Berpolitik dan Berdakwah
By: Abul Ezz
Minggu, 31 Maret 2013
0
Oleh: Inyong Budiono
Pasca Perang Malvinas, yang tergambar dalam generasi Inggris kala itu adalah gambaran tentang kebencian dan rasa anti yang sangat terhadap perang. Sehingga mendorong banyak paham-paham dan pandangan baru yang mendorong pada rasa anti perang tersebut. Lahirlah generasi The Beatles yang membawa paham kesetaraan, persamaan, dan egalitarian.
Rasa anti terhadap sesuatu memang mampu mendorong seseorang untuk melahirkan pemahaman-pemahaman baru, mendorong isme-isme baru, dan membentuk ideologi-ideologi baru. Nah, hari ini di Negara kita sedang berkembang pemahaman-pemahaman yang menggambarkan bahwa politik adalah kejam, mengerikan, kotor, konspirasi dan korup. Hal ini memang tidak terlepas dari banyaknya pemberitaan mengenai korupsi yang melibatkan mayoritas politikus.
Seperti yang dianalogikan oleh Presiden PKS, Anis Matta dalam penyampaiannya di Sulawesi Utara beberapa saat yang lalu, beliau menggambarkan aktifitas politik hari ini layaknya kita menonton bioskop, dimasukkannya kita ke dalam satu ruangan, kemudian lampu dimatikan, dan tayangan yang disajikan adalah tontonan horror yang mengerikan dan menakutkan. Timbullah generasi baru yang punya pemahaman tentang kehidupan horror yang melingkupi hidupnya.
Dan ditengah arus pemahaman ini, muncul sebuah oase baru di dunia perpolitikan kita. Hal ini bersifat bak anomali air. Ada arus cara berpolitik baru yang elegan, tidak ada intrik, tidak sikut menyikut, tidak ada provokasi. Namun dijalankankan dengan elegan, sejuk, dan menenangkan. Unik dan menarik. Karena kita tidak tahu ini bagian berpolitik atau berdakwah. Sebuah penggabungan yang unik dan menarik, karena biasanya organisasi politik meletakkan agama sebagai sayap kegiatan bukan sebagai mainstream platform-nya. Sebaliknya organisasi agama memposisikan politik sebagai sisi terpisah dan hanya mengijinkan keterlibatan politik secara personalitas bukan secara kelembagaan.
Dan kebiasaan itu terbantahkan dengan fenomena adanya partai politik yang menggabungkan keduanya tanpa adanya masalah berarti, namun justru bertambah solid dan mengakar. Berpolitik untuk mengambil hati, begitu yang direalisasikannya. Jika hati yang telah terambil, maka segala pengorbanan menjadi tidak terasa dan segala kekurangan akan tertutupi oleh proses kontra-marketing dari internal personal yang memiliki hati. Di lapangan, tidak nampak aktifitas yang menggambarkan kegiatan untuk mengeruk dukungan suara secara agresif dan masif. Yang sering terlihat adalah kegiatan pembinaan keagamaan rutin. Kegiatan yang mengajak masyarakat ke arah keagamaan dan pembentukan kepribadian sebagai muslim yang baik.
Ketika dikonfirmasi kenapa barisan politik ini menerapkan cara yang demikian dalam aktifitasnya, salah seorang kadernya menyampaikan dengan ringan, “jika masyarakat telah menjadi muslim dan warga Negara yang baik, tanpa dipengaruhi mereka akan tahu mana yang terbaik dan memang benar-benar baik“. Dan ditambahkan pula olehnya, “jika hati yang telah tersentuh oleh nilai kebaikan, jangankan suara dan dukungan politik, pengorbanan yang lebih dari itu juga akan diberikan”.
Inilah fenomena baru, berpolitik dan berdakwah. Melihat hal ini sebenarnya Negara sudah diringankan pekerjaannya. Karena Negara tidak perlu meng-anggarkan dana untuk merekrut penyuluh sosial keagamaan dan menurunkannya ke masyarakat dengan menggajinya perbulan. Karena hal itu ternyata sudah jadi gawenya hari-hari kader partai politik, yang bernama PKS.
