Di London, Aku Berubah Setelah Bertemu Kader PKS
By: Abul Ezz
Jumat, 22 Maret 2013
0
Saya merindukan azan yang lantang keluar dari masjid, seperti yang
biasa saya dengar di daerah Kebayoran lama, Jakarta. Azan mengingatkan
saya untuk salat. Azan mengingatkan saya kepada Allah.
Di
London ini tidak ada azan yang lantang seperti di Kebayoran lama. Tak
ada yang mengingatkan duhur, asar, atau magrib telah tiba. Kesibukan
kantor membuat satu dua kali saya lupa dengan salat. Apalagi tidak ada
musala di kantor saya. Ini membuat saya gelisah.
Berat
ternyata tinggal di Inggris. Sementara teman-teman saya, mereka
sepertinya tidak peduli dengan salat. Saya tahu mereka Muslim, tapi saya
tak pernah melihat mereka salat. Saya tahu mereka Muslim, tapi kaleng
bir ada di tas mereka.
Saya merasa jauh dengan Allah.
Hingga
kemudian saya berkenalan dengan seseorang. Sebut saja namanya Arif.
Dari perkenalan ini saya tahu ia rutin mengadakan pengajian dua mingguan
di rumahnya. Arif meminta saya datang.
Ada
sekitar lima atau enam orang yang datang di pengajian Arif ini. Kami
belajar membaca Quran, mengkaji ayat dan hadis. Juga bagaimana dulu Nabi
Muhammad menyebarkan Islam.
Dari
pengajian ini saya tahu ternyata Arif juga sering mengisi di
pengajian-pengajian lain di beberapa kota di Inggris. Ia meninggalkan
rumahnya Sabtu malam, tiba di kota tujuan Ahad pagi, mengisi pengajian
di Ahad siang, dan kembali lagi pada Ahad sore.
Saya merasa sangat beruntung dipertemukan dengan Arif.
Darinya
saya merasa rasa ke-Islam-an saya makin tebal. Bacaan Quran saya makin
lancar, pengetahuan ayat Quran dan hadis makin banyak, dan saya bisa
menikmati indahnya salat.
Saya
merasa modal saya hidup di negeri dengan mayoritas penduduk non-Muslim
makin besar. Saya pernah mendengar seorang ustadz yang mengatakan, “Di
Indonesia, lawan yang kita hadapi adalah Elly Pical. Tapi di London,
yang kita hadapi adalah Mike Tyson.”
Elly
Pical dan Mike Tyson adalah petinju. Bedanya yang satu kelas ringan,
satunya lagi kelas berat. Artinya tantangan bagi seorang Muslim di
negara seperti Inggris jauh lebih berat.
Belakangan saya tahu ternyata Arif ini kader PKS.
Saya
terus terang tidak suka dengan partai. Bagi saya, orang-orang yang
menjalankan partai adalah orang-orang yang sibuk membela kepentingan
mereka sendiri. Saya tidak melihat mereka bekerja untuk kepentingan
rakyat. Di mata saya, politisi yang melakukan korupsi atau memperkaya
diri sendiri bukan hal yang luar biasa. Bukankah mereka bekerja untuk
mereka sendiri?
Arif mengubah persepsi saya tentang partai.
Ternyata
ada kader partai yang bekerja secara suka rela demi orang banyak. Ada
ternyata, kader yang rajin datang ke berbagai pengajian, membina umat,
meski saya tahu kegiatan semacam ini tidak ringan.
Keluar
rumah pagi-pagi di tengah suhu udara yang membeku untuk mengejar bus
atau kereta pertama, agar bisa tiba di kota tujuan tepat waktu. Kadang
ia harus berada di bus semalaman.
Yang
mungkin agak aneh, Arif tak pernah meminta kami mencoblos PKS. Seingat
saya, dalam pengajian rutin kami, ia tidak pernah menyebut nama PKS.
Orang Inggris mengatakan, “Action speaks louder than the words.” Aksi nyata lebih bermakna dari deretan kata-kata.
Kerja nyatanya untuk umat membuat kami jatuh cinta.
Dan saya yakin banyak sekali Arif-Arif lain di berbagai negara. Apalagi di Indonesia…
sumber : http://pk-sejahtera.org.uk
DPD PKS Siak - Download Android App