Prof. Jimly Asshiddiqie Kuatir Keberanian KPK Didasari Atas Kebodohan
By: Abul Ezz
Minggu, 03 Februari 2013
0
Hukum adalah alat mencari keadilan. Jadi hukum
bukan untuk hukum. Karena itu jangan terpaku hanya pada prosedur,
teknis, administrasi.
"Penegak hukum harus melihat konteks yang lebih besar. Bahwa hukum alat membangun keadilan dan kebenaran. Jadi bukan hukum untuk hukum," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie kepada Rakyat Merdeka Online (Kamis, 31/).
Jimly menanggapi penetapan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi.
"Makanya saya selalu mengatakan penegak hukum itu harus bertangan dingin, berhati dingin, berkepala dingin, dan berdarah dingin. Tidak boleh tangan panas, tidak boleh berhati panas," ungkapnya.
Tak hanya itu, penegak hukum juga tidak boleh ingin menunjukkan keberanian. Karena keberanian itu adalah ciri orang berdarah panas. Bahkan, katanya, penegak hukum tidak boleh pemberani. Pemberani itu tidak relevan untuk penegak keadilan.
"Sangat berbahaya kalau pedang keadilan diserahkan kepada orang yang berani. Yang kita perlukan bukan pemberani. Sebab pemberani itu bisa berani karena bodoh, bisa berani tapi pintar. Tapi sepintar-sepintar orang kalau dia sedang berani sering emosional. Jadi menegakkan hukum tidak perlu berani dan tidak perlu menunjukkan sikap pemberani," ungkapnya.
Jimly sendiri melihat proses hukum yang dialami oleh Lutfhi sangat cepat. Setelah proses tangkap tangan terhadap tiga orang Selasa malam, pada Rabu malamnya, Luthfi langsung dijadikan tersangka. Dan malam itu juga dijemput oleh penyidik KPK.
Karena itu, dia kuatir keberanian KPK ini karena didasari atas kebodohan. Kalau sampai pedang keadilan diserahkan kepada orang bodoh, menurutnya itu sangat bahaya.
"Jangan sampai begitu. Menegakkan keadilan itu kan sebagian juga seni. (Lutfhi) belum diperiksa kok dijadikan sebagai tersangka. Bok ditunggu seminggu kalau memang ada alat bukti. Ini kan soal kecerdikan. Jadi ini penegak hukumnya agak bodoh. Bisa karena bodoh, bisa karena goblok. Ini bukan soal salah benar. Ini soal seni. Dia tidak berseni," tandasnya.
Sebelumnya Jimly menjelaskan, agar orang tidak curiga, KPK harus menungkapkan dua alat bukti mengenai keterlibatan Lutfhfi. Jadi kalau misalnya, tidak diungkapkan dua alat bukti yang dianggap cukup itu orang jadi heran. Kok tiba-tiba begitu cepat prosesnya," ujar Jimly. [republika]
"Penegak hukum harus melihat konteks yang lebih besar. Bahwa hukum alat membangun keadilan dan kebenaran. Jadi bukan hukum untuk hukum," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie kepada Rakyat Merdeka Online (Kamis, 31/).
Jimly menanggapi penetapan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi.
"Makanya saya selalu mengatakan penegak hukum itu harus bertangan dingin, berhati dingin, berkepala dingin, dan berdarah dingin. Tidak boleh tangan panas, tidak boleh berhati panas," ungkapnya.
Tak hanya itu, penegak hukum juga tidak boleh ingin menunjukkan keberanian. Karena keberanian itu adalah ciri orang berdarah panas. Bahkan, katanya, penegak hukum tidak boleh pemberani. Pemberani itu tidak relevan untuk penegak keadilan.
"Sangat berbahaya kalau pedang keadilan diserahkan kepada orang yang berani. Yang kita perlukan bukan pemberani. Sebab pemberani itu bisa berani karena bodoh, bisa berani tapi pintar. Tapi sepintar-sepintar orang kalau dia sedang berani sering emosional. Jadi menegakkan hukum tidak perlu berani dan tidak perlu menunjukkan sikap pemberani," ungkapnya.
Jimly sendiri melihat proses hukum yang dialami oleh Lutfhi sangat cepat. Setelah proses tangkap tangan terhadap tiga orang Selasa malam, pada Rabu malamnya, Luthfi langsung dijadikan tersangka. Dan malam itu juga dijemput oleh penyidik KPK.
Karena itu, dia kuatir keberanian KPK ini karena didasari atas kebodohan. Kalau sampai pedang keadilan diserahkan kepada orang bodoh, menurutnya itu sangat bahaya.
"Jangan sampai begitu. Menegakkan keadilan itu kan sebagian juga seni. (Lutfhi) belum diperiksa kok dijadikan sebagai tersangka. Bok ditunggu seminggu kalau memang ada alat bukti. Ini kan soal kecerdikan. Jadi ini penegak hukumnya agak bodoh. Bisa karena bodoh, bisa karena goblok. Ini bukan soal salah benar. Ini soal seni. Dia tidak berseni," tandasnya.
Sebelumnya Jimly menjelaskan, agar orang tidak curiga, KPK harus menungkapkan dua alat bukti mengenai keterlibatan Lutfhfi. Jadi kalau misalnya, tidak diungkapkan dua alat bukti yang dianggap cukup itu orang jadi heran. Kok tiba-tiba begitu cepat prosesnya," ujar Jimly. [republika]
DPD PKS Siak - Download Android App