Dan mereka hari ini telah memunculkan cara berpolitik yang dewasa dan menenangkan. Setiap proses politik yang mereka lakukan seperti halnya permainan yang enak ditonton dan nyaman bila ikut terlibat di dalamnya.
Rasa anti terhadap sesuatu memang mampu mendorong seseorang untuk melahirkan pemahaman-pemahaman baru, mendorong isme-isme baru, dan membentuk ideologi-ideologi baru. Nah, hari ini di Negara kita sedang berkembang pemahaman-pemahaman yang menggambarkan bahwa politik adalah kejam, mengerikan, kotor, konspirasi dan korup. Hal ini memang tidak terlepas dari banyaknya pemberitaan mengenai korupsi yang melibatkan mayoritas politikus.
Seperti yang dianalogikan oleh Presiden PKS, Anis Matta dalam penyampaiannya di Sulawesi Utara beberapa saat yang lalu, beliau menggambarkan aktifitas politik hari ini layaknya kita menonton bioskop, dimasukkannya kita ke dalam satu ruangan, kemudian lampu dimatikan, dan tayangan yang disajikan adalah tontonan horror yang mengerikan dan menakutkan. Timbullah generasi baru yang punya pemahaman tentang kehidupan horror yang melingkupi hidupnya.
Dan ditengah arus pemahaman ini, muncul sebuah oase baru di dunia perpolitikan kita. Hal ini bersifat bak anomali air. Ada arus cara berpolitik baru yang elegan, tidak ada intrik, tidak sikut menyikut, tidak ada provokasi. Namun dijalankankan dengan elegan, sejuk, dan menenangkan. Unik dan menarik. Karena kita tidak tahu ini bagian berpolitik atau berdakwah. Sebuah penggabungan yang unik dan menarik, karena biasanya organisasi politik meletakkan agama sebagai sayap kegiatan bukan sebagai mainstream platform-nya. Sebaliknya organisasi agama memposisikan politik sebagai sisi terpisah dan hanya mengijinkan keterlibatan politik secara personalitas bukan secara kelembagaan.
Dan kebiasaan itu terbantahkan dengan fenomena adanya partai politik yang menggabungkan keduanya tanpa adanya masalah berarti, namun justru bertambah solid dan mengakar. Berpolitik untuk mengambil hati, begitu yang direalisasikannya. Jika hati yang telah terambil, maka segala pengorbanan menjadi tidak terasa dan segala kekurangan akan tertutupi oleh proses kontra-marketing dari internal personal yang memiliki hati. Di lapangan, tidak nampak aktifitas yang menggambarkan kegiatan untuk mengeruk dukungan suara secara agresif dan masif. Yang sering terlihat adalah kegiatan pembinaan keagamaan rutin. Kegiatan yang mengajak masyarakat ke arah keagamaan dan pembentukan kepribadian sebagai muslim yang baik.
Ketika dikonfirmasi kenapa barisan politik ini menerapkan cara yang demikian dalam aktifitasnya, salah seorang kadernya menyampaikan dengan ringan, “jika masyarakat telah menjadi muslim dan warga Negara yang baik, tanpa dipengaruhi mereka akan tahu mana yang terbaik dan memang benar-benar baik“. Dan ditambahkan pula olehnya, “jika hati yang telah tersentuh oleh nilai kebaikan, jangankan suara dan dukungan politik, pengorbanan yang lebih dari itu juga akan diberikan”.
Inilah fenomena baru, berpolitik dan berdakwah. Melihat hal ini sebenarnya Negara sudah diringankan pekerjaannya. Karena Negara tidak perlu meng-anggarkan dana untuk merekrut penyuluh sosial keagamaan dan menurunkannya ke masyarakat dengan menggajinya perbulan. Karena hal itu ternyata sudah jadi gawenya hari-hari kader partai politik, yang bernama PKS.
Dan mereka hari ini telah memunculkan cara berpolitik yang dewasa dan menenangkan. Setiap proses politik yang mereka lakukan seperti halnya permainan yang enak ditonton dan nyaman bila ikut terlibat di dalamnya.
DPD PKS Siak - Download Android App