara biaya memang cukup mahal, tetapi selalu ada yang memberi
suntikan dana: Capres, Cagub, Cabub/Cawali serta Caleg atau mereka yang
sedang mendapat job baik sebagai pejabat publik atau rekanan pengusaha
yang mendapat kebaikan dari pejabat publik asal Golkar.
Menggerakkan Kader
Disebut penggerak karena dia bisa menggerakkan kader-kader
agar melakukan sesuatu. Dalam event Pilkada/Pileg/Pilpres, penggerak
tingkat desa/kelurahan akan cukup sibuk memotivasi dan mengkoordinasi
kader-kader di desa/kelurahannya dalam membagi kaos, kampanye, membagi
stiker, pasang spanduk/baliho dsb. Memang setiap pekerjaan ada
‘harga’nya. Namun yang ditekankan adalah bagaimana kader2 yang paling
ujung yaitu yang langsung bersentuhan dengan masyarakat itu bisa efektif
untuk mempengaruhi masyarakat.
Sedikit tentang PKS
Setahu saya, pendukung PKS itu terdiri dari beberapa lapis/kelompok:
1. Kelompok kader yang ikut liko
2. Kelompok kader yang tidak ikut liko
3. Lovers yang tidak terikat dengan PKS
4. Swing voters
Kelompok pertama, kader yang ikut liko tidak perlu lagi diragukan. Saya
yakin PKS sebagai partai kader punya mekanisme tersendiri.
Kelompok kedua, Kalau membaca berita akhir-akhir ini ada banyak orang
yang mendaftarkan diri menjadi anggota PKS. Bisa jadi diantara mereka
ada yang langsung masuk liko-an, tetapi ada juga yang memang hanya ingin
menjadi anggota tanpa ikut liko-nya.
Kalau anggota yang ikut liko wajar saja mereka bisa bertemu setiap
minggu, ada motivasi dsb. Bagaimana dengan anggota yang tidak ikut liko ?
Kalau pihak PKS tidak memikirkan sarana komunikasi yang efektif bagi
mereka, saya khawatir program merekrut menjadi tidak seimbang dengan
program pengelolaan kadernya. Karena itu saya menyarankan, –belajar dari
Golkar– untuk anggota yang tidak ikut liko ada jadwal rutin dua minggu
sekali atau berapa frekuensinya suatu pertemuan antara pengurus PKS
desa/kelurahan dengan kader baru yang punya KTA. Mendapatkan kader baru
memang suatu progress tetapi jika tanpa adanya pengelolaan ibarat monyet
menangkap belalalang. Belalang disimpan di ketek, ketika akan menangkap
belalang berikutnya belalang yang diketek justru melompat. Jangan
sampai kader2 baru PKS merasa lebih diperhatikan oleh partai lain
daripada PKS, karena hal itu justru merugikan PKS.
Kelompok ketiga, Banyak dan sangat banyak orang-orang yang mendukung PKS
tanpa pengurus PKS ketahui. Paling-paling yang diketahui yang sering
menulis seperti saya. Mereka tidak terikat dengan ikatan apapun dengan
PKS. Kelompok ini hanya berharap Indonesia menjadi baik dan sejahtera
dibawah pengelolaan PKS. Kita percaya betul. Yang diharapkan hanya
profesionalisme dan moralitas PKS yang terjaga. Kelompok inipun juga
masih terbagi kepada 2 sub kelompok. Kelompok pertama adalah yang
mengerti tentang PKS. Mereka percaya karena mengerti sepak terjang PKS.
Sedang kelompok kedua adalah yang menaruh kepercayaan kepada PKS karena
terpaksa. Tidak ada pilihan terhadap partai lain. Mengharapkan ada
partai baru sebaik PKS juga hampir mustahil. Golput juga bukan solusi.
Karena itu hendaknya PKS menjaga moralitas dan profesionalismenya.
Jangan pupuskan harapan kelompok ini. Sedangkan bagi yang mendukung PKS
karena terpaksa, PKS bisa lebih banyak memberikan penerangan dalam
bentuk konsep, berita kiprah PKS.
Sedikit kritik kepada sebagian kader yang aktif menulis adalah kalau ada
orang yang mendukung PKS langsung dianggap kader dan yang mengkritik
langsung dianggap hater. Padahal bisa saja dukungan itu murni karena
sesuai nurani dan kritik itu untuk kebaikan PKS dan akhirnya untuk
kebaikan Indonesia juga.
Kelompok keempat. Kelompok ini hanya kadang-kadang mendukung PKS. Atau
bisa dikatakan pendukung insidentil. Celakanya jika pas pemilu mereka
tidak mendukung karena suatu hal. Saya melihat faktor2 emosi dan
gelombang pemberitaan akan sangat mempengaruhi pandangan mereka. Untuk
kelompok ini memang PKS harus sering2 menunjukkan kinerja. Mungkin
pemberitaan2 yang positif harus diperbanyak agar ada alternatif berita.
Tidak setiap kritik harus disikapi dengan tegang, diskusikan dengan baik
apa yang jadi masalah dan apa solusinya.
Jika ada kelompok kelima, pasti itu bukan pendukung. Memang ada saja
orang-orang yang usil. Saran saya jangan ditanggapi dengan tegang.
Bahkan saya sendiri kadang meragukan, yang membela PKS dengan kata2
kasar itu sebenarnya siapa ? Kalau teman2 kader PKS menanggapi dengan
kurang tepat saya khawatir akan mempengaruhi sikap kelompok keempat
bahkan kelompok ketiga yang terpaksa. []
DPD PKS Siak - Download Android App