"Politik Adu Domba" | Oleh Irwan Prayitno (Gubernur Sumbar)
By: Abul Ezz
Rabu, 27 Februari 2013
0
Kita sudah banyak melihat buktinya terjadi sehari-hari. Media massa seperti bertepuk tangan dan seolah-olah ikut memberi semangat melihat kejadian ini. Inikah yang dimaksud dengan reformasi dan demokrasi?
Oleh Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Politik adu domba telah terkenal di Indonesia sejak zaman penjajahan
Belanda. Bangsa penjajah saat itu menamakannya sebagai devide et impera.
Ini adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pemerintah penjajahan
Belanda untuk kepentingan politik, militer dan ekonomi. Politik adu
domba digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh penjajahan
Belanda di Indonesia.
Secara prinsip, praktik politik adu domba adalah memecah belah dengan
saling membenturkan (mengadu domba) kelompok besar yang dianggap
memiliki pengaruh dan kekuatan. Tujuannya adalah agar kekuatan tersebut
terpecah-belah menjadi kelompok-kelompok kecil yang tak berdaya. Dengan
demikian kelompok-kelompok kecil tersebut dengan mudah dilumpuhkan dan
dikuasai.
Unsur-unsur yang digunakan dalam praktik politik jenis ini adalah; 1.
menciptakan atau mendorong perpecahan dalam masyarakat untuk mencegah
terbentuknya sebuah aliansi yang memiliki kekuatan besar dan
berpengaruh, 2. memunculkan banyak tokoh baru (tokoh boneka?) yang
saling bersaing dan saling melemahkan, 3. mendorong ketidak percayaan
dan permusuhan antar masyarakat, 4. mendorong konsumerisme yang pada
akhirnya memicu timbulnya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Di negara asalnya Belanda, politik devide et impera sudah lama tak
digunakan lagi. Belanda saat ini saat menjunjung tinggi hak asasi
manusia (HAM). Namun justru di Indonesia politik itu nampaknya masih
membekas dalam dan masih saja digunakan. Apalagi setelah era reformasi
yang oleh banyak pihak dinilai salah kaprah. Legislatif seperti
berlawanan dengan eksekutif, partai A saling melemahkan partai B, begitu
sebaliknya dan seterusnya. Padahal justru seharusnya saling bekerjasama
dan saling memperkuat dan melengkapi.
Siapa saja bisa dijadikan domba aduan, dari warga masyarakat biasa
sampai warga kelas atas bisa jadi objek sasaran. Sesama pedagang bisa
dipicu perpecahan, gara-gara masalah kecil bisa berkembang menjadi
konflik yang besar. Perbedaan agama, suku dan sebagainya bisa
memunculkan percikan api konflik yang bila diberi bensin segera berkobar
menjadi konflik besar. Kita sudah banyak melihat buktinya terjadi
sehari-hari. Media massa seperti bertepuk tangan dan seolah-olah ikut
memberi semangat melihat kejadian ini. Inikah yang dimaksud dengan
reformasi dan demokrasi?
Dalam politik adu domba, konflik sengaja diciptakan. Perpecahan tersebut
dimaksudkan untuk mencegah terwujudnya aliansi yang bisa menentang
penjajah (imperialisme), entah itu kekuasaan di pemerintahan, di partai,
kelompok di masyarakat, dan sebagainya. Pihak-pihak atau orang-orang
yang bersedia bekerja sama dengan kekuasaan, dibantu atau dipromosikan,
mereka yang tidak bersedia bekerjasama, segera disingkirkan.
Ketidak percayaan terhadap pimpinan atau suatu kelompok sengaja
diciptakan agar pemimpin atau kelompok tersebut tidak tumbuh besar dan
solid. Adakalanya tidak hanya ketidak percayaan, bahkan permusuhan pun
sengaja disemai. Teknik yang digunakan adalah agitasi, propaganda,
desas-desus, bahkan fitnah. Praktik seperti itu tumbuh subur saat ini.
Di zaman penjajahan Belanda, mereka menggandeng beberapa pribumi untuk
menjadi karyawan mereka, diberi kehidupan yang layak, tapi sadar atau
tidak, mereka dikondisikan untuk mengkhianati bangsanya sendiri. Raja di
satu kerajaan diadu domba dengan raja lain yang pada akhirnya
menimbulkan peperangan dan perpecahan. Alhasil saat itu tidak muncul
sebuah kerajaan yang besar dan kuat.
Di tengah masyarakat kita dewasa ini, di tengah era informasi yang
sangat liberal, praktik adu domba itu menjadi tontonan sehari-hari. Kita
secara vulgar disuguhi berita-berita tentang perseteruan antar kelompok
untuk memperebutkan kekuasaan, saling tuding, saling caci-maki, saling
sikut dengan intrik-intrik politik yang sangat kasar dan kejam.
Penggiringan isu, disadari atau tidak, dilakukan sedemikian rupa untuk
saling menghancurkan.
Di era merdeka dan modern seperti saat ini, tentu kita tidak ingin
dijadikan domba aduan oleh siapapun dan pihak manapun. Imperalisme
maupun neo imperalisme, tidak boleh lagi menjadi raja di negeri yang
kita cintai ini, apalagi di Sumatera Barat negeri asal penggagas
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Password untuk mengatasi masalah ini sama dengan yang kita gunakan saat
mengusir penjajah Belanda dulu, yaitu persatuan dan kesatuan. Mari
bersatu menghimpun kekuatan bersama, jangan mau dinina-bobokan dan lalu
diadu domba. Indonesia adalah negara besar dan memiliki potensi yang
besar. Dengan kesatuan dan persatuan, insya Allah kita capai kejayaan
bersama dalam waktu singkat. Amiin. ***
Padang Ekspres 27 Februari 2013
*http://irwan-prayitno.com/2013/02/politik-adu-domba/
DPD PKS Siak - Download Android App