"Analisis Melonjaknya Harga Bawang dan Daging Sapi" | @DangTuangku
By: Abul Ezz
Kamis, 21 Maret 2013
0
dangtuangku
@dangtuangku
- Ini tanggapan saya atas tuips akun @PartaiSocmed. Judulnya: Melonjaknya harga bawang dan daging sapi salah siapa. http://chirpstory.com/li/61528
- @PartaiSocmed menyebut akar masalah tingginya harga bawang dan daging karena tak diterapkan ‘hukum pasar bebas’.
- Menurutnya kebijakan Mentan Suswono mengecilkan kuota impor sebagai sebuah kesalahan. Melawan hukum pasar bebas.
- Tidak lupa pula ia menyebut gerakan ‘membeli produk Indonesia’ anti impor, utopis.
- Pendeknya, ia menyebut ‘gerakan membeli produk Indonesia’ hanya untuk kepentingan individu/kelompok tertentu.
- Oleh karena itu, ia mengkampanyekan agar segera saja dibuka kran impor khususnya komoditi petanian sebesar-besarnya.
- @PartaiSocmed berargumen pasar bebas timbulkan persaingan hingga petani dipaksa efisien dan konsumen terlindungi.
- Menurutnya, saat ini petani/peternak tak efisien sehingga ketika harga komoditi murah, petani/peternak menjadi rugi
- Jika kita tak kritis, kita akan menganggap hukum pasar bebas memang betul lahirkan keadilan sosial.
- Benarkah begitu? Tentu saja tidak. Mari kita kuliti satu persatu pikiran ngawurnya @PartaiSocmed ini.
- Jika kran impor dibuka sebebasnya, sesuai hukum pasar, komoditi seperti bawang misalnya akan membanjiri pasar.
- Sesuai hukum ekonomi, tingginya penawaran dibanding permintaan membuat harga turun. Contohnya tahun 2012 silam.
- Tahun 2012 silam harga bawang merah Rp3000 per kilogram. Padahal biaya produksi Rp5000 perkilogram. Petani rugi.
- Kerugian hampir 50 persen dari biaya total produksi itu sangat besar. Membuat modal bertaman musim depan habis.
- Dampaknya seperti saat ini. Petani tak punya lagi modal. Produksi bawang dalam negeri akhirnya turun drastis.
- Asumsi @PartaiSocmed, kerugian petani karena biaya produksi tinggi dan tak efisien. Sisi mana yang mau diefisienkan?
- @PartaiSocmed menyebut soal pupuk. Bukankah harga diatur pemerintah dgn harga eceran tertinggi (HET). Ini subsidi.
- Saya pernah meneliti cabai di sebuah desa di Lembang. Mulai produksi sampai penjualannya di Pasar Induk Kramat Jati
- Petani cabai di sana menghitung biaya produksi mereka mulai bibit, pupuk sampai pestisida, kecuali tenaga kerja.
- Jasa tenaga kerja tidak dimasukkan dalam biaya karena pengerjaan dilakukan sendiri oleh petani dan keluarganya.
- Setelah panen, hasil penjualan saat dikurangi biaya sama dgn total upah tenaga kerja petani dan keluarganya.
- Ini berarti petani sebenarnya tak pernah untung. Kecuali upah mereka bekerja di lahan mereka sendiri.
- Resiko kerugian lebih banyak dipikul petani ketimbang pedagang. Sebaliknya, keuntungan banyak dinikmati pedagang.
- Mungkin betul bila dibandingkan petani luar negeri penggunaan pupuk dan pestisida petani kita mungkin tidak efisien
- Namun ingat luasan rata-rata lahan petani kita hanya 0,3 hektar. Sedangkan asing rata-rata diatas tiga hektar.
- Penggunaan pupuk dan pestisida di lahan luas jelas lebih efisien dibandingkan lahan sempit.
- Jadi sampai kapanpun efisiensi produksi petani asing lebih unggul, sepanjang luas lahan petani kita masih kecil.
- Jadi maunya @PartaiSocmed petani kita harus lebih efisien dari asing adalah utopis sepanjang lahan masih kecil.
- Mengacu data BPS 2012, 120 juta penduduk Indonesia di desa. 84 juta petani. Separohnya, 42 juta, petani gurem.
- Pembukaan kran impor sebebas-bebasnya seperti anjuran @PartaiSocmed, akan menjadi pembantaian orang desa. Mengapa?
- Bertani sudah tak ekonomis. Alih profesi. Data statistik 10 thn terakhir menunjukkan pengurangan jumlah petani.
- Sebagian terpaksa keluar negeri jadi TKI dengan gaji murah bahkan tak digaji. Disiksa, bahkan diperkosa.
- Sebagian menjadi buruh industri di kota dengan upah murah. Atau perempuan – maaf – terpaksa melacur karena ekonomi.
- Ciloko dua belas, lahan yang dijual untuk modal jadi TKI tak lagi jadi lahan pertanian krn tak ekonomis.
- Lahan pertanian kita makin menyusut. Data statistik: penurunan lahan sangat luar biasa dalam satu dekade terakhir.
- Data BPS: 2007 lahan pertanian produktif 4,1 juta hektar. 2013 tinggal 3,5 juta hektar. 6 tahun susut 600 ribu ha.
- Itu sebabnya ketergantungan impor makin tinggi. Lahan pertanian yang ada tak bisa lagi mencukupi kebutuhan nasional
- Kelangkaan komoditi mungkin bisa ditutupi dengan impor. Tetapi bukan makin sembuh, tapi parah. IMPOR BUKAN OBAT
- Yang diberikan bukan obat, tapi racun. Petani kita makin dibantai dan lahan makin menyusut. IMPOR ADALAH RACUN.
- Lalu apa obatnya. Petani harus kembali mengerjakan lahannya. Gairahkan dengan tingginya nilai ekonomi pertanian.
- Seperti saat ini petani bawang sangat tersenyum. Harga sangat menjanjikan. Harga daging bagus, peternak sumringah.
- Ini berarti kuncinya batasi impor agr harga naik. Banyak instrumen menekan impor, sep keamanan pangan misalnya.
- Gairah petani tentu gairahkan ekonomi desa. 120 juta rakyat untung. Sedangkan di kota yang berniaga tak ada resiko.
- Mungkin awalnya kebijakan ini terasa sakit bagi sebagian. Namun tak seperti asumsi @PartaiSocmed. Malah sebaliknya.
- Jumlah rakyat untung jelas lebih banyak. 120 juta di desa. Petani tak perlu jadi buruh ke kota.
- Mereka menjadi buruh murah meriah untuk usaha “Makloon” yang dikatakan @PartaiSocmed.
- “Makloon” berasal dari bhs Belanda. CMT (Cut Make Trim). Semacam pelengkap industri besar. Atau bisa perakitan .
- Misalnya pabrik toyota, bagian spare part tertentu yang nilai ekonominya murah dikerjakan orang Indonesia.
- Makloon akal-akalan. Produk yang cuma 10 persen komponen nasional, dibilang produk nasional negara pasar.
- Tak perlu pintar ngitung. Bila 10 persen, misal mobil, maka hanya 10 persen uang penjualan mobil tetap di Indonesia
- Sisanya, 90%, balik lagi ke negara pemilik modal. Kalo hanya 10% tetap dan 90% terbang, kita untung apa rugi?
- Atau mobil Esemka yang dibangga-banggakan @PartaiSocmed. Bayangkan komponen utama Esemka hasil pabrikan asing.
- Berapa lokal? 10 atau 20%. Bayangkan bila diproduksi massal. 80% untuk asing 20 persen untuk kita. Untung apa rugi?
- Saya tak mengatakan ‘maklon’ tak menguntungkan, menguntungkan tapi untuk segelintir orang dibandingkan total rakyat
- Alangkah baiknya bila pertanian kita jadi tuan rumah di negeri sendiri dan industri gunakan bahan baku kita sendiri
- Jangan percaya tipuan pasar bebas yang dikhotbahi asing. Yang diamini kolaborator dan antek2nya di Indonesia.
- Mereka (asing) baru sekarang bicara pasar bebas, saat negara mereka membangun ekonomi apa yang mereka lakukan.
- Untuk lebih memahami, sejenak ikuti penuturan professor Ekonomi asal Cambridge, Inggris, Ha Joon Chang.
- 'Bad Samaritans: Rich Nations, Poor Policies and the Threat to the Developing World (2007)', Chang tuturkan D Defoe
- Siapa Defoe? Pengarang novel Robinson Crusoe (RC). RC tokoh fiksi; ikon para begawan ekonomi pendukung pasar bebas
- Hidup sendirian di pulau terpencil, RC memanfaatkan pilihan2 rasionalnya untuk memenuhi kebutuhannya.
- Saat bertemu mitra, ia tetapkan nilai tukar antara produknya dan produk tetangganya dlm transaksi pertukaran bebas.
- Bagi ekonom pro pasar bebas, cerita Robinson Crusoe menjadi bukti bahwa tiap-tiap individu hidup seperti Crusoe
- Biarkan mereka melakukan apa yang diinginkan tuk dirinya tanpa campur tangan pemerintah, maka itu jalan terbaik.
- Karya fiksi Defoe ini tak sama dengan kebijakan ekonomi Defoe saat jadi konsultan ekonomi politik Inggris.
- Inggris jadi macan industri setelah pemerintah disarankan campur tangan lewat subsidi, proteksi dan aksi spionase.
- Itu Inggris, gimana AS. Kita sering dengar khotbah Professor Amerika soal kebebasan ekonomi dan pasar bebas.
- Di seminar, kuliah umum, dan buku-buku yang diterbitkan lembaga riset sep Freedom Institute.
- Kita disuguhi pikiran Ludwig von Moses, Fredrich von Hayek, Martin Wolf, dan Milton Friedman.
- Namun dibalik retorika dan propaganda pasar bebas, mereka tutup rapat-rapat sejarah ekonomi-politik AS.
- Seperti dikatakan Chang, saat AS berdiri, bapak ekonomi pasar bebas Adam Smith, sarankan AS tak bangun manufaktur.
- Alasannya, selain hambat aliran impor manufaktur Eropa ke AS, juga akan menghambat pertumbuhan ekonomi AS sendiri.
- Beberapa petinggi negara baru itu, seperti Thomas Jefferson, mengamini nasehat Adam Smith tersebut.
- Namun, banyak pula elite dan intelektual yang menolaknya, dengan tokoh utamanya Alexander Hamilton.
- Di Konggres, Hamilton tegaskan pentingnya proteksi. tarif, subsidi, larangan ekspor barang baku dan larangan impor
- Seluruhnya bertolak belakang saat ini dengan konsep pasar bebas nasehat IMF dan Bank Dunia ke Indonesia saat ini
- Jika begini apakah tidak sangat terlalu bodoh bila masih mengagungkan pasar bebas di sektor pertanian?
- Akun @PartaiSocmed Anda boleh benci Suswono karena latar belakang politiknya, tapi jangan korbankan petani.
- Keberaniannya menanggung resiko melawan mafia impor, harus diapresiasi. Jarang-jarang menteri kita pro ke petani.
- Salam. Semoga Indonesia kedepan menjadi lebih baik.
DPD PKS Siak - Download Android